Seminggu Cuma Makan Ayam Goreng Krispi Kaki Lima Membuatku Mimpi Buruk
Foto dan ilustrasi oleh Iyas Lawrence.

FYI.

This story is over 5 years old.

Eksperimen Sosial

Seminggu Cuma Makan Ayam Goreng Krispi Kaki Lima Membuatku Mimpi Buruk

Aku melakoni tantangan yang dikasih bos. Hasilnya bikin aku tertekan lahir batin. Kulit ayam emang enak banget coy, tapi ga lucu juga kalau kita mati gara-gara ayam goreng tepung.

Aku pernah sok-sokan bilang tidak ada makanan yang bisa menandingi cintaku pada kulit ayam krispi. Coba bayangkan saja, lapisan kulit yang didominasi lemak gurih itu, dibumbui tepung berdaya magis berkat gumpalan MSG. Lemak dan bumbu itu digoreng kering dalam didihan minyak kelapa sawit jelantah yang dipakai berulang-ulang lebih dari tiga hari. Biadab lezatnya! Kepada semua kawan, aku selalu menyarankan melahap kulit ayam itu di akhir ritual makan. Kujamin sensasi kenikmatan orgasmiknya tak akan lepas dari mulut kita. Kelezatan ayam goreng krispi inilah seriiiiingg banget aku ceritakan ke rekan-rekan sekantor. Termasuk bosku. Mereka selalu kupameri enaknya ayam goreng tepung, yang di pinggir jalan ya. Bukan dari waralaba asing. Rasanya kayak lebih otentik dan gurih kalau makan ayam goreng kaki lima (selain tentu saja, karena aku mendukung UMKM lokal). Saking sukanya sama ayam goreng tepung lokal ala-ala kaki lima, aku pernah berkhayal tidur dalam gelimangan ayam goreng krispi hangat. Duh indahnya.

Iklan

Khayalanku jadi nyata dong. Bosku bilang aku boleh makan ayam goreng krispi sesuka hati, asalkan aku sanggup mengubah ayam krispi jadi makanan pokok satu minggu penuh. Artinya tujuh hari, ayam goreng krispi pinggir jalan bukan cuma makanan pokok buatku, tapi juga cemilan sekaligus pencuci mulut. Jika aku lapar, hanya ayam goreng krispi itulah yang boleh kumakan. Wah gila sih ini.

Bagi sebagian kalangan di Indonesia, kelas ayam goreng krispi (yang diperkenalkan KFC dan McDonalds) dianggap berbeda dengan ayam goreng tradisional Indonesia lainnya. Pada awal kemunculannya di Indonesia, ayam goreng krispi terkesan elitis, hanya bisa dibeli oleh mereka yang punya privilese akses mudah menuju McDonalds atau KFC terdekat. Harganya dua hingga tiga kali lipat lebih tinggi daripada menu ayam tradisonal. Sejak krisis ekonomi 1998, pelan-pelan muncul beragam bisnis ayam goreng krispi lokal untuk menyiasati keadaan. Kelas menengah yang mendadak miskin kala itu masih ingin makan ayam goreng tepung, tapi harga jual satu potong ayam waralaba asing terlalu mahal. Lambat laun, merek-merek ayam goreng tepung kaki lima justru bisa berkembang. Tak sedikit sukses membikin franchise yang tak kalah masifnya dari nama-nama besar macam KFC, CFC, dan Texas Chicken. Keren juga yah, "Ayam Goreng Krispi Lokal Mendobrak Dominasi Asing"? Cailah.

Namun, kalau kita perhatikan, tampak ada rasa enggan bagi para pedagang (dan juga konsumen) ayam goreng krispi menyebut produk itu sebagai "ayam goreng" doang. Rata-rata penjual ayam goreng tepung menjuluki produknya "Fried Chicken" atau "Fred Ciken", atau "Friend Chiken". Pokoknya yang membedakan ayam goreng krispi dari "ayam goreng tradisional" adalah bahasa yang digunakan harus Bahasa Inggris (dan ada tepungnya). Kalau kamu titip ke teman "ayam goreng" doang, jangan salahkan mereka kalau kamu malah dikasihnya seonggok dada mentok bumbu ungkep kuning.

Iklan

Aku mencoba riset kecil-kecilan, dan bertanya pada ahli gizi Jansen Ongko mengenai risiko yang akan kualami dengan eksperimen makan ayam goreng tepung yang dijual di pinggir jalan seminggu penuh. Apakah aku bakal kena masalah kesehatan?

