Bentrok TNI-Polri

Rusuh Klise Tentara dan Polisi Terulang, Kali Ini di Papua, Tewaskan Tiga Aparat

Sejak OrBa tumbang, dua personel institusi ini sering bentrok bak remaja tanggung. Pejabatnya rutin pakai alasan 'cuma salah paham' agar rakyat memaklumi pajak terbuang sia-sia mengongkosi 'tawuran' aparat.
Bentrok TNI-Polri di Mamberamo Raya Papua Akibat Salah Paham 3 Polisi Tewas
Kolase foto apel gabungan TNI Polri untuk mengamankan pemilu di Jakarta pada 16 Oktober 2014. Semua foto oleh Bay Ismoyo/AFP

TNI dan Polri bentrok lagi. Konflik terbaru mereka terjadi di Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua, Minggu (12/4) pagi waktu setempat. Dalam baku tembak tersebut, sebanyak lima polisi terluka, tiga di antaranya akhirnya meninggal. Polda Papua dan Kodam XVIII/Cendrawasih mengaku belum mengetahui penyebab pasti penyebab pembunuhan di antara dua kelompok aparat bersenjata ini. Dugaan sementara adalah salah paham, alasan template yang sering dipakai setiap adu kekuatan antara TNI dan Polri terjadi.

Iklan

"Insiden yang diduga terjadi akibat kesalahpahaman antara anggota Polres Mamberamo Raya dengan anggota Yonif 755/Kostrad hingga kini masih diselidiki penyebabnya. Kapolda dan Pangdam XVII Cenderawasih dijadwalkan Senin (13/4) ke Mamberamo Raya," kata Kabid Jumas Polda Papua Kombes Ahmad Kamal kepada Antaranews. Kodam XVII/Cenderawasih dan Polda Papua menyatakan segera membentuk tim gabungan untuk menyelidiki asal-muasal bentrok berdarah ini.

Kronologi peristiwa ini disampaikan kedua institusi tanpa detail jelas. Singkat cerita, pada Sabtu (11/4) terjadi pertikaian antara aparat Polres Memberamo Raya dan tentara Yonif 755/20/3-Kostrad. Para tentara batalyon ini seharusnya bermarkas di Kabupaten Merauke, namun tengah ditugaskan bersiaga di Pos Satuan Tugas Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) di Kampung Kasonaweja, Distrik (kecamatan) Memberamo Tengah.

Pada Sabtu pukul 23.00 WIT, pertikaian tersebut telah didamaikan. Akan tetapi rupanya pada Minggu pagi hari, lima polisi dari Polres Memberamo Raya dan Polsek Memberamo Tengah diam-diam mendatangi pos tentara tersebut yang letaknya dipisahkan sungai dari Kantor Polres Memberamo Raya.

"Memang betul ada pertikaian yang berawal dari kesalahpahaman hingga menyebabkan dua anggota [kini tiga] Polres Mamberamo Raya meninggal. Dari laporan yang diterima, terungkap bahwa anggota yang meninggal itu bersama empat rekannya pada Minggu dini hari menyeberang ke Kasonaweja dan berupaya menyerang," kata Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw kepada Kompas.

Iklan

Bentrok terjadi pada pukul 7.40 WIT di pertigaan Jalan Pemda I, Kampung Kasonaweja, menewaskan Briptu Alexander Ndun, Briptu Marcelino Rumaikewi, dan Bripda Yosias akibat luka tembak. Dua polisi lain yang ikut, Bripka Alva Titaley dan Brigpol Robert, terluka dan kini sedang dirawat. Jenazah korban sudah dibawa ke RS Bhayangkara Jayapura untuk divisum.

Selama penyelidikan berlangsung, Kapolda memerintahkan seluruh anggota Mapolres Mamberamo Raya beserta keluarga tidak keluar dari Mako sampai masalah tuntas.

"Kami juga akan konsolidasi untuk menenangkan semua anggota dan prajurit, terutama para perwira yang pegang kendali di lapangan untuk bisa menenangkan semuanya agar tidak keluar dari komando. Semua senjata kami tarik sementara, diamankan agar tidak terjadi apa-apa," ujar Kapolda, dikutip Hai Papua.

