Covering Climate Now

Penduduk Asia Tenggara Diminta Bersiap Hadapi Kekeringan Parah Berkepanjangan

Jawa Tengah dan Kalimantan diyakini akan terdampak fenomena alam ini.
Penduduk Asia Tenggara Diminta Bersiap Hadapi Kekeringan Parah Berkepanjangan
Kekeringan parah di sawah pedalaman Filipina pada 2015. Foto oleh Romeo Ranoco/Reuters

Selama 30 tahun terakhir, kekeringan sudah dialami 66 juta orang di kawasan Asia Tenggara. Menurut laporan yang terbit baru-baru ini, situasinya akan jauh memburuk di masa mendatang.

Penelitian terbaru Komisi Ekonomis dan Sosial untuk Kawasan Asia Pasifik PBB (UNESCAP) dan ASEAN mengungkap potensi kekeringan akan menjadi semakin ekstrem, bila negara-negara Asia Tenggara tidak bertindak demi mengurangi dampaknya.

Iklan

"Periode kering berkepanjangan tak bisa dihindari, tetapi penderitaan manusia yang mengalaminya bisa kita kurangi. Intervensi di saat yang tepat dapat mengurangi dampak kekeringan, melindungi komunitas miskin, dan menciptakan masyarakat lebih harmonis," kata Armida Alisjahbana, Wakil Sekretaris Jenderal PBB dan Sekretaris eksekutif ESCAP saat dihubungi South China Morning Post.

Studi ini berjudul “Bersiap untuk Tahun-tahun Kering: Melawan Kekeringan di Asia Tenggara,” terutama memantau “negara-negara berkapasitas rendah dan berisiko tinggi”—yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

Seperti diungkapkan laporan tersebut, kekeringan selama ini cenderung diabaikan pemerintah dan tidak mendapatkan perhatian pemangku kebijakan, terutama jika dibandingkan bencana-bencana lain. Kekeringan biasanya dipandang sebagai masalh lokal, padahal terjadi dalam jangka waktu panjang. Karena tidak sering diliput media, banyak orang tidak memahami bahwa dampaknya berpotensi sangat merugikan, bahkan bisa mematikan.

Negara-negara yang mengandalkan pertanian sebagai sumber pekerjaan utama akan menderita. Persediaan makanan berkurang, dan orang yang mempekerjakan tanah pertanian gagal akan terpaksa pindah ke kota. Migrasi ini akan menimbulkan arus urbanisasi di pesisir.

Laporan ini juga menjelaskan kemungkinan terjadinya konflik akibat kekeringan. Bencana alam, terutama kekeringan, sudah pasti menimbulkan degradasi lingkungan, yang bisa memicu konflik mengenai akses pada tanah dan sumber daya.

Iklan

Selama dua dekade terakhir, 80 persen konflik lokal kawasan Asia Pasifik terjadi di daerah yang mengalami kekeringan. Meski kekeringan bukan satu-satunya penyebab konflik, laporan ini membuktikan adanya "hubungan kuat antara konflik bersenjata dan kekeringan lokal, dimana kedua fenomena ini saling melemahkan satu sama lain."

Diperkirakan Asia Tenggara yang akan terdampak termasuk Vietnam utara dan selatan. Di Indonesia sendiri, Sulawesi selatan, Kalimantan, Jawa Tengah, serta Papua juga berisiko terdampak. Penelitian tersebut menyimpulkan perubahan iklim ini berpotensi memperluas ke daerah-daerah lain. Studi ini memprediksi 96 persen kawasan ASEAN akan terpengaruhi kekeringan sepanjang kurun 2071 hingga 2100 kelak.

Studi ini menyimpulkan tiga rencana yang diusulkan ESCAP dan ASEAN untuk diterapkan pemerintah setiap negara masing-masing. Di antarnaya memperkuat mekanisme penilaian risiko kekeringan dan sistem peringatan dini, mengelola pasar pembiayaan risiko kekeringan, dan membantu warga dan bisnis mengadaptasi diri secara lebih baik saat menghadapi kekeringan.

Kekeringan memang tidak bisa dihindari, tetapi kita bisa berharap negara-negara terpengaruh akan menemukan solusi sebelum mumpung masih ada waktu.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.