YouTube

Kebijakan Baru YouTube Hapus Kemungkinan Debat dan Drama Jumlah Subscriber

Layanan hitung jumlah subscriber real time dari Social Blade tak akan tersedia lagi mulai Agustus 2019. Debat macam PewDiePie versus T-Series mustahil terulang.
Kebijakan Baru YouTube Akhiri Debat dan Drama Jumlah Subscriber
Ilustrasi: Chart dan circle dari Pixabay, YouTube logo dari Wikimedia Commons.  

YouTube melalui blog resminya, mengumumkan kebijakan baru yang berlaku mulai Agustus 2019. Kebijakan itu membatasi akses publik terhadap perkembangan jumlah subscriber suatu akun. Pengguna biasa akan melihat jumlah ringkasan total. Sementara perkembangan riil dari waktu ke waktu (real time) hanya bisa diakses kreator konten atau pemilik akun YouTube saja.

Menurut manajemen YouTube, kebijakan ini diambil agar sistem informasi subscriber di platform streaming video ini menjadi lebih "konsisten". Toh, selama ini ketika pengguna mengklik tombol 'subscribe', mereka hanya mendapat angka ringkasan saja. Tentu saja, yang langsung terdampak oleh kebijakan ini adalah layanan pihak ketiga macam Social Blade—platform untuk memantau perkembangan media sosial—yang biasanya sanggup menyajikan angka perkembangan subscriber secara real time, berkat pasokan data API dari YouTube.

Iklan

Selain Social Blade, yang ikut terdampak tentu saja kaum penggemar tubir online dan drama berbasis jumlah subscriber. Kita ingat, sepanjang sejarah YouTube, terjadi beberapa kali keributan akibat aksi 'unsubscribe' atau saingan menambah jumlah subcriber. Salah satu yang paling terkenal tentu saja aksi penggemar PewDiePie yang menggelar kampanye subscribe massal, supaya posisi mantan kreator individu nomor satu sejagat itu tak tergeser oleh T-Series, perusahaan India yang menyediakan channel YouTube berisi lagu-lagu Bollywood.

Debat panas terakhir terjadi pertengahan bulan ini, ketika dua YouTuber terkenal yang sebelumnya bersahabat, James Charles dan Tati Westbrook, terlibat drama pertengkaran. Jumlah subcriber Charles turun drastis, dan hitungan real time itu jadi bahan debat tak berkesudahan. Dulu netizen juga pernah mengolok-olok The Fine Bros yang hendak mematenkan konsep video reaksi, dan kehilangan jutaan subscriber dalam hitungan hari.

Social Blade adalah piranti analitis yang selama ini membantu netizen memantau pertengkaran berbasis jumlah subscriber macam itu. Social Blade juga dipakai banyak pihak memantau ribut-ribut antara Tati Westbrook vs James Charles. Berkat tubir itu, Social Blade mengaku situsnya kebanjiran 55 ribu orang dalam satu waktu yang kepengin memantau pengurangan riil jumlah subscriber Charles—ini rekor tertinggi Social Blade sepanjang masa.

Jika mengacu pada kasus PewDiePie, awalnya gagasan menggelar kampanye “Subscribe to PewDiePie” bukan semata soal aksi fans yang terlalu fanatik. Para penggemar punya alasan, bahwa kesuksesan T-Series meraih status channel dengan subscriber terbanyak sedunia mengancam komunitas kreator independen di YouTube. Layanan streaming ini dinilai hanya akan berpihak pada perusahaan besar yang punya modal membanjiri YouTube dengan konten. Namun, kampanye itu terpaksa diakhiri, karena kelompok kanan ekstrem ikut mendompleng agar dapat sorotan.

Iklan

Contohnya, teroris yang membantai jamaah salat Jumat di Christchurch, Selandia Baru, ikut mengucapkan "subscribe to PewdiePie" di tengah siaran langsung penembakan massal tersebut. Pelaku penembakan di Sinagog kawasan California, AS, juga mengucapkan hal yang sama sebelum membunuh seorang umat Yahudi. Karena itulah, PewDiePie meminta semua pihak mengakhiri kampanye tersebut agar tidak ada lagi kaum radikal yang memanfaatkan slogan tersebut

Jason Urgo, pendiri sekaligus CEO Social Blade, mengakui pihaknya cukup dirugikan akibat kebijakan baru ini. Laporan piranti analitik mereka tidak bisa lagi presisi menggambarkan perkembangan suatu channel YouTube terhadap klien. Sebagai contoh, jika ada satu channel berhasil meraup satu juta subscriber baru dalam sebulan, maka lonjakannya tidak bisa terlihat dari hari ke hari, atau minggu per minggu. Data Social Blade akan mencatatnya seakan-akan channel tersebut mendadak dapat lonjakan subscriber di akhir bulan.

"Kami sudah berusaha menghubungi YouTube untuk membicarakan kemungkinan dari perubahan kebijakan ini," kata Urgo kepada Motherboard. "Tapi kami belum dapat balasan atau kesempatan membicarakan ini lebih detail."

Berdasarkan rumor yang beredar di Internet, populernya Social Blade sebagai piranti memantau debat/drama YouTuber mendorong munculnya kebijakan akses angka subscriber real time. Isu ini disebar, salah satunya, oleh channel YouTube KEEMSTAR yang sering memakai Social Blade sebagai alat memantau skala perang antar channel. KEEMSTAR menolak diwawancarai Motherboard soal sumber rumor yang dia dengar.

Iklan

Social Blade juga mengaku sudah mendengar, dari sumber tak resmi, alasan data itu akan dibatasi karena "memantau perkembangan subscriber memberi dampak negatif bagi pemirsanya."

Sejak akhir pekan lalu, KEEMSTAR berusaha mempopulerkan tagar “#SaveSocialBlade”. Dia meyakini kebijakan pembatasan data subscriber justru akan merugikan YouTube. Tagar itu sempat menjadi trending di pengguna Twitter Amerika Serikat selama beberapa hari.

Urgo sendiri berharap perwakilan YouTube bisa bertemu dengan Social Blade, sehingga tercipta "solusi yang lebih baik" bagi kedua belah pihak.

"Berdasarkan dukungan dari netizen, yang tergambar lewat tagar #SaveSocialBlade, kita bisa lihat komunitas penonton ataupun kreator YouTube berbagai negara tidak menyukai kebijakan baru soal pembatasan data subscriber tersebut."

Artikel ini pertama kali tayang di Motherboard