Bentrok antara dua institusi yang sempat bersatu di bawah naungan ABRI ini tercatat kelewat sering terjadi dengan alasan yang berbagai macam. Contohnya pada 7 Maret 2013. Sebanyak 75 personel Batalyon Artileri Medan (Armed) 15/76 Tarik Martapura menusuk tiga orang polisi dan satu petugas kebersihan di Polres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, kemudian membakar kantor tersebut.

Di hari yang sama, rombongan ini juga menghajar polisi yang sedang berada di Polsek Martapura, termasuk sang kapolsek, dan membumihanguskan markas polsek, demikian dilaporkan Tempo.

Sementara kejadian di Batam, September 2014, berawal dari penggerebakan polisi ke gudang penyimpanan BBM ilegal. Ternyata ada beberapa tentara punya "kerjaan sampingan" menjaga gudang tersebut. Bentrok antara kedua pihak terjadi. Dua tentara dilaporkan kena luka tembak. Insiden berlanjut ketika tentara tidak terima dan mendatangi markas Brimob.

Iklan

Sama, setelah diselidiki, TNI dan Polri menyebut insiden ini sebagai kesalahpahaman. Juru Bicara TNI Mayor Jenderal Fuad Basya kala itu mengatakan tindakan anggota sebagai penjaga gudang ilegal ini tidak diketahui pimpinannya.

"Mereka itu kan curi-curi. anggota yang bekerja begitu (menjaga gudang BBM ilegal) itu tidak resmi. Komandannya tidak tahu. Istilah kita itu, mencari tambahan-tambahan, sampingan-sampingan," kata Fuad kala itu, dilansir BBC Indonesia.

Di Polewali Mandar, Sulawesi Selatan, acara balapan motor jadi pemicu perkelahian tentara dan polisi pada 2015. Tentara bernama Praka Laksmono dikeroyok Polisi Motor (Patmor) karena bersitegang dengan salah satu anggotanya bernama Ambo Siki.

Sempat didamaikan oleh Kapolres Polman AKBP Agoeng Adi Koerniawan yang mendatangi lokasi kejadian, polisi dan tentara bentrok kembali 1,5 jam kemudian yang mengakibatkan seorang tentara bernama Prada Yuliadi meninggal dunia. Satu orang warga sipil juga tewas dikeroyok anggota TNI karena dikira polisi.

"Iya, itu merupakan orang Bone, 180 kilometer dari lokasi. Untuk korban dari sipil, silakan tanyakan lebih lanjut ke Kodam,: ujar Kepala Bidang Humas Polda Sulselbar AKBP F. Barung Mangera kepada Suara. Bentrok tentara-polisi juga terjadi di Karawang, Tapanuli, Jakarta Timur, dan Maluku. Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad mencatat dalam kurun 1999-2014 terjadi 200 kasus bentrok polisi-tentara yang sudah menewaskan 20 orang.

Iklan

Peneliti Studi Militer yang juga Direktur Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LESPERSSI) Beni Sukadis mengatakan gesekan antara dua institusi meruncing setelah Rezim Orde Baru pimpinan Suharto jatuh. Sebabnya, secara politik TNI tak lagi menguasai sektor strategis, termasuk sektor bisnis. Sementara, peluang lebih terbuka untuk polisi.

"Ada kecemburuan. Hampir di seluruh daerah, kok. Kalau dikatakan konfliknya sepele, ya memang begitu adanya," kata Beni kepada Tirto.

Keadaan diperparah karena dua institusi ini mengimani semua perkataan atasan tak boleh dilawan, dan sialnya, mereka tidak punya pemimpin mumpuni. Pengamat militer Aris Santoso menunjukkan kurangnya teladan dari pimpinan TNI dan Polri untuk dicontoh bawahannya.

"Dari dulu yang kayak gitu-gitu enggak diurus sama pimpinan. Perdamaian formalitas tataran atas, bawahan enggak berubah. Kepemimpinan enggak memberi contoh. Yang atas sibuk mencari kesejahteraan dan jabatan," kata Aris.