Tentara Myanmar Dituding Berupaya 'Menghilangkan Bukti' Jasad Warga Rohingya di Kuburan Massal
Sekelompok pengungsi muslim Rohingya tiba di Shah Porir Dwip di Kamp Teknaf, Bangladesh pada 27 September 2017. Mereka melarikan diri dari operasi militer Myanmar di Rakhine yang dimulai pada 25 Agustus. (Foto oleh Rehman Asad/NurPhoto via Getty Images).

FYI.

This story is over 5 years old.

Myanmar

Tentara Myanmar Dituding Berupaya 'Menghilangkan Bukti' Jasad Warga Rohingya di Kuburan Massal

Associated Press menemukan kuburan massal di Provinsi Rakhine, bukti terjadi pembersihan etnis oleh militer. Wajah jasad dibakar dan diberi asam untuk menghapus jejak pelaku.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.

Kamis lalu, liputan investigatif kantor berita Associated Press mengungkap adanya beberapa kuburan massal menampung mayat kaum Muslim Rohingya yang dibantai dan dibakar menggunakan asam. Jasad-jasad tersebut dikubur massal di sebuah desa pelosok Negara Bagian Rakhine, Myanmar.

Penemuan kuburan massal yang sebelumnya tidak dilaporkan ini menunjukkan bukti lebih lanjut telah terjadi upaya genosida menyasar kaum Muslim Rohingya di utara Myanmar sebagaimana dituduhkan media sejak tahun lalu.

Iklan

AP mengkonfirmasi keberadaan kuburan massal di desa Gu Dar Pyin, Rakhine, setelah wawancarai lebih dari dua lusin pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh. Beberapa dari mereka memiliki rekaman ponsel bertanggal yang menunjukkan kuburan itu.

Laporan AP menandaskan dalam video tersebut, tertanggal 13 hari setelah serangan militer pertama pada 25 Agustus tahun lalu, tampak mayat tanpa kepala dan badan yang mengambang di genangan asam berwara biru kehijauan.

Para pengungsi yang merupakan korban selamat dari kekejaman ini melarikan diri ketika sekitar 200 tentara Myanmar menggelar operasi brutal dibantu milisi sipil, terhadapminoritas Muslim Rohingya di Rakhine. Militer dan milisi lokal mendatangi Gu Dar Pyin pada 27 Agustus, membakar rumah-rumah, serta menembak orang-orang yang tidak dapat melarikan diri.

Hampir setiap orang yang diwawancarai melaporkan setidaknya melihat tiga kuburan massal besar di pintu masuk desa. Ada juga beberapa yang mengkonfirmasi melihat dua kuburan massal besar lainnya di dekat sebuah sekolah.

Korban hidup mengklaim bahwa tentara Myanmar berusaha menghilangkan bukti korban dengan membakar mereka menggunakan asam. Mereka mengatakan bahwa dua hari sebelum kejadian para tentara membeli 12 kontainer besar berisi asam di desa yang tidak jauh dari situ.

Seorang korban selamat, bernama Noor Kadir, memberi kesaksian bila ia hanya bisa mengenali identitas enam temannya berdasarkan pakaian yang dikenakan jasad. Wajah mereka telah terbakar atau ditembak, sehingga sulit sekali dikenali.

Iklan

"Mayat-mayat dikubur secara bertumpuk," ujarnya kepada AP.

Akses jalan menuju desa ditutup paksa oleh pihak berwenang di Myanmar. Setidaknya citra satelit menunjukkan bahwa situs tersebut telah dirusak. Kepala Desa Gu Dar Pyin mengatakan sejauh ini ada 75 orang warganya yang tewas, namun mereka khawatir jumlahnya bisa jauh lebih banyak dari itu.

Juru bicara Militer Myanmar tidak menolak berkomentar tentang kuburan massal tersebut. Sementara pejabat setempat mengatakan mereka tidak tahu apa-apa.

Pemerintah Myanmar berulang kali menolak jika telah terjadi operasi militer dan pelanggaran HAM terhadap minoritas Rohingya. Padahal sudah tersedia bukti kuat yang mendukung klaim PBB bahwa aksi genosida benar-benar terjadi.

Yanghee Lee, utusan khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, menyatakan bukti pembantaian di Rakhine yang ada menunjukkan "aksi genosida", tapi ia tidak bisa memastikan sampai mahkamah pidana internasional mengevaluasi temuan tersebut.

Pegiat Hak Asasi Manusia mengatakan bukti baru kekejaman ini menyoroti keprihatinan masyarakat internasional dan menguatkan niat mereka untuk menghukum pelaku.

"Laporan AP menunjukkan bahwa tentara Tatmadaw telah merencanakan pembantaian ini sebelumnya," ujar Phil Robertson, Wakil Direktur Human Rights Watch di Asia.

Ada lebih dari 680.000 korban yang diperkirakan telah meninggalkan