polusi

Gugat Pemerintah Atas Buruknya Polusi Udara Jakarta, Koalisi Warga Optimis Menang

Jakarta dinobatkan jadi kota dengan polusi udara terburuk sedunia. Berdasarkan pengalaman gugatan soal tanah dan air, koalisi bapak-bapak, LSM, hingga ojol ini berpeluang menang di pengadilan.
Gugat Pemerintah Anies Baswedan Atas Buruknya Polusi Udara Jakarta, Koalisi Warga Optimis Menang Jakarta Polusi Udara Terburuk Sedunia
Asap akibat polusi udara memenuhi kawasan Gelora Bung Karno Jakarta Pusat. Foto oleh Beawiharta/Reuters

Di Jakarta urusan tanah, air, sampai udara jadi bahan gugatan warga. Awal Juni lalu, warga Jakarta didukung beragam LSM menyiapkan gugatan kolektif terhadap pemerintah pusat dan daerah yang dirasa gagal mengatasi masalah polusi udara. Gugatan tersebut rencananya akan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) membuka posko pengaduan polusi sejak April 2019. Rencananya mereka bakal menggugat Presiden Joko Widodo, tiga kementerian, serta tiga pemerintah provinsi termasuk DKI Jakarta. Gugatan tersebut, menurut pengacara Ayu Eza Tiara, awalnya akan didaftarkan pada 18 Juni lalu. Lantaran rumitnya administrasi dan kendala teknis, gugatan tersebut baru akan didaftarkan akhir Juli mendatang. YLBHI akan mewakili 57 warga negara dan LSM dalam mengajukan gugatan tersebut.

Iklan

Salah satunya adalah seorang ayah yang enggan disebutkan namanya yang tinggal di Tangerang, Banten. Dia melayangkan gugatan lantaran sakit sinus anaknya sering kambuh. Sampai-sampai dia harus membeli alat pengukur kualitas udara sendiri, agar dapat menyesuaikan kondisi anaknya. Selain si ayah tadi, sekelompok pengemudi ojek online juga ikut melayangkan gugatan.

"Jadi untuk gugatan pakai meknaisme gugatan citizen law suit [CLS], tahapannya sudah 90 persen, tetapi kita terkendala sama hal-hal teknis, administrasi, dan lain sebagainya karena penggugat cukup banyak. Ternyata ada beberapa penggugat yang kurang persyaratan, jadi kita undur [pendaftaran ke pengadilan]," kata Ayu kepada VICE.

Pada 25 Juni lalu, Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan kualitas udara terburuk sedunia, mengalahkan kota-kota besar India dan Cina. Berdasarkan AirVisual, situs penyedia peta polusi udara dunia, indeks kualitas udara Jakarta sempat mencapai 240 dari maksimal 500. Angka tersebut berarti kualitas udara sangat tidak sehat.

Di bawah Ibu Kota kita ada Lahore, Pakistan; Hanoi, Vietnam; Dubai, Uni Emirat Arab; serta Wuhan, Cina. Mumbai di India yang rajin menduduki peringkat lima besar kini berada di urutan 6 kota dengan polusi udara terburuk sejagat. Sekadar perbandingan, kualitas udara London cuma 12 dan San Francisco di angka 26 pada hari yang sama saat data diambil. Buruknya kualitas udara hari itu memicu warganet mengunggah serangkaian foto dengan tagar #SetorFotoPolusi. Kualitas udara Jakarta tercatat masih buruk hingga artikel ini dilansir, tepatnya angka 159.

Iklan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang bakal menjadi salah satu tergugat, mengatakan polusi merupakan masalah bersama. Dia menyalahkan 17 juta kendaraan yang lalu lalang di Jakarta sebagai penyebabnya. Tidak mengejutkan, mengingat Jakarta bagaikan lahan parkir raksasa yang disesaki mobil, sepeda motor, sampai bus serta truk. Pemprov DKI pernah mencatat 70 persen polusi udara terbesar bersumber dari mobil.


