The VICE Guide to Right Now

Jepang Setujui Eksperimen Menanam Organ Manusia Pada Hewan

Ahli bioetika khawatir akan implikasinya, termasuk kemungkinan terciptanya hibrida manusia-hewan.
Gavin Butler
Melbourne, AU
AN
Diterjemahkan oleh Annisa Nurul Aziza
Jakarta, ID
Embrio tikus berusia 13 hari
Embrio tikus berusia 13 hari. Gambar via Wikimedia

Ilmuwan Jepang kini sudah bisa melakukan eksperimen kontroversial. Hiromitsu Nakauchi adalah ilmuwan sel punca yang memimpin tim peneliti dari Universitas Tokyo dan Universitas Stanford di California. Timnya ingin menciptakan hewan hibrida dari sel manusia dengan harapan organnya bisa dicangkok ke manusia. Terlepas dari kengerian yang membayangi, mereka telah mendapat dukungan langsung dari pemerintah Jepang.

Iklan

Jurnal ilmiah internasional Nature menjelaskan Jepang dulu mengharamkan praktik pengembangan embrio hewan dengan sel manusia selama lebih dari 14 hari, beserta mencangkok embrio tersebut ke rahim pengganti, sebelum akhirnya berubah pikiran awal tahun ini. Pada Maret, Kementerian Pendidikan dan Sains Jepang mengeluarkan pedoman baru yang mengizinkan penciptaan embrio manusia-hewan dan menanamkannya ke rahim pengganti. Eksperimen pertama yang disetujui adalah milik tim Hiromitsu.

Sebagian orang menilai percobaan ini menyimpang dari kode etik. Kalangan ahli dan akademisi sendiri telah mengutuk segala jenis penelitian yang memasukkan sel punca manusia ke embrio hewan dan “menciptakan chimera, atau organisme setengah manusia setengah hewan”. Dalam studi yang diterbitkan pada 2017, CEO perusahaan biofarmasi Cellular Engineering Technologies Alan Moy berpendapat pencabutan moratorium untuk “eksperimen menciptakan dan memanipulasi organisme baru yang mengaburkan batas antara manusia dan hewan bisa membuang-buang uang wajib pajak”.

Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat telah melakukan moratorium pendanaan untuk penelitian semacam ini sejak 2015. Sebaliknya, ahli bioetika di Jepang khawatir dengan kemungkinan tersesatnya sel manusia dari organ yang seharusnya dituju, sehingga mengembangkan bagian lain dari tubuh hewan seperti otak. Kesalahan ini berpotensi memengaruhi kognisi spesimen.

Iklan

Hiromitsu menegaskan timnya akan sangat berhati-hati dan tidak mewujudkan embrio hibrida apa pun selama beberapa tahun ke depan. Rencananya, dia akan mulai menanam embrio tikus kecil hibrida sampai 14,5 hari dan embrio tikus besar hibrida sampai 15,5 hari—ketika organnya sudah cukup terbentuk—dan dia akan meminta persetujuan pemerintah untuk mengembangkan embrio babi hibrida hingga 70 hari di masa depan.

“Eksperimennya perlu dilakukan secara bijak dan hati-hati,” kata Tetsuya Ishii, peneliti kebijakan sains di Universitas Hokkaido. “Publik pasti ketakutan dan khawatir mendengarnya, maka mereka harus diberitahu [tentang ini].”

Follow Gavin di Twitter atau Instagram

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.