Kecelakaan Pesawat

'Misi Ini Melelahkan Mental': Kisah Sukarelawan Penyelam Pencari Puing Sriwijaya Air

Salah satu sukarelawan penyelam yang membantu Basarnas, berbagi cerita pada VICE di sela-sela evakuasi pesawat dan penumpang Sriwijaya Air SJ 182.
Seorang penyelam berenang sambil menenteng puing pesawat Sriwijaya Air. Foto: Adek Berry/AFP
Seorang penyelam berenang sambil menenteng puing pesawat Sriwijaya Air. Foto: Adek Berry/AFP

Proses evakuasi Sriwijaya Air SJ-182 telah memasuki hari kelima. Dengan bantuan tim sukarelawan, ratusan penyelam TNI AL masih terus menyisir perairan Kepulauan Seribu untuk menemukan bangkai pesawat dan bagian tubuh korban yang jatuh beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pada Sabtu, 9 Januari.

Iklan

Rekaman yang dirilis oleh TNI AL mempertontonkan para penyelam mengarungi air laut keruh untuk mengambil puing-puing berwarna merah, kuning dan biru yang diduga berasal dari badan pesawat. Sejauh ini, mereka telah mengumpulkan 40 kantong jenazah, sebagian kotak hitam dan barang bawaan korban.

Penyelam SAR bukanlah profesi yang mudah. Mereka harus siap lahir batin berhadapan dengan situasi mengerikan yang telah menanti di dasar laut.

Bayu Wardoyo terjun ke lokasi kejadian sebagai penyelam sukarelawan. 20 tahun menjalani karier sebagai instruktur selam, Bayu telah menyaksikan berbagai kecelakaan pesawat yang terjadi di Tanah Air. Dia dan tim sukarelawannya juga terlibat dalam misi pencarian AirAsia pada 2014 dan Lion Air pada 2018.

Bayu berbincang dengan VICE World News di sela-sela istirahatnya, menceritakan betapa besar tantangan yang dihadapi selama empat hari pencarian.

Wawancara telah disunting agar lebih ringkas dibaca.

VICE World News: Sudah berapa lama Anda menyelam?

Bayu Wardoyo: Waduh, saya sendiri tidak ingat. Misi ini sangat padat. Kami mulai hari Minggu dan masih terus mencari sampai sekarang. Saya tiga kali menyelam Senin kemarin. Saya menghabiskan kira-kira 45 menit sampai satu jam untuk menyurvei satu lokasi.

Iklan

Anda sudah menemukan apa saja sejauh ini?

Pesawatnya hancur berkeping-keping, jadi kami menemukan puing-puing dan jasad korban di dasar laut. Kebanyakan masih utuh.

Regu penyelam TNI AL memindahkan benda yang ditemukan di Pulau Lancang. Foto: Adek Berry/AFP

Regu penyelam TNI AL memindahkan benda yang ditemukan di Pulau Lancang. Foto: Adek Berry/AFP

Pakaian dan barang bawaan korban juga mengapung di sekitar lokasi.

Anda memulai karier sebagai instruktur selam di Bali pada 1998. Bagaimana akhirnya Anda bisa jadi penyelam SAR?

Saya pasti akan membantu BASARNAS dalam misi mereka setiap kali ada kecelakaan. Sudah 20 tahun saya melakukan ini.

Saya juga punya regu penyelam SAR pribadi bernama Indonesia Divers Rescue Team (IDRT). Kami beranggotakan 20 orang, dan semuanya terampil dalam misi penyelamatan yang berbahaya dan penuh tantangan.

Tim ini dibentuk secara tidak resmi pada 2014, ketika pesawat AirAsia jatuh di Surabaya. TNI AL dan instansi pemerintah membutuhkan bantuan saat itu, sehingga kami turun sebagai sukarelawan.

Regu penyelam sukarelawan IDRT. Foto: Indonesia Divers Rescue Team.

