FYI.

This story is over 5 years old.

kultur medsos

Hasil Penelitian: Kecanduan Medsos Itu Sama Seperti Kecanduan Narkoba

Cuma ngingetin doang sih: dampak ngescroll feed medsos berjam-jam itu enggak enteng.
Instagram di layar iPhone

“Kurangi medsos, perbanyak bergaul dengan orang di dunia nyata.” Mungkin, kalimat ini banyak masuk daftar resolusi tahun 2019. Enggak mengherankan sih. Soalnya, kecanduan medsos seperti sudah jadi momok banyak orang. Menghabiskan waktu berjam-jam memeriksa feed Instagram, Twitter dan Facebook enggak cuma buang-buang waktu, tapi juga ternyata memengaruhi cara kita mengambil keputusan serta cenderung menjerumuskan kita ke dalam “perilaku berisiko,” seperti yang terungkap dalam sebuah penelitian yang diterbitkan Jum’at pekan lalu (1/11).

Iklan

Dugaan bahwa medsos memiliki efek negatif memang bukan temuan baru, tapi riset terbaru di atas, yang dipublikasikan oleh Michigan State University, menunjukkan bahwa konsumsi medsos berlebih tak hanya berujung depresi dan kecemasan belaka. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa terdapat kaitan antara penggunaan medsos yang berlebihan dengan proses pengambilan keputusan yang tak prima serta condong berisiko. Kondisi serupa lazim ditemukan dalam otak para pecandu narkoba.

“Sekitar sepertiga umat manusia di dunia menggunakan medsos. Sebagian di antaranya menunjukkan pola penggunaan yang berlebihan dan terhitung maladaptif,” jelas Dar Meshi, peneliti utama riset tersebut dan seorang asisten dosen di Michigan State University. "Semoga temuan kami mendorong penelitian lain yang lebih serius tentang konsumsi medsos.

Temuan tim Dar yang dimuat di Journal of Behavioural Addictions adalah yang pertama yang membedah hubungan antara media sosial dan perilaku berisiko. Para peneliti tersebut memadankan ketergantungan psikologis kita akan medsos dengan kondisi kimia para pecandu narkoba “yang kerap kali gagal belajar dari kesalahan dan melakoni serangkaian perilaku yang menghasilkan output negatif,” kata Dar.

Dalam penelitian yang digelar oleh tim Dar, 71 responden diminta mengisi survei yang mengukur tingkat ketergantungan mereka terhadap Facebook. Beberapa pertanyaan diajukan berkisar tentang seintens apa mereka menggunakan Facebook, perasaan mereka saat tak bisa menggunakan Facebook, usaha—jika pernah—untuk menjauhi Facebook serta imbas penggunaan Facebook pada pekerjaan dan kuliah mereka. Setelah itu, mereka diminta mengerjakan Iowa Gambling Task, yang berfungsi mengukur efektivitas proses pengambilan keputusan.

Begini cara kerja Iowa Gambling Task, responden disuguhkan empat tumpukan kartu virtual di layar komputer. Para peneliti kemudian memberitahu mereka bahwa tiap tumpuk berisi kartu yang akan menambah atau mengurangi uang yang dimiliki dalam permainan tersebut. Tujuan permainan ini adalah mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dengan memilih tumpukan kartu yang “bagus” dan menghindari tumpukan kartu “jelek”. Lewat permainan ini, peneliti berhasil menunjukan bahwa terdapat korelasi negatif skor permainan yang buruk dan penggunaan media sosial. Dan korelasi yang sama dijumpai pada para pengguna obat-obatan terlarang.

“Saking luasnya penggunaan medsos, kita mesti memahami bagaimana kita menggunakannya,” kata Dar Meshi tells Science Daily. "Saya percaya medsos sangat menguntungkan masing-masing penggunanya. Sayangnya, medsos punya sisi gelap jika terlalu sering menggunakannya. Yang perlu kita lakukan adalah memahami dorongan untuk terus mengecek medsos. Baru setelah itu, kita bisa menentukan apakah penggunaan medsos yang berlebihan bisa dianggap sebagai adiksi.”