"Seminggu sebenarnya tidak terlalu panjang, tetapi apabila dilakukan oleh orang yang sudah obesitas atau memiliki masalah kesehatan tertentu maka risiko mengalami penyakit yang lebih serius (kronis) meningkat drastis," kata Jansen padakku. Wah serem juga.

Apa yang dikatakan Jansen berikutnya tak kalah bikin degdegan. "Adapun kondisi yang dapat terjadi dari mengonsumsi fried chicken berlebih adalah hiperkolesterolemia dan hipertensi, sehingga mengarah ke penyakit kronis seperti stroke sampai dengan sakit jantung."

Sepotong ayam goreng mengandung kalori sebanyak 300-350, 20-25 gram protein, 10-15 gram karbohidrat, dan 20-25 gram lemak. Intinya, ga lucu kalau kita cepat mati gara-gara ayam krispi. Belum lagi ada juga riset "jadi-jadian" yang menghubungkan kebanyakan makan ayam dengan berubahnya orientasi seksual. Baiklah, makasih Jansen. Berbekal pengetahuan soal risiko-risiko tadi, aku nekat menjajal tantangan si bos. Doakan aku kakak!

Hari Ke-1 — 'Halo Sabana'

Aku mulai tantangan hari Selasa. Sepertinya sih hari pertama ini lancar-lancar saja. Aku membeli ayam pertamaku merk Sabana, dekat dengan kantor. Sabana termasuk merk waralaba lokal paling laris di pasaran. Favoritku paha atas tentunya! Di hari pertamaku ini Si Bos yang menantangku makan ayam seminggu bawa timbangan ke kantor. Apakah ada semacam konspirasi body shaming di sini? Entahlah. Kami akhirnya sepakat tidak akan menuliskan detail berat badanku, cukup menggantinya dengan XX di hari pertama. Oiya, sebagai siasat karena si bos mengawasi terus, aku enggak boleh makan sayur dan buah. Jadi aku ganti minum yoghurt yang lebih mengenyangkan dan menjaga siklus biologis tetap lancar. Sejauh ini aku masih baik-baik aja.

Ayam yang kumakan: 2 paha atas Berat badan: XX

Iklan

Hari kedua masih hepi banget muka gue.

Hari ke-2 — Kejutan

Setelah seharian sama sekali enggak makan sayur, aku mulai konstipasi. Setidaknya lumayan lah, karena makan yoghurt di hari kedua masih bisa boker tapi sakit juga ya (gak perlu dijelaskn apanya yang sakit). Aku sih enggak merasakan lemas karena enggak makan nasi. Ternyata berat badanku berkurang jadi XX-1! Tapi, aku perlu cerita ke kalian. Di hari ke-2 ini aku mengalami momen pencerahan. Iya, di saat perempuan yang lebih muda dariku sudah dapat Nobel, dan yang lainnya sudah buat robot, aku bisa membanggakan diriku karena menemukan tempat ayam goreng di Mampang bernama D' Besto. Salah satu menunya yang bikin aku ketagihan namanya "Sadas": sayap pedas. Versi murahnya bumbu atomic Wing Stop lah, harganya cuma ¼ kali Wingstop. Jadi aku putuskan beli satu paha atas dan sepaket sadas tanpa nasi untuk brunch dan dinner. Aku ingin sedikit sok-sok-an membandingkan rasa D' Besto dan Sabana, meski aku enggak bisa generalisasi. Cuma semestinya dong waralaba menjaga kualitasnya? D' Besto punya varian lebih banyak, dan Sadas ini adalah inovasi mutakhir. Kadar kepedasan Sadas dibagi menjadi tiga level, aku bertahan di level dua karena lumayan bikin perut panas. Sedangkan Sabana bertahan dengan bentuk yang enggak aneh-aneh. Menurutku untuk variasi penyajian dan rasa, D' Besto juara di sini. Ayam krispi D'Besto enggak berlebihan, krispinya lebih gurih, dagingnya lebih juicy karena bumbu meresap ke dalam lemak ayam-ayam broiler suntikan itu. Sedangkan Sabana, krispinya enggak terlalu gurih dan kulitnya kadang mblenyek. Bagiku, sensasi akhir kulit ayam D'Besto lebih orgasmik daripada Sabana! Aku masih gembira cuma makan ayam krisip dua hari berturut-turut. Terbayang betapa puasnya aku karena bisa melakoni tantangan paling gampang sepanjang hidup… Ayam yang kumakan: 4 sayap ayam + 2 paha atas Berat badan: XX-1