Tonton perjalanan punggawa VICE menelusuri sudut-sudut mengasyikkan Jakarta Utara:


Gugatan warga tak bisa dibilang berlebihan. Jakarta sejak lama dijuluki kota dengan kadar polusi udara membahayakan nyawa. Polusi di Jakarta terbukti berdampak buruk terhadap kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Dari survei yang dilakukan Universitas Indonesia, buruknya kualitas udara menyebabkan masalah saluran pernapasan bagi hampir 60 persen warga Jakarta. Polusi udara juga memicu masalah jantung koroner dan pneumonia.

Masalahnya, mengukur kualitas udara secara akurat di Ibu Kota tidak mudah. Data yang beredar sekarang, baik dari pemerintah maupun lembaga pemantau swadaya, masih kontradiktif. Pemerintah DKI Jakarta sebetulnya menempatkan alat yang bisa mengukur polusi dan baku mutu udara di beberapa lokasi strategis. Namun alat tersebut hanya mampu memonitor partikel ukuran besar, dalam istilah teknis masuk kategori Particulate Matter (PM) 10.

Kedutaan Besar Amerika Serikat memasang alat serupa, tapi bisa mengukur polusi dalam satuan lebih kecil. Polutan ukuran kecil ini yang lebih berbahaya, yang masuk ukuran PM2.5. Sayangnya, piranti milik Kedubes AS itu cuma dipasang di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Padahal, banyak ilmuwan sepakat kadar polusi udara Ibu Kota paling buruk ada di sisi utara dan timur Jakarta. Sementara kalau merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kadar polusi PM 2.5 di Jakarta sudah mencapai 34.57 ug/m3, alias dua kali lipat dari ambang batas baku mutu udara layak sebesar 15 ug/m3.

Iklan

Tubagus Soleh Ahmadi, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), skeptis mendengar pernyataan polusi udara Jakarta yang buruk murni akibat jutaan kendaraan yang lalu lalang. Menurutnya sektor industri di pinggiran Ibu kota—termasuk di Karawang atau Bekasi—juga punya andil membuat udara tambah kotor. Meski pemerintah berusaha mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan transportasi umum, belum ada regulasi ketat mengatur sektor industri agar tidak menyumbang polusi udara.

"Industri-industri maupun juga kendaraan bermotor yang bergerak adalah dua faktor. Jika hanya membatasi sisi transportasi saja tidak cukup," ujar Tubagus pada VICE.

Lantas mungkinkah koalisi warga bakal memenangkan gugatan ini?

Ayu optimis gugatan mereka bakal dikabulkan pemerintah. Dia juga berharap adanya gugatan ini memaksa pemerintah serius memperbaiki kebijakan. Selama ini, menurut aktivis, pemerintah pusat maupun daerah belum fokus memperbaiki kualitas udara di kota-kota besar Tanah Air.

Toh, gugatan macam ini sudah ada presedennya di luar negeri, Akhir Juni 2019, misalnya, seorang ibu dan anak di Prancis memenangi gugatan melawan pemerintah atas persoalan polusi udara. Ibu dan anak perempuan itu menuntut ganti rugi 160.000 Euro, setara Rp2.5 miliar, dari pemerintah di pengadilan Montreuil di Paris timur. Pemerintah dinilai lalai mengendalikan kualitas udara yang membuat mereka sakit-sakitan.

Optimisme Ayu pun cukup beralasan jika berkaca dari kasus sejenis. Seperti disebut di awal artikel, hak hidup atas air dan tanah sudah pernah digugat, bahkan dimenangkan warga di pengadilan.

Januari 2017, warga Bukit Duri memenangkan gugatan terhadap pemprov DKI Jakarta dan Satpol PP, terkait penggusuran permukiman mereka. Selanjutnya pada Oktober 2017, LSM yang mewakili warga Jakarta menang gugatan sampai tingkat Mahkamah Agung untuk mengakhiri swastanisasi air di Jakarta yang terjadi sejak 1998. Walau memang ada catatan kecil, sekalipun warga menang sampai sekarang swastanisasi pasokan air belum juga berakhir.

Setidaknya, ada kesempatan buat warga yang berharap udara di Jakarta bakal membaik. Jadi, jangan ragu menggugat.