Salah satu kalimat paling terkenal dalam khasanah sastra terdapat dalam dongeng Putri Salju, “Hai cermin benggala, beri tahu aku siapa perempuan tercantik dunia?” ujar si Ratu Bengis sambil memandang sang cermin ajaib. Karena sudah kepalang yakin dirinya yang paling cantik sejagat, sang ratu langsung naik pitam mendengar jawaban si cermin ajaib dan berniat mencelakai Putri Salju yang dianggap sebagai makhluk paling cantik sejagat oleh sang cermin.
Iklan
Generasi kita—meski tak sebengis ratu dalam kisah Putri Salju—barangkali punya kadar kenarsisan yang tak jauh berbeda. Kita keseringan terpukau dengan bayangan kita sendiri. Di zaman kiwari, media sosial bertahta sebagai penguasa kehidupan kita dan foto selfie kita yang sudah difilter sedemikian rupa adalah cermin ajaib versi kita. Generasi sosial media masa kini mungkin tak sampai hati membunuh rivalnya, tapi kebanyakan dari kita dapat nekat menempuh berbagai cara untuk memastikan foto/postingan kita panen like lebih banyak dari postingan rival kita.
Murray Fredericks ingin membalik kondisi ini. Dalam seri foyo terbarunya Salt: Vanity , Murray berusaha merebut kembali cermin dari generasi pengguna media sosial yang narsis ini. Alih-alih memanfaatkan cermin untuk mengamati penampakan fisik seseorang, fotografer asal Australia ini mendorong penikmat karyanya untuk “mengarahkan pandangannya ke keluar menuju lingkungan sekitar kita dan kosmos.”“Cermin bisa dipandang sebagai lambang obsesi kita terhadap diri sendiri, baik secara individu maupun kolektif,” ujar Murray pada Creators. "Pada seri foto Vanity , alih-alih merefleksikan citraan “permukaan” kita, cermin diposisikan guna menggeser arah pandangan kita menuju lingkungan sekitar kita hingga menciptakan kedekatan dengan cahaya, warna serta ruang.”
Murray menciptakan foto-fotonya dengan membawa cermin raksasa ke tengah Danau Eyre di Australia. Dengan luas mencapai 5.900 km persegi, Eyre adalah danau terluas di Australia. Uniknya, kedalaman danau ini cuma 2,5 cm. Alhasil, danau ini seperti genangan air raksasa yang menawan. Murray sendiri telah memotret kawasan perairan air asin sejak 2003 dan kerap menghabiskan waktu berminggu-minggu lamanya untuk memotret lanskap-lanskap luas yang seolah-olah tak memiliki batas.
Iklan
Dalam tiap seri foto tentang Danau Eyre, Murray dengan sadar menggunakan danau sebagai medium, tak cuma lanskap belaka. Dia merancang setiap fotonya dengan garis ufuk yang tak terputus di bagian kanan bawah frame agar setiap penikmat karyanya merasa cermin yang digunakan Murray sebagai bagian dari danua itu sendiri. Lantaran Danau Eyre adalah kawasan perairan yang sunyi dan nyaris tak memiliki pergerakan berarti, danau ini seperti cocok dijadikan tempat meditasi yang khusuk. Dan, Murray berniat mentransfer sensasi tersebut ke dalam karya-karyanya. Pada saat cahaya mulai meredup, Murray menemukan bahwa sebuah imej akan muncul dengan sendirinya. Cermin yang dibawa Murray lantas mengubah imej, dari damai menjadi sureal.“Lewat foto-foto ini, saya menyadari bahwa pencarian saya akan imej yang sempurna adalah kesia-siaan belaka,” katanya. “Mungkin pencarian ini didasari oleh kegamangan saya dan upaya sia-sia keluar dari kondisi hidup manusia. Berdiri di tengah air yang lembut, dikelilingi ufuk tanpa ujung, saya merasakan bentuk penyerahan diri yang sempurna, selagi diri ini menyatu dengan cahaya dan ruang.”