Hari ke-3 — Mulai Eneg

Karena terpesona sama kelezatan D' Besto, aku kembali ke kiosnya di hari ke-3. Kali ini hampir saja malu luar biasa karena waktu beli D' Besto enggak bawa sedikit uang cash. Otomatis aku harus putuskan beli salah satunya, ayam goreng krispi biasa atau variasi Sadas. Pilihan sulit memang. Sadas akhirnya kubawa ke kantor untuk brunch. Terlalu nekat memang. Sadas adalah makanan pertamaku pagi-pagi. Dengan kadar pedas yang kurang ajar kok sepertinya aku menyiksa diri yah? Sejauh ini perutku masih baik-baik saja meskipun tadi pagi kayaknya aku enggak ada ritual panggilan alam. Ini bikin berat badanku naik dari hari sebelumnya XX-1, jadi XX+1 kilogram. Siangnya aku beli Sabana dua, untuk makan siang dan makan malam. Maklum, cuma sabana yang paling dekat dari kantor.

Sambil nongkrong, aku tetap setia pada tugas cuma makan ayam seminggu penuh. Fiuuhhh….

Iklan

Malam harinya aku dan teman-teman kantorku yang gaul itu pergi nongkrong karena ada farewell teman kami. Tempatnya di Fatmawati, yang terkenal akan kedigdayaan abidinnya. Walaupun di situ ada banyak makanan, lagi-lagi aku cuma makan ayam goreng krispi merk Sabana. Ternyata Sabana dan Abidin rasanya cukup bisa 'kawin'. Eh, tapi kok perutku mulai ada yang aneh…. Ayam yang kumakan: 4 sayap ayam + 2 paha atas Berat badan: XX+1

Hari ke-4 — AKU TERSIKSA

Aku cabut pernyataanku barusan. Sepertinya aku menyesal bilang Sabana dan Abidin bisa bersama. Kalaupun mau nongkrong bareng, mereka demennya bertarung di tubuh kalian. Ayam goreng krispi dan anggur bikin kerongkonganku pagi ini perih sekali. Jangan gaes, jangan sekalipun menyatukan mereka. Siksaan ini mulai membuatku gila pelan-pelan. Aku mulai bete tiap kali lewat warung yang asap dapurnya ngebul sampai pinggir jalan pas aku lewat. AKU PENGEN MAKAN SELAIN AYAM GORENG KRISPI NJIRRRRR….. Siang harinya, aku berhasil mengontrol diri. Aku kembali ke pelukan Sabana. Kali ini aku cuma beli satu Sabana paha atas. Gara-gara tenggorokanku sakit banget, akhirnya itu berimbas pada nafsu makanku. Di hari keempat ini aku sudah bosen abis lihat ayam goreng krispi dan sebangsanya. Rasanya aku ingin buka jendela lalu berkokok. Malam harinya, demi meningkatkan nafsu makan, aku tiba-tiba berpikir mungkin sambal ayam penyet akan menolong. Iya, selama ini aku hanya makan ayam goreng krispi dengan sambal botolan yang sama sekali enggak menggoda. Aku menyiasatinya dengan sambal ayam penyet yang kubeli khusus buat makan malam. Ternyata eh ternyata, sambal penyet justru menyiksa. Seketika asam lambungku naik drastis, perut mual, dan aku batal makan malam. Aku cuma bisa makan obat dan untungnya berhenti seketika. Hah. Sambal penyet bukan ide bagus jika dimakan tanpa nasi dalam keadaan perut kosong sepertinya. Sial, masih harus makan ayam tiga hari lagi. NGAPAIN AKU HARUS NGEIYAIN TANTANGAN MAKAN AYAM SEMINGGU??????!!!!! Ayam yang kumakan: 2 paha atas Berat badan: XX

