FYI.

This story is over 5 years old.

Investigasi Kuliner

Kami Menyusun Peringkat Rasa Saus Sambal Berbagai Resto Cepat Saji di Indonesia

Jujur aja, rasa saus sambal jaringan fast food menyedihkan banget. Rasanya mirip-mirip dan gak pedes sama sekali. Dari hasil penelusuran staf redaksi VICE, ada satu resto jadi juaranya.
Alice .
oleh Alice .
Semua foto jenis-jenis sambal dari resto cepat saji dipotret oleh penulis.

Konsep artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES Amerika Serikat, lantas kami bikin versi lokalnya untuk pembaca VICE Indonesia

Sesudah masuk ke dalam restoran cepat saji, kamu pasti punya ekspektasi tertentu. Kamu sudah ngiler ingin melahap sayap ayam atau burger berminyak nan lezat. Titik. Yang lainnya seakan menjadi tidak penting: suara tangis anak kecil akibat mainan Happy Meal habis, kentang goreng yang melempem, kecilnya nilai gizi makanan yang hendak kamu lahap, dan tentunya saus sambal yang akan menemani pesananmu.

Iklan

Waktu konon adalah uang, jadi siapa juga yang punya waktu mikirin saus sambal ketika dua dada ayam menggiurkan sudah siap disantap di hadapanmu? Masalahnya, di Indonesia, banyak orang doyan makan apapun pakai sambal. Jadi kalau rasa makanannya biasa aja tapi sambalnya yahud, pelanggan pasti lebih puas. Maka dari itulah aku ditugaskan redaksi mengemban misi penting: bikin review saus sambal dari 11 gerai cepat saji di Jakarta.

Pedas itu jelas subyektif. Tapi di Indonesia yang tradisi kulinernya penuh rempah-rempah, seharusnya saus sambal fast food sekalipun menyesuaikan selera orang dan berkualitas tinggi dong? Tak peduli dari mana gerai makanan cepat saji ini berasal, seharusnya manajemen jangan main-main sama rasa saus sambal mereka. Sayang seribu sayang, kenyataan di lapangan jauh panggang dari api.

Akibat keterbatasan sumber daya, aku hanya sempat menyicipi sambal gerai-gerai makanan cepat saji di sekitar kantor. Jadi mohon maaf kalau-kalau ada yang (dan pasti) terlewat ya.

Aku menyicipi setiap saus sambal secara langsung tanpa dioleskan ke lauk apapun menggunakan sumpit. Setelahnya, aku makan pisang untuk menetralkan rasa di lidah. Iya tindakanku agak malesin sih, tapi mau gimana lagi? Semua demi penyelidikan penting soal mutu sambal di jaringan resto cepat saji negara kita. Hhe…

Jadi, seperti inilah kesimpulannya:

Yoshinoya

Kandungan sambalnya: cabai, gula, air, garam, pati tapioka, bawang putih, bawang bombay, cuka, monosodium glutamat, natrium benzoat, natrium metabisulfit.

Ini awal yang menjanjikan, Yoshinoya membuat sambal yang lumayan spesial. Rasa pedasnya nendang, diimbangi rasa manis meresap ke lidahmu. Sambal Yoshinoya tidak terlalu asam, rasanya cukup legit. Berdasarkan rasa dan kandungan elemen kimia di dalamnya, sambal jaringan fast food asal Jepang ini unggul dibanding kompetitor lainnya. Sambal Yoshinoya layak duduk di peringkat dua sambal fast food terpedas versi VICE.

Iklan

Wendy’s

Kandungannya: air, cabai, gula, garam, pati tapioka, bawang putih, asam asetat, monosodium glutamat, natrium benzoat, dan natrium metabisulfit.

Singkat saja, kami menyimpulkan sambalnya Wendy’s gagal total. Cair, tidak kental, rasa akhirnya di lidah artifisial, tawar, dan yang paling parah enggak ada pedes-pedesnya sama sekali. Aku bertanya dalam hati, mengapa sambal seburuk ini bisa-bisanya diciptakan dan dihidangkan. Tanpa menyesal sedetikpun, diwarnai hasil voting secara mutlak, redaksi mendukungku menobatkan sambal Wendy's di peringkat terbawah daftar ini. Hiiih….


Tonton kru MUNCHIES nongkrong bareng semalaman sama sang legenda, mendiang chef kondang Anthony Bourdain:


Bento Steak

Kandungannya: cabai (35 persen), air, gula, emulsi nabati, garam, asam asetat, bawang putih (1 persen), monosodium glutamat, natrium benzoat, natrium metabisulfit.

Bento steak adalah restoran cepat saji lokal yang menjual steak terjangkau di lantai paling atas Blok M Plaza. Untuk ukuran sebuah restoran cepat saji lokal, sambal mereka lumayan jitu. Sambalnya tidak terlalu manis, juga rasa pedasnya lebih otentik, mungkin karena kandungan cabainya cenderung tinggi, 35 persen. Di lidah terasa sedikit rasa gurih yang nikmat. Makanya sambal ini berhak duduk di urutan ketiga terbaik versi VICE, terutama berkat keunikannya. Saus sambal Bento Steak betulan pedas, tidak seperti sambal-sambal lain yang ikut di-review untuk artikel ini.

Iklan

Marzano

Kandungannya: cabai, gula, tapi tapioka, bawang putih, monosodium glutamat, natrium benzoat, natrium metabisulfit.

Meskipun kualitas pizza Marzano salah satu yang terbaik di Jakarta, sayang sambalnya tidak enak. Sambalnya seperti berair dan terasa lebih asam daripada pedas, tanpa diimbangi rasa manis maupun gurih yang membuat sambal ini layak diingat. Kami bertanya-tanya mengapa manajemen resto Pizza ini tidak riset sedikit lebih dalam untuk membuat sambal yang lebih top untuk menyamai mutu pizza mereka yang jempolan. Sambal mereka terpaksa ditaruh di urutan sepuluh.

Pizza Hut

Kandungannya: air, cabai (25 persen), gula, tapi tapioka, garam, bumbu bawang putih, cuka, natrium benzoat, natrium metabisulfit.

Begitu kamu order seloyang pizza di Pizza Hut, biasanya kamu harus menyeimbangkan ekspektasimu antara mendapat kelezatan berkualitas atau sampah berbentuk roti. Namun, bahkan pizza terburuk mereka masih lebih baik daripada sambalnya. Sambal Pizza Hut sungguh-sungguh… medioker. Ada sedikit rasa pedas, ada sedikit rasa manis, ada sedikit asam cuka, ada sedikit rasa gurih, tapi hasil akhirnya tidak ada yang menonjol. Semuanya medioker. Meski begitu, kami merasa perlu memberi apresiasi buat Pizza Hut karena menyediakan saus sambal pertama tanpa monosodium glutamat alias MSG. Sambal ini kami tempatkan di ranking nomor enam.

McDonald’s

Kandungannya: air, gula, cabai (20 persen), garam, emulsi nabati, bawang putih, MSG, asam asetat, natrium benzoat.

Sambal McDonald’s sesungguhnya sama saja kayak sausnya Pizza Hut. Bedanya, saus sambal jaringan resto waralaba global ini terasa lebih kental. Makanya kami beri skor lebih baik. Sambal McDonald's pantas mendapat ranking di urutan lima. Oh iya, aku mau curhat dikit. Eksperimen mencoba sambal ini ternyata membosankan banget. Alasannya? Rasa saus sambal resto cepat saji enggak jauh beda satu sama lainnya. Ya Tuhan, restoran-restoran cepat saji di Indonesia, kalian tuh kreatif dikit bisa enggak sih?!

Iklan

Domino’s

Kandungannya: air, cabai (23 persen), gula, garam, emulsi nabati, bawang putih, asam asetat, natrium benzoat, natrium metabisulfit.

Rasa sambal Domino itu ibarat terdampar di wilayah tidak jelas antara spektrum sambal oke dan sambal ngeselin. Rasanya lebih cenderung asam manis ketimbang pedas. Gak nendang, gak gurih, gak ada yang khas. Gampang sekali dilupakan dan teksturnya aneh, sedikit berair malah. Karena jemek-jemek geje, sambal ini harus puas ada di ranking nomor tujuh.

KFC

Kandungannya: cabai, gula, tapioka, air, garam, bawang putih, cuka, monosodium glutamat, natrium benzoat, natrium metabisulfit.

KFC ternyata menyediakan saus sambal yang tidak terlalu menyedihkan. Aku sejak awal berharap sambal ini lebih baik dari McDonald’s karena waralaba ini hadir di Indonesia lebih lama. Seharusnya mereka paham karakter konsumen Tanah Air. Benar dong, ternyata KFC tidak mengecewakan. Tiap tetes saus sambal KFC adalah pertemuan sempurna antara manis dan pedas dengan hanya sedikit saja rasa asam sebagai penyeimbang. Tapi yang paling menjanjikan dari saus ini adalah rasa gurihnya yang lezat, dan itulah alasan mengapa saus ini layak berada di urutan keempat.

Pepper Lunch

Kandungannya: air, cabai, gula, garam, tapioka, bawang putih, asam asetat, natrium benzoat, monosodium glutamat.

Sambal Pepper Lunch itu mengecewakan, namun mengingat Pepper Lunch lebih fokus sama masakannya, aku tidak terlalu terkejut kalau manajemen kurang serius sama kualitas sambal mereka. Sambal Pepper Lunch cenderung manis dengan rasa artifisial yang membosankan. Udah bagus kami tempatkan di posisi ke-9 dalam daftar ini.

Iklan

K-Kitchen

Kandungannya: air, cabai (30 persen), gula, garam, bawang putih (3 persen), tapi tapioka, asam asetat, natrium benzoat, natrium metabisulfit, emulsi nabati.

K-Kitchen itu adalah sebuah restoran cepat saji ala Korea Selatan yang terletak di lantai atas Senayan City. Sambalnya terasa tawar: tidak manis, tidak asam, tidak pedas, betul-betul MEH. Tapi rasa tawar itu setidaknya lebih baik daripada membosankan, jadi kami memberi sambal ini skor mendingan dan ranking ke-8.

A&W

Kandungannya: air, gula, cabai (24 persen), garam, bawang putih, tapi tapioka, monosodium glutamat, asam asetat, natrium benzoat, natrium metabisulfit.

Ini dia pemenangnya! Begitu orang Indonesia ngomong sambal, yang kita maksud ya harus ada rasa pedas. A&W benar-benar punya keunggulan di sektor pedas. Tidak hanya itu, saus buatan mereka mempunyai rasa warna-warni yang teksturnya pas banget untuk memanjakan lidahmu: manis, gurih, asam, tajam yang renyah, dan banyak rasa lain dikombinasikan secara pas, sehingga setiap tetes sausnya itu enak dimakan sendiri tanpa perlu dicocolkan ke lauk.

*Disclaimer dulu nih: A&W itu dulu restoran cepat saji favoritku sewaktu masih kecil dulu, jadi pasti ada bias pribadi. Tapi setelah dikonsultasikan sama rekan-rekan redaksi VICE lainnya, kami sepakat menobatkan sambal ini sebagai puncak kesempurnaan ala resto cepat saji bagi lidah pecinta rasa pedas di negeri ini.

Pada akhirnya, aku tidak terkejut setelah mendapati begitu banyak sambal cepat saji rasanya mirip-mirip, komposisinya doang yang agak berbeda. Beberapa sambal punya lebih banyak elemen kimia artifisial dibandingkan sambal-sambal lainnya. Semua sambal ini lebih fokus ke rasa manis dan pedas, bukannya asam cuka dan tajam seperti citarasa sambal jalapeno di AS yang pedasnya menyengat lidah.

Tentu saja, mayoritas penikmat kuliner di Indonesia cenderung suka saus sambal yang rasanya lebih natural. Aku ingin sekali bilang kalau idealnya semakin bahan baku saus sambal fast food tidak artifisial, maka semakin baik rasanya. Tapi kenyataannya lidahku sudah terbiasa dan mendambakan senyawa-senyawa kimia ini. Aku menemukan kesenangan tersendiri mencobai tiap tetesan artifisial dengan rasa dan tekstur yang berbeda-beda dalam sensasi pedas.

Catatan lain yang perlu kutambahkan, percobaan ini membuat kepalaku sakit setelah beberapa saat. Jadi buat siapapun yang ingin mencoba eksperimen serupa di rumah dari sampel resto cepat saji lain yang belum dibahas di artikel ini, hati-hati aja deh. Siapkan fisik dan mental. Bukan karena kepedesan, tapi karena kalian akan lebih banyak kecewa dan terpapar bahan kimia daripada cabainya. Duh…