Seni Rupa

Menelisik Penyebab Industri Seni Rupa Global Penuh Manipulasi dan Penyelundupan

Jual beli karya seni di seluruh dunia bernilai setara Rp892 triliun sepanjang 2019. Tapi tak sembarang orang bisa terjun ke bisnis seni, seperti terlihat dari dokumenter VICE berikut.

Bagi orang awam, dunia seni rupa tampaknya sangat menyenangkan. Para seniman berkarya sebebas mungkin lalu dapat uang banyak, kolektor senang, sementara para makelar seni di balai lelang atau museum ikut kebagian untung. Sayangnya, bila kalian berharap bisa terjun ke bisnis jual beli karya seni tanpa modal sosial memadai, siap-siaplah gigit jari.

Industri ini jauh lebih problematis dari yang sekilas terlihat. Kalian akan melihat peredaran “uang panas” dengan sumber tak jelas, kolektor bermasalah, karya seni kuno hasil selundupan atau pasar gelap, sampai pemalsuan lukisan. Ada banyak penjahat di industri seni, serta jargon-jargon rumit yang membuat tak sembarang orang bisa gabung di dalamnya (apalagi untuk mencari profit).

Iklan

Meski begitu, tak bisa dipungkiri industri seni rupa nilainya amat besar. Penjualan berbagai karya seni secara global sempat mencapai lebih dari US$64 miliar (setara Rp829 triliun) sepanjang 2019. Angka itu jauh melebihi industri film dan musik. Pandemi sepanjang tahun lalu sempat membuat angka penjualan karya seni turun, tapi lelang via online mulai diminati para kolektor tajir.

Kalau memang perputaran duitnya segede itu, kenapa tidak banyak orang terlibat industri seni rupa? Seperti kami bilang sebelumnya, ada proses gatekeeping yang membuat tidak sembarang orang bisa terjun jadi seniman, kurator museum, atau makelar yang punya koneksi orang tajir kolektor lukisan/patung/instalasi seni. Seniman pun tidak semuanya dibayar mahal, mayoritas bahkan beruntung kalau hidup dengan penghasilan di atas upah minimum.

Nilai fantastis pasar seni rupa lebih didominasi lelang karya para seniman klasik (sering dijuluki ‘old masters’). Kalau di Indonesia, tentu artinya ini lukisan maestro macam Affandi, Sudjojono, atau Lee Man Fong.

Di pasar global, angka lelang bernilai fantastis pasti melibatkan nama seniman legendaris sekelas Leonardo da Vinci, Paul Gauguin, Pablo Picasso, hingga Vincent van Gogh. Sejauh ini, lukisan termahal sepanjang sejarah yang terjual US$450 juta di balai lelang Christie’s adalah “Salvator Mundi” karya da Vinci, dibeli pangeran tajir Uni Emirat Arab.

Iklan

Pertanyaan berikutnya, kenapa orang bersedia membayar karya seni sedemikian mahal? Siapa pula para kolektor itu? Nah, dua pertanyaan tersebut membawa kita masuk ke sisi gelap industri seni rupa. Bagi otoritas keuangan berbagai negara, industri seni sudah rutin dipantau karena menjadi sarana pencucian uang hingga pengemplangan pajak. Itu sebabnya banyak orang tajir gemar memiliki hobi sampingan jadi kolektor seni.

Manipulasi pun muncul di berbagai lini, dari penggorengan citra seniman tertentu, pencurian karya seni, penyelundupan, hingga peredaran karya tiruan untuk mengelabui kolektor pemula. Berbagai manipulasi itu terus didalami siasatnya oleh regulator internasional, supaya bisa diakhiri.

Atas berbagai alasan di atas, VICE membuat dokumenter soal lika-liku industri seni rupa dan sisi gelapnya. Supaya kalian bisa memahami, mengapa sebuah lukisan bisa bernilai amat mahal tapi mayoritas seniman tidak otomatis hidup sejahtera.

Simak videonya di tautan awal artikel ini.