Pelecehan KPI

Pengacara Korban Bullying KPI Akui Ada Tekanan Cabut Laporan, Tegaskan Ogah Berdamai

Siapa yang menginisiasi pertemuan penandatangan surat perdamaian skandal di KPI ini masih sumir. Korban mengaku didesak mencabut laporan polisi.
Pengacara MS Korban Bullying KPI Akui Ada Tekanan Cabut Laporan dan tempuh jalur damai
Ilustrasi aksi menolak bullying via Getty Images

Pada 9 September 2021 muncul laporan dari sumber anonim yang diwawancarai Detik.com, bahwa terduga korban bullying dan pelecehan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinsial MS ditekan untuk mencabut laporan ke polisi. Selain itu, korban juga mengaku ditekan agar menempuh upaya damai.

Iklan

Setelah laporan tersebut viral, ketua tim Kuasa Hukum MS, Mehbob, mengakui ada tekanan semacam itu pada kliennya. Mehbob menyatakan berlangsung pertemuan tanpa didampingi pengacara antara MS, dengan lima terduga pelaku yang sama-sama pegawai KPI Pusat.

Menurut kronologi versi Mehbob, pada Rabu (8/9), MS diminta datang ke kantor KPI Pusat setelah ditelpon salah satu komisioner. MS menurut dan mampir tanpa kuasa hukum. Sesampainya di kantor, MS ternyata tidak mendapati sang komisioner yang menelpon, melainkan malah bertemu lima terduga pelaku bersama satu wakil tim investigasi internal KPI yang sudah menyiapkan surat perdamaian.

Mehbob curiga ini semua skenario untuk menjebak kliennya berada dalam situasi terdesak. “Ditelpon oleh Komisioner ditunggu di KPI. Tanpa adanya komisioner di sana, mungkin itu sudah skenario mereka, tiba-tiba sudah ada surat perdamaian. Dia disuruh tanda tangan,” kata Mehbob saat dikonfirmasi Kompas

Mehbob menceritakan, meski psikis MS sudah sangat lelah karena terus mendapatkan intimidasi dalam proses kasus, ia berhasil menolak permintaan damai. “Dia [MS] menolak karena sudah mendapat arahan dari kami. Dari [tim pengacara] sih menganjurkan proses hukum harus tetap berjalan,” tandas Mehbob.

Rony Hutahaean, salah satu anggota tim kuasa hukum MS, menceritakan kepada awak media bahwa isi dari surat perdamaian tidak berpihak pada korban. “Seperti yang tadi saya sampaikan, [syarat damai] yang pertama adalah bahwa klien diminta untuk mencabut laporan polisi yang ada di Polres [Jakarta] Pusat. Yang kedua, merehabilitasi nama baik dari kelima terduga pelaku. Hal ini tidak bisa kami tolerir karena ini sudah memutarbalikkan fakta. Klien kami menyatakan tadi tidak akan pernah damai dan tidak akan pernah takut sekalipun diancam untuk dilaporkan balik,” kata Rony kepada awak media. 

Iklan

Pernyataan penolakan damai ini membuat kesimpangsiuran berakhir. Sepanjang Kamis (9/9), di medsos ramai spekulasi bahwa MS akan mencabut laporan kepolisian, Komnas HAM, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

Sumber anonim yang mengaku teman dekat MS menyatakan MS ditekan untuk mengatakan bahwa pelecehan seksual dan perundungan tidak pernah terjadi untuk memulihkan nama terduga pelaku. Apabila menolak, MS diancam akan dilaporkan balik lewat UU ITE.

Menanggapi tudingan dari Mehbob, kuasa hukum terduga pelaku pelecehan Tegar Putuhena membantah pihaknya memaksakan opsi damai. Tegar membenarkan ada pertemuan antara MS dengan kliennya di kantor KPI pada Rabu pekan ini. Namun, ia mengklaim pertemuan tersebut diinisiasi MS untuk membahas opsi perdamaian.

 “Klien kami kemarin hadir di KPI diundang, bukan atas inisiatif klien kami. Yang mengundang justru dengan informasi ini ada permintaan damai dari Saudara MS,” kata Tegar saat dihubungi Tribunnews.

“Jadi, pertemuan itu berawal dari permintaan MS yang didampingi ibunya datang ke KPI pada hari Selasa [7/9] kemarin untuk meminta upaya mediasi. Dalam pertemuan itu, masing-masing pihak datang tanpa didampingi kuasa hukum dan juga mengajukan syarat.”

Tegar mengatakan MS mengajukan syarat untuk damai, yakni para terduga pelaku diminta mencabut kuasa pada tim kuasa hukum yang mendampingi masing-masing.