Regu penyelam sukarelawan IDRT. Foto: Indonesia Divers Rescue Team.

Setelah itu, kami memutuskan untuk meresmikan tim dan selalu siap siaga ketika dibutuhkan. Kami juga mengikuti misi pencarian Lion Air pada 2018.

Bisa diceritakan lebih dalam tentang peran Anda dalam proses evakuasi kecelakaan udara?

Kalau boleh jujur, misinya melelahkan secara mental. Kalian harus tetap tangguh dan tidak boleh menyerah ketika melakukan penyelamatan berisiko tinggi. Kalian takkan pernah bisa menebak apa yang akan kalian lihat di lokasi.

Iklan

Saya sudah sering terlibat dalam misi penyelamatan. Tapi setelah ngobrol dengan penyelam lain, kami sepakat kecelakaan ini berbeda dari sebelumnya. Lokasi memang mudah diakses dan dekat landasan bandara, tapi cara pesawatnya jatuh sangat tragis.

Ketika kecelakaan Lion Air dulu, badan pesawatnya masih terlihat di laut dan puing-puingnya berukuran besar. Beda halnya dengan pesawat Sriwijaya, yang hancur total. Kami menemukan banyak sekali pecahan kecil dari badan pesawat. Pengalamannya berbeda sekali, dan kami harus menyesuaikan diri sebaik mungkin.

Tim penyelidik yang dikerahkan pemerintah telah memperingatkan kami, operasi ini berisiko tinggi. Peringatan tersebut benar adanya.

Apakah kondisi cuaca mendukung pencarian?

Sebagian besar, ya. Hujan yang turun Senin kemarin sempat menghambat misi kami, tapi selain itu baik-baik saja. Kami bisa melihat kondisi laut sedalam lima hingga delapan meter. Satu-satunya masalah yang kami hadapi adalah arus kecil di dekat dasar laut.

Kami juga harus hati-hati, jangan sampai menginjak pasir dan lumpur di dasar laut. 

Regu penyelam TNI AL menuju lokasi pesawat jatuh pada 12 Januari 2021. Foto: Azwar Ipank/AFP

Regu penyelam TNI AL menuju lokasi pesawat jatuh pada 12 Januari 2021. Foto: Azwar Ipank/AFP

Pernahkah Anda merasa panik dan tertekan di dasar laut, terutama selama misi berisiko tinggi?

Saya selalu mengajarkan murid-murid kalau laut bukanlah dunia kita. Bermeditasi sangat penting, supaya pikiranmu baik-baik saja selama menyelam.

Saya menenangkan pikiran setiap menjalani misi SAR. Saya akan menutup mata dan mengingat momen-momen indah ketika menyelam.

Iklan

Dibutuhkan jiwa yang kuat saat mengevakuasi pesawat jatuh. Kalian harus berani menghadapi segala sesuatunya guna menemukan korban dan pesawat. 

Petugas PMI menyemprotkan disinfektan. Foto: Adek Berry/AFP

Petugas PMI menyemprotkan disinfektan. Foto: Adek Berry/AFP

Apa saja yang dibutuhkan selama misi SAR?

Tak seperti perkiraan orang, operasi khusus ini terdiri dari banyak bagian. Penyelam pasti akan muncul karena mereka terampil menyelam, tapi misinya melibatkan banyak pihak karena penuh tantangan.

Regu penyelam TNI AL membawa puing-puing pesawat Sriwijaya Air. Foto: Azwar Ipank/AFP

Regu penyelam TNI AL membawa puing-puing pesawat Sriwijaya Air. Foto: Azwar Ipank/AFP

Perlengkapan skuba harus selalu tersedia. Bantuan logistik pun dibutuhkan. Pencatat waktu bertugas memantau sudah berapa lama kami menyelam. Dokter berjaga-jaga di atas kapal dan sekoci karet untuk mengobati siapa saja yang sakit dan terluka selama misi berlangsung.