Hari ke-5 — Ayam Kota Lain dan Keinginan Curang

Adikku ulang tahun, aku diminta pulang ke rumah kakek di Purwakarta, kota kecil yang enggak jauh-jauh amat dari Jakarta. Seandainya jalan tol enggak macet, ke rumah kakek cukup 1,5 jam saja. Pagi-pagi aku bergegas menuju pemberhentian shuttle travel. Sial, pagi itu macet dan aku dapat 'panggilan alam'! Aku di dalam shuttle selama tiga jam terduduk mulas tak berdaya. Di rumah kakek, aku minta sesajen khusus. Bukan masakan rumah melainkan ayam goreng krispi jalanan! Awalnya keluarga mau membelikanku KFC (Iya di sana ada KFC kok), tapi aku menolaknya. Sebagai gantinya aku dibelikan empat paha bawah ayam krispi merk Hisana. Setahuku, merk waralaba lokal ini juga ada di Jakarta. Rasanya? Sialan, ini lebih enak dari D'Besto! D' Besto boleh menang karena Sadas, tapi sensasi akhir yang Hisana berikan padaku sungguh sulit dilupa. Mustahil bagiku mengalami fenomena 'ingat nama lupa rasa'. Hisana beneran yang terbaik (kalau aku ga nerima tantangan ngehek ini hhhhh). Berhubung semalam asam lambungku berontak, dan siangnya 'diare', aku yang sudah mulai bosan dengan ayam goreng yang gitu-gitu aja, berpikir untuk bikin inovasi lain. Aku suir saja ayamnya kuaduk dalam mayonaise dan aku campur dengan chili flakes. Aku sempat mau curang. Ada sayur bayam bening teronggok di meja makan kakek. DUUUUHHH, AKU PENGEN SAYUR. Perdebatan dalam benak ini begitu hebat. Ambil sayur engga ya???? Emosiku memuncak. Aku curang…. dikit. Jadi aku ambil kuahnya doang. Aku minum kuah sayur bening sampai puas.

Aku mulai benci makan ayam goreng krispi, tapi harus diakui Hisana enak banget. Kesel…. Ayam yang kumakan: 4 paha bawah Berat badan: Hari ini lupa nimbang euy.

Iklan

Aku sudah mulai tersiksa secara mental maupun fisik gara-gara ayam goreng krispi pinggir jalan. Aaarrrrrggghhhhh….

Hari ke-6 — Chicago dan Batas Kewarasan

Minggu sore aku kembali ke Jakarta berbekal sepotong paha atas dari merk baru yang aku coba beli di Purwakarta: Chicago! Namanya Amrik banget ye? Ternyata rasanya tak kalah enak, meskipun Hisana masih juara. Kalau versi ayam goreng krispi biasa mungkin Chicago head-to-head lah sama D' Besto. Itu semua penilaianku, seandainya kondisi tubuhku normal. Di hari ke-6, aku sudah enggak nafsu makan sama sekali. Tenggorokanku yang dipaksa makan ayam goreng setiap hari sudah meronta minta sayur. Sepertinya aku sudah mau menyerah, tapi rasanya aku enggak boleh kalah. Ntar si bos ketawa, "katanya doyan banget sama ayam goreng krispi, masa cuma sanggup ikut tantangan enam hari?!" Kepalang tanggung. Ayam goreng krispi ternyata tantangan paling biadab yang pernah kuhadapi dan harus kutaklukkan. Bukan SNMPTN, bukan ujian ngaji, bukan preman kopaja, tapi malah AYAM GORENG KRISPI!!!!!! Ayam yang kumakan: 2 paha atas Berat badan: Lagi-Lagi Ga nimbang. Ga berani.

Hari ke-7 — HARI TERAKHIR!!!

Hari ini adalah hari terakhirku makan ayam goreng. Sumpah aku udah enggak nafsu makan. Setiap hari aku minum yoghurt dan vitamin C biar enggak sakit. Tenggorokanku sudah enggak bersahabat dan mulai batuk-batuk. Hari ini saking enggak nafsu makannya, aku cuma bertahan dengan satu potong paha atas. Sempat pengin ngopi tapi perutku kosong. Pas siang agak panas, pengen minum yang ada esnya tapi aku batuk. Ah akhirnya aku menyerah pukul 01.00 dini hari (berarti sudah masuk 8 Agustus). Di kosan aku menggasak semangkuk salad dan jus. Aku makan juga cookies coklat sekaligus sebagai makanan penutup dini hari. Aku enggak mau lagi lihat ayam goreng krispi setidaknya sebulan ke depan. Aku muak. Aku timbang berat badan. Sedikit senang. Hasilnya susut 1 kilogram! Iya tapi apalah artinya turun berat badan toh kurus bukan berarti sehat kan? Kurus bukan berarti bahagia. Gemuk pun bukan berarti bahagia dan sehat.

Pendek kata, aku cinta ayam goreng krispi, tapi aku ga mau lihat makanan itu setidaknya sampai berbulan-bulan ke depan. Plus, eksperimenku jelas bukan jalan terbaik untuk diet. Jadi jangan ditiru ya!

Ayam yang kumakan: 1 paha atas Berat badan: XX-1