Produser 'Reservoir Dogs' Membahas Ultah ke-25 Film Cult Itu Serta Masa Depan Sinema Independen

FYI.

This story is over 5 years old.

Hollywood

Produser 'Reservoir Dogs' Membahas Ultah ke-25 Film Cult Itu Serta Masa Depan Sinema Independen

Lawrence Bender menyinggung kolaborasi rutinnya bersama Quentin Tarantino, Donald Trump, dan kondisi industri film pada umumnya.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.

Meski saat ini Pergelaran Oscars cukup memberi perhatian pada film-film independen seperti Moonlight dan Manchester by the Sea, sebelum-sebelumnya lembaga para sineas film itu tidak selalu bersikap begitu. Mengapresiasi para indie darlings adalah hal yang relatif baru bagi anggota Academy Awards. Dua puluh lima tahun lalu, penghargaan-penghargaan jatuh pada blockbuster Hollywood dengan bujet segudang dan dukungan dari pemain-pemain besar di industri: The Silence of the Lambs memenangkan Best Picture, Best Director, Best Actor, dan Best Actress. (Pemenang dua tahu sebelumnya adalah Driving Miss Daisy produksi Warner Bros. dan Dances with Wolves besutan Kevin Costner, dengan proft kotor US$ 424,2 juta atau setara Rp5,6 triliun.) Namun film kriminal Quentin Tarantino, Reservoir Dogs (1992) berperan besar dalam memperluas cakupan Hollywood hingga film-film independen. Debut penyutradaraan Tarantino ini mengisahkan perncurian berlian oleh bandit-bandit berjas; bersama dengan Sex, Lies, and Videotape (1989) dan beberapa film independen lainnya yang didistribusi Miramax, film ini menyusup Hollywood dan mendapatkan pengakuan dan meraih penghargaan. Di era 90an, mereka mencapai apa yang dicapai film-film seperti The Godfather dan The Exorcist pada era 70an. Memang, film-film berbujet besar seperti Titanic dan Forrest Gump terus mendominasi musim penghargaan, tapi beberapa film independen berhasil menyusup ke ranah arus utama seperti film Clerks karya Kevin Smith dan Rushmore karya Wes Anderson. Reservoir Dogs diproduseri oleh Lawrence Bender, laki-laki berusia 34 tahun yang sebelumnya memproduseri Take of Two Sisters (drama dinarasikan oleh Charlie Sheen) dan film horror Intruder besutan Sam Raimi. Dia akhirnya memproduseri banyak film Tarantino, dengan pengecualian Death Proof, Django Unchained dan The Hateful Eight. Di samping itu, dia adalah produser eksekutif dalam beberapa gabungan film eklektik dari dokumenter pemanasan global An Inconvenient Truth hingga buatan ulang film Nancy Drew yang dibintangi Emma Roberts. Menjelang ulang tahun ke-25 Reservoir Dogs Oktober tahun ini, Bender melayani wawancara bersama VICE. Kami membahas cerita pertemuan perdana dengan Tarantino di awal karirnya, kenapa film superhero mengubah pola produksi film independen, dan bagaimana kepemimpinan Presiden Trump mengubah wajah industri film AS.

