FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Perbedaan Politik di Indonesia Berulang Kali Merecoki Orang yang Sudah Meninggal

Emang sih tiap kali pemilu suasana bakal panas. Tapi jangan sampai mindahin mayat kayak di Gorontalo pekan lalu dong. Padahal kejadian di Jakarta tahun lalu udah sedih banget.
Cekcok akibat pemilu bikin warga Gorontalo pindah jenazah
Foto ilustrasi via Shutterstock 

Keluarga di Indonesia benar-benar dibutakan sama perbedaan politik, sampai-sampai sanak famili yang sudah meninggal ikut kena getahnya. Contohnya kejadian di Kabupaten Bone Bolanggo, Provinsi Gorontalo, Sulawesi, pekan lalu.

Keluarga tersebut mengalami cekcok seputar pilihan calon legislatif. Saking parahnya dan toxic-nya perdebatan tersebut, satu-satunya jalan keluar adalah menggali jasad saudara mereka sendiri dan memindahkannya ke lokasi makam lain.

Iklan

Jadi gini, sengketa pilihan politik pasti panas. Tapi jarang banget kita dengar ribut politik yang saking panasnya sampai memicu keputusan absurd dari salah satu anggota keluarga. Kalau ada teman atau kenalan yang meragukan suasana politik di Indonesia memburuk, ceritakan saja kasus ini.

Mari kembali ke cerita utamanya. Semua ini dimulai oleh perempuan bernama Iriani Monoarfa, yang mencalonkan diri sebagai caleg Partai Nasional Demokrat (NasDem). Saudara iparnya, Awano Hasan, berusaha mendukung Iriani, meminta keluarga besar ikut memilih NasDem.

Masalahnya, Abdul Salam Pomontolo dan Sarce Pomontolo—dua saudara Awano—tak sudi mendukung NasDem. Sikap itu bikin Awano kesel habis-habisan. Nah, di sini ceritanya mulai suram bagi Abdul dan Sarce. Awano memiliki tanah yang digunakan sebagai kuburan keluarga. Sarce baru-baru ini mengubur suaminya di situ, sementara tiga tahun sebelumnya dia sudah mengubur cucunya di lokasi yang sama.

Menurut Sarce, Awano memutuskan sepihak kalau kedua jasad tidak boleh dikubur di tanahnya, selama Sarce dan Abdul tidak memilih NasDem. "Saya diminta untuk memilih salah satu calon anggota dewan, jika tidak kuburan suami dan cucu saya diminta untuk dikeluarkan dari kuburan keluarga,” ujar Sarce kepada Kompas.

Soal kepemilikan makam tersebut selama bertahun-tahun sebelumnya juga sudah jadi bahan sengketa keluarga besar. Perselisihan politik akhirnya meletupkan semua konflik tadi ke permukaan—sampai bikin geger media-media nasional.

Iklan

"Dia bilang berulang kali, kamu kalau tidak memilih Iriani, jasad mereka harus dipindah dan ini akan saya pagari," kata Abdul kepada media lokal.

Tidak butuh waktu lama sebelum kasus ini menghebohkan seluruh kota, termasuk pejabat yang berusaha—dan gagal total—menengahi konflik keluarga tersebut. Akhirnya, satu-satunya solusi yang masuk akal adalah memindahkan jasad yang terkubur di tanah Awano, yang mereka lakukan pada akhir pekan lalu

"Kami sudah diundang ke kantor kepala desa untuk mediasi," kata Abdul kepada Detik. “Tapi kakak saya sudah terlanjur luka, kakak saya seorang janda dan sempat dimaki-maki."

Cerita kayak ginilah yang bisa menggambarkan betapa memburuknya situasi politik Indonesia pada 2019. Apa yang lebih tragis dari kisah keluarga yang cekcok sampai menggali makam orang mati hanya karena perbedaan politik? Masih ingat kan tragedi jenazah nenek bernama Hindun di Setiabudi, Jakarta Selatan, yang ditelantarkan warga hanya karena memilih Basuki Tjahaja Purnama? Tragis banget lho ketika politik manusia yang masih hidup terus merecoki orang yang sudah mati.

NasDem sendiri, saat dihubungi terpisah, menyatakan kejadian ini tidak berhubungan dengan kebijakan partai mereka. NasDem menilai insiden di Gorontalo ini hanya perselisihan keluarga yang tak terkendali. Iriani berusaha menjauhkan diri dari kejadian ini. Dia mengaku sedang berada di rumah sakit selama insiden tersebut ramai jadi pembicaraan orang. Sesudah keluar dari rumah sakit, dia merasa kaget melihat namanya beredar di surat kabar.

Iklan

Sementara Awano bikin semua orang tambah bingung karena mengklaim tidak pernah menyuruh siapapun memindahkan jasad dari tanahnya.

“Mereka terus bersikeras, jadi buat saya tidak apa-apa kalau jasadnya dipindahkan,” ujarnya kepada Kompas. “Saya bilang tidak apa-apa. Tapi saya lebih memilih kalau jasadnya tidak dipindahkan, jadi orang tidak bisa bilang ini terjadi karena kami berselisih paham mengenai politik.”

Jadi ada pemaksaan pindah makam atau enggak sih? Kami juga heran kok. Namun politik di negara ini memang dianugerahi berbagai keanehan. Inilah tahun ketika capres terpopuler justru pasangan fiktif yang dikenal sebagai DILDO, dan sebagian besar pemilih lebih memilih golput daripada memilih paslon 1 atau 2. Jadi, kalau ada kejadian tragis sampai keluarga pindah makam gara-gara partai, enggak heran-heran amat juga sih.

Setidaknya kasus ini bikin kita semua merasa lebih nyaman dengan kehidupan keluarga kita sendiri. Mungkin kita semua punya om yang masih pengin hidup di zaman Suharto, atau sepupu yang agak konservatif dan sering khotbah atau nyebar hoax di grup WhatsApp. Setidaknya di keluarga kita belum ada yang ambil sekop dan memaksa jenazah pindah akibat tak memilih partai tertentu.