FYI.

This story is over 5 years old.

Pendidikan Seks

Pengalaman Masa Kecilku Mirip Banget Sama Serial Netflix 'Sex Education'

Ayahku mengajarkan penyakit kelamin dan seks aman ke teman-temanku di sekolah. Bisa dibayangkan dong, berapa banyak teman sekelas mengira aku serba tahu soal seks.
Sex Education Netflix Otis Jean Milburn
Cuplikan adegan dari Sam Taylor | Netflix

Sejak kecil, saya sudah terbiasa ngomongin soal seks, deepthroat, sampai masturbasi bareng orang tua. Sebagian besar teman sekelas saya cukup beruntung bisa menghindari obrolan ini. Orang tua mereka paling hanya menasehati anaknya agar “berhati-hati”.

Mereka enggak perlu tahu gimana rasanya jadi Otis di serial baru Netflix Sex Education. Ibu Otis adalah terapis seks profesional, yang membantu pasiennya menemukan kembali keintiman dalam hubungan ranjang. “Maksudnya ibumu pelacur?” tanya salah satu teman sekelasnya. “Bukan, cuma dokter gila biasa,” begitu kata Otis dalam serial tersebut.

Iklan

Dalam adegan lain, Adam, teman sekelas Otis, main ke rumah dan enggak sengaja masuk ke ruang praktik ibunya. Otis terpaksa menjelaskan kenapa ada “banyak lukisan vagina” dan video laki-laki meremas buah pelirnya di TV. Dia berpura-pura bilang kalau itu koleksi video pornonya demi menjaga rahasia keluarga. Dia akan mengatakan apa saja untuk menyembunyikan profesi sang ibu. Usaha dia selama ini sia-sia, karena pada akhirnya, sekolahnya memberikan pendidikan seks menggunakan video ibunya yang mengajari cara masturbasi pakai terong.

Saya paham banget dengan apa yang Otis rasakan. Masa kanak-kanak saya pun penuh obrolan tentang penis ereksi yang bisa bikin pendengarnya risih, apalagi bagi anak yang sedang mengalami masa pubertas. Ayahku bekerja sebagai ahli urologi alias dokter spesialis saluran kemih. Kami memang enggak punya koleksi film cara berhubungan seks, tapi ayahku suka mempermalukan saya di depan banyak orang.

Misalnya, keluarga saya dulu sering berenang di kolam renang dekat rumah. Saya berhenti mengunjungi tempat itu waktu mulai puber. Kenapa? Karena ayah memaksa saya pakai handuk hadiah dari perusahaan Viagra. Di handuknya, ada logo biru dan persamaan: simbol Venus + tungkai lemas + Viagra = penis ereksi.

"Ada teman sekelas yang serius menanyakan soal seks dan pubertas kepadaku."

Ketika saya 14 tahun, ayahku sengaja datang ke sekolah mengajarkan tanda-tanda penyakit kelamin dan seks aman. Saya pura-pura keracunan makanan biar enggak usah masuk sekolah hari itu. Tapi ayah kan dokter, jadi dia tahu kalau saya berbohong. Parahnya lagi, ayah sengaja banget mengantar saya ke sekolah! Dia seenaknya menyanyikan lagu band Mannheim Uroband setibanya di sekolah, yang bunyi liriknya "Oh prostate, you're always there for us."

Iklan

Kalau boleh jujur, saya masih lebih beruntung daripada Otis. Setiap pagi, teman kencan ibunya masuk ke kamar Otis karena mengira itu kamar mandi. Sehabis sarapan, dia harus ngobrol dengan pasien ibunya yang mengenakan strap-on. Si Otis pun harus menyaksikan ibunya yang menguliahi Adam tentang ciri impotensi sambil ngerokok bareng.

Pada akhirnya, Otis menyadari kalau dia beruntung. Dia paham anatomi perempuan dan ahli dalam seks, tak seperti kebanyakan anak remaja lainnya yang cuma bisa sok tahu.

Saya juga tahu rasanya. Dari semua cercaan “ayahmu kerjaannya masukin jari ke bokong orang” atau “ayahmu sudah megang berapa banyak penis?”, ada teman sekelas yang serius menanyakan soal seks dan pubertas kepadaku.

Saat beranjak dewasa, saya mulai merasa kalau beberapa teman lelaki saya enggak berani menatap mataku. Saya baru tahu alasannya waktu ngomongin ini ke orang tua pas sedang makan siang. Ayah saya bilang, “Kamu pasti enggak tahu, kan, kalau mereka sering konsultasi denganku?”

Ya, saya memang enggak tahu. Tapi teman sekelas dulu juga enggak tahu kalau saya enggak mau peduli mereka pernah konsultasi sama ayah.

Dari sini, saya baru sadar kalau ternyata punya bokap ahli urologi itu enggak buruk-buruk amat. Seperti yang sahabat Otis, namanya Eric, katakan di serial tersebut: Ilmu pengetahuan adalah kekuatan. Barang siapa menguasai ilmu, maka dialah yang berkuasa.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Jerman