The VICE Guide to Right Now

Sisi Lain Singapura: Negara 'Crazy Rich Asian' dengan Masalah Ribuan Gelandangan

Sebagian gelandangan di Negeri Singa masih memiliki pekerjaan, tapi terpaksa tidur di tempat umum karena satu dan lain hal.
Ilustrasi tunawisma Sisi Lain Singapura: Negara 'Crazy Rich Asian' dengan Masalah Ribuan Gelandangan
Foto ilustrasi gelandangan oleh Randy Jacob via Unsplash.

Selama ini, Singapura digadang-gadang sebagai negara super kaya di Asia. Statistik menunjukkan 200.000 orang dari 5,6 juta penduduk Singapura adalah jutawan, meski kenyataan berkata lain. Permasalahan seperti kesulitan ekonomi dan tunawisma semakin meningkat di sana, tetapi sering kali tak diindahkan negara.

Dalam studi berjudul Homeless In Singapore: Results From A Nationwide Street Count yang dirilis pekan lalu oleh Jurusan Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di Universitas Nasional Singapura, peneliti menemukan ada sekitar 921-1.050 orang yang tidur di tempat umum di seluruh Singapura setiap malamnya.

Iklan

Ratusan sukarelawan, pekerja sosial, dan LSM terjun ke lapangan selama tiga bulan untuk membantu studi yang diketuai assistant professor Ng Kok Hoe.

Temuan, yang dipresentasikan pada 8 November, menunjukkan kebanyakan tunawisma tidur di pusat kota Singapura.

Dari 88 orang yang diwawancara, empat dari 10 tunawisma tak memiliki pekerjaan. Sementara itu, enam sisanya bekerja sebagai petugas kebersihan, satpam, pedagang dan pekerjaan serabutan lain.

Hampir separuh responden menyebut mereka tidur di jalanan karena menganggur, menerima gaji rendah, dan jam kerja tak tentu. Selain itu, ada juga yang beralasan tak mampu beli atau sewa rumah, dekat dari tempat kerja, dan berselisih dengan keluarga atau teman serumah.

60 persen peserta survei berusia antara 50-60, dan 87 persen orang yang tidur di jalanan adalah laki-laki.

Peneliti menemukan 191 dari 1.000 orang yang bergelandangan terjaga di malam hari. Sebagian besar tidur di geladak kompleks perumahan atau di sekitar bangunan komersial.

“Saya terkejut mengetahui betapa luasnya masalah tunawisma secara geografis, dan sudah berapa lama mereka menjadi gelandangan meski sebenarnya punya pekerjaan,” kata Ng.

Kementerian Sosial dan Pembangunan Keluarga Bahagia Singapura menanggapi, “Permasalahan tunawisma sangat kompleks dan tak jarang menyangkut berbagai masalah sosial yang mendasarinya.”

“Kami melibatkan dan mengarahkan mereka ke penampungan dan lembaga bantuan, seperti kantor layanan sosial dan pusat layanan keluarga, untuk mengatasi masalah jangka panjang mereka,” imbuhnya.

Ng menganjurkan dalam studi agar pemerintah memperbanyak lembaga bantuan di berbagai lokasi, dan menyarankan tempat penampungan untuk melonggarkan peraturan mereka yang terkenal ketat.

Follow Edoardo di Twitter dan Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.