VICE: Apa sih yang kamu anggap sebagai peninggalan film Reservoir Dogs ?
Lawrence Bender: Waduh—serius juga ya ngobrol-ngobrolnya. Kami membuat film itu pas di permulaan apa yang kemudian menjadi gelombang pembuat film independen yang sebelumnya belum ada. Studio-studio besar telah membuat film-film hebat di era 70an, dan di era 80an film-film independen cenderung menjadi film-film laga kanon [seperti Missing in Action besutan Chuck Norris]. Reservoir Dogs muncul pas di bagian awal kebangkitan film-film independen yang bukan sekadar film vulgar. Itu adalah film-film yang mematahkan sistem dengan cara yang berbeda. Gimana awalnya kamu bisa berkenalan dengan Quentin Tarantino?
Kami bertemu lewat sesama kawan [Scot Spiegel], yang menyutradarai Intruder dan salah satu penulis Evil Dead II. Dia bilang, "Eh coy, elo mesti ketemu nanti sama si Quentin. Dia idenya gila-gila banget." Nah beberapa waktu kemudian, dia mengadakan pesta musim panas. Di situ saya engga sengaja ngobrol sama Quentin, dan saya bilang, "Tarantino? Kok familier ya namanya. Kayaknya gue pernah baca naskah orang yang namanya mirip. Judulnya True Romance." Terus dia bilang, "Lah, itu emang naskah gue!" Saya bilang, "Engga deh, kayaknya bukan Tarantino. Kayaknya namanya lain." Tapi dia kekeuh bilang, "Eh serius, itu naskah gue!" Saya berkenalan sama dia pertama kali di situ, atau di pemutaran film House of Wax 3D tengah malam. Di antara dua itu lah. Apakah kamu dan Tarantino sama-sama dipengaruhi film-film Hollywood era 70an?
Quentin itu seperti profesor dengan beragam PhD di bidang film. Dia bukan sekadar sineas brilian—dia juga mengkaji film selama hidupnya. Saya besar di era 70an, jadi secara pribadi saya dipengaruhi oleh era itu. Karena di era itulah saya paling sering nonton film—dari Dirty Harry, hingga The Godfather, hingga The Conversation. Apa harapanmu pas dulu memproduseri Reservoir Dogs ?
Quentin dan saya berbeda banget. Dia mengkaji film, sedangkan saya tidak, jadi saya engga tahu mesti berharap apa dari dia. Saya hanya tahu kami lagi buat film. Kami punya mimpi bahwa filmnya akan terpilih di Sundance dan Cannes dan Miramax pengin ngelihat, beli, dan merilisnya. Ternyata semua hal itu kejadian—mimpi kami jadi kenyataan.
Hal hebat lainnya adalah sebelum kami bikin film itu, Sundance menelepon Quentin dan bilang, "Kami akan senang sekali kalau kamu mau datang ke Sundance dan menjadi bagian dari Sundance Film Lab." Kami baru saja selesai casting dan baru mau masuk prep, eh dia bilang, "Elo jaga benteng dulu ya. Gue pengin pergi ke Sundance dan ngerjain film lab itu." Itulah mengapa Sundance penting banget buat kami—Quentin bisa pergi dan memiliki pengalaman hebat di sana. Apakah Hollywood meremehkan Tarantino saat itu?
Sulit banget sih cari dana untuk Reservoir Dogs—tapi memang selalu sulit cari dana untuk debut sutradara. Reaksi di Sundance sangat hebat, tapi di waktu bersamaan, orang-orang bilang, "Ini kekerasannya berlebihan engga sih?" Dan orang-orang resek bilang, "Well, dia emangnya bisa nyutradarain perempuan?" Kami ketawa-ketawa saja. Abis itu dia buat Pulp Fiction—jadi jelas dia bisa mengarahkan perempuan. Kedengarannya membikin Reservoir Dogs adalah pengalaman positif. Apakah pekerjaanmu di Hollywood yang lainnya seperti ini?
Waktu mengubah banyak hal. Era 90an terasa seperti era keemasan kedua bagi perfilman. Quentin dan saya berkesempatan membuat banyak film keren bareng-bareng: Pulp Fiction, Jackie Brown, Dusk Till Dawn, Four Rooms, Kill Bill. Saya juga bikin Good Will Hunting. Saya bukan cendekiawan ya, jadi saya susah bicara soal "Hollywood tuh begini, begitu." Tapi jelas Hollywood adalah tempat yang dijalankan oleh studio-studio mayor. Mereka diperjualbelikan dan dimiliki oleh konglomerat besar dengan integrasi vertikal. Film-film laris lah yang mengemudikan bisnis ini. Ini adalah waktu yang sulit bagi sineas-sineas baru untuk menjajaki industri, karena bisnisnya amat disetir oleh film-film besar yang laris. Di sisi lain—dan jelas ada sisi lain—ada sejumlah orang tajir melintir yang menjadi pendonor. Mereka datang dan bilang, "Well, aku pengin bikin film!" Atas alasan apapun, ada banyak laki-laki, perempuan, dan perusahaan di luar sana yang mendanai film-film independen seperti Moonlight. Banyak film-film yang dinominasikan tidak dibuat oleh studio-studio besar—melainkan dibeli oleh mereka. Adakah sineas muda yang kamu anggap menarik?
Saya baru aja menonton film pendek berjudul Code 8 besutan Jeff Chan. Tonton deh. Film ini adalah gabungan dari apa yang sedang terjadi saat ini, dan berasa banget deh karakter-karakternya—tapi juga ada dunia sci-fi masa depan yang dekat yang kita semua jalani. Akankah Kepemimpinan Donald Trump mempengaruhi budaya perfilman?
Saya berada di sebuah panel ketika kami membuat Inglorious Bastards, dan banyak film yang ada di panel itu adalah film-film yang memiliki relevansi pada aspek sosial. Pas giliran saya yang ngomong, saya bilang, "Gini deh, sejujurnya, sebagai seorang sineas, kamu engga wajib membuat film dengan relevansi sosial. Kita kan bikin film juga untuk menghibur, dan kalau kebetulan ada relevansi sosialnya ya bagus, tapi boleh juga lho bikin film yang sama sekali engga berhubungan dengan dunia kita saat ini." Film-film dengan dampak sosial akan menjadi semakin penting. Sekali-kali kamu memang mesti membuat film yang bisa mempengaruhi hal-hal di kehidupan. Ketika kami membuat An Inconvenient Truth, itu punya dampak. Semuanya amat terbalik saat ini. Ada banyak sekali hal yang terjadi di dunia saat ini, jadi ya susah untuk menentukannya. Tentu dengan perubahan iklim, segala hal yang telah dilakukan [Trump] amat menjengkelkan dan memiliki dampak negatif, jadi saya rasa akan banyak sineas yang termotivasi dengan hal itu—namun butuh waktu untuk menghasilkan cerita-cerita hebat, tulisan-tulisan hebat, dan film-film hebat.

Follow Mitchell Sunderland on Twitter .