FYI.

This story is over 5 years old.

Clubbing

Kisah PLEASURE Mengembalikan Disko ke Jakarta

Kami bertemu sosok di EO dan brand yang mengguncang party scene Jakarta beberapa waktu belakangan, membahas kebangkitan kembali budaya disko Ibu Kota.

Saat kita menilik kondisi berbagai tempat kelahiran subkultur di dunia—New York 1977, Inggris 1988, atau Jepang 1997—rasanya kita bisa berharap kultur disko kembali bangkit di Jakarta. Beberapa tahun belakangan lanskap politik Jakarta kerap diombang-ambingkan kelompok fundamentalis. Sesekali angka kejahatan meningkat tajam di Ibu Kota. Belum lagi, di TV-TV di Jakarta—dan seluruh wilayah Indonesia—tubuh robot telanjang harus kena sensor karena ketakutan diprotes oleh kalangan konservatif. Dengan latar belakang sosial seperti ini, wajar jika kancah musik underground Jakarta tumbuh subur.

Iklan

Salah satu pelaku musik undergound yang paling gigih di Jakarta adalah PLEASURE, sekelompok begundal musik yang sudah kenyang makan asam garam melakoni scene-scene party Jakarta. Pleasure tak pernah lelah menyuntikan energi mentah paduan berbagai genre di kancah musik elektronik lokal yang selama ini paling mentok cuma menyajikan party bertema EDM standar.

Dalam salah satu aksi termutakhirnya, Pleasure berkolaborasi dengan Junior Executive: kolektif satir yang mengambil inspirasi dari budaya korporat. Junior Executive digagas oleh Nils Schéle dsn Måns Ericson; mantan Manager Humas di Adidas Originals New York dan seorang DJ paruh waktu.

VICE menemui kedua anggota kolektif ini, membahas brand dan EO yang sedang mereka bangun, pengaruh yang mereka serap dari genre dance serta budaya House 90-an, hingga kegilaan mereka terhadap minuman beralkohol.

VICE: Måns, kamu pernah bermukim di Bali dan Jakarta untuk beberapa saat, apa saja yang kamu alami?
Måns Ericson: Sebenarnya aku tak tahu apa yang bisa aku harapkan di Jakarta. Yang aku tahu, aku bakal bertemu dengan orang-orang di balik PLEASURE. Aku kagum dengan party-party yang mereka gelar. Ada energi dalam party yang mereka kelola dan aku tak bisa menemukannya di tempat lain belakangan. Pengunjung yang datang seperti benar-benar suka berjoget dan party. Acara-acara yang mereka gelar bikin aku keringatan. Bahkan, listrik sempat mati. Kalau ngomongin musik, musik yang kami mainkan datang dari bermacam genre. Orang-orang bisa bebas berteriak, berjoget, dan terus minum. Luar biasa.

Iklan

Bagaimana ceritanya sampai kalian bisa bertemu?
Måns Ericson: Kami pertama kali bertemu di Tokyo Mei lalu. Sebelum kami bertemu, Justin Vandervolgen sudah duluan mengirim emial perkenalan karena waktu itu beberapa anggota PLEASURE sedang ada di Tokyo. Kami sepakat untuk bertemu di Club Contact beberapa hari kemudian. Esoknya, aku dan pacarku pergi ke Hiroshima. Kami sedang berada di stasiun kereta Shinagawa ketika seorang lelaki ramah dan pembawaannya—waktu itu stasiun sedang ramai—tiba-tiba menyapa "Lo Måns kan? Gue Indra dari PLEASURE. Ketemu lagi nanti ya di Contact dan di gig lo di Koara sabtu depan, gila aku pikir ini orang random banget. Ya begitulah, kami akhinya ketemu weekend itu. Suasana ketemuannya asik banget. Tak lama kemudian kami mulai berkolaborasi.

PLEASURE: sebenarnya, pertemuan dengan Måns sebenarnya tak pernah direncanakan. Saat sebagian kru PLEASURE sedang berada di Jepang tahun 2016, kami sadar kalau Måns bakal berada di sana di minggu yang sama. Di pagi hari yang sama ketika kami mulai mengirim email ke Måns, tak disangka kami malah ketemu dia di stasiun Shinagawa. Måns memang gampang dikenali (apalagi di Jepang), jadi kami berteriak memanggil. Awalnya dia kaget [tertawa], kami sempet ngobrol sebentar lalu sepakat untuk nongkrong bareng beberapa kali. Kami juga datang ke gig-nya.

Sepertinya kebetulan banget ya, jadi  seperti apa konsep kolaborasi antara Junior Executive dan Pleasure?
Måns Ericson: Begini, pas kami nongkrong di Tokyo, kami kebanyakan menenggak syn-chro. Itu semacam kopi dip brew yang diseduh pakai shochu, bukan air hangat. Jelas kami ingin menaruh resep minuman ini dalam sebuah t-shirt. Lalu aku juga pernah melihat seorang perempuan di Moskow memakai baju dengan gambar gelas anggur dan cipratan anggur. Keren abis. PLEASURE: Kami minum kopi shochu di Koara bar sebelum gig Måns di Tokyo. Kami menenggak kopi itu beberapa gelas dan itu cukup untuk bkin kami melek semalaman. Terus, kami punya ida untuk membuat grafik "resep minuman" di salah satu koleksi kami dan resep kopi Shochu adalah ide pertam yang terpikir. Desain hoodie kami berasal dari selebaran house party ala tahun '90an. Menurut kami, gambar perempuan bugil, anggur/bir dan dance music adalah perpaduan yang sempurna. Måns Ericson: Kami akhirnya kembali melihat-lihat selebaran house club lama. Kalau dilihat-lihat, selebaran ini dipenuhi dengan penawaran yang sok asik seperti "free fruit buffet" atau sejenisnya.

Iklan

Ngomong-ngomong tentang syn-chro , sepertinya minuman itu bisa merusak koleksi kalian, ada cerita menarik lainnya dari pertemuanmu dengan geng Pleasure?
Måns Ericson: aku tak begitu yakin kalau"syn-chro" merusak koleksi kami. Anggap saja minuman itu merasuk pada koleksi kamid dan bikin kami melek semalaman. Orang Jepang memang selalu total kalau membuat segala sesuatu.

Bagaimana dengan musik, sebesar apa perannya dalam kolaborasi kalian?
PLEASURE: Pengaruhnya besar sekali! Semua aktivitas PLEASURE dan Junior Executive sangat dipengaruhi musik. Pengaruh terbesar kami adalah sound disco dan kultur di belakangnya. Jelas sekali kalau member Junior Executive tahu musik macam apa yang dimainkan PLEASURE. Set mereka juga nendang abis. Gig mereka dipenuhi pengunjung yang berjoget semalaman.

Måns Ericson: Bisa dibilang koleksi kami punya tema minuman yang kuat dan sedikit referensi musik. Koleksi kamu bernuansa riang dan intinya sih vibe yang bagus menyatikan banyak orang.

Ngomong-ngomong bisa ceritakan bagimana Junior Executive terbentuk dan apa inspirasi kalian?
Måns Ericson: Kami sudah suka dance music, bikin party dan bikin t-shirt selama 15 tahun terakhir. Aku dan partnerku Nils punya latar belakang pekerjaan di korporasi raksasa. Aku pernah bekerja dengan Adidas selama 13 tahun sementara Nils 10 tahun bersama Levi's. Di lingkungan kerja kami, kami sering lihat orang yang tergila-gila jabatan. Konyol sih buat kami berdua. Semua orang di lingkungan kerja kami punya titel manajer walau kadang tak punya anak buah. Nah, jabatan manajer paling rendah itu kan Junior Executive. Namanya saja manajer, padahal praktiknya sih cuma asisten.

Banyak event di Indonesia mulai merambah fashion untuk memasarkan brand tertentu, bagaimana Pleasure melihat fenomena ini?
PLEASURE: Menurut kami sih ini bagus. Selalu menyenangkan bisa melihat talenta-talenta kreatif muncul dari Indonesia. Bagi kami, caranya tak harus seperti itu. Fashion cuma satu kanal tempat kita mengekspresikan ketertarikan kami akan pakaian serta desain grafis yang menarik. Di setiap merchandise yang kami produksi, sebisa mungkin kami menyuntikan jiwa PLEASURE. Merchandise kami tak dibuat untuk mengejar angka penjualan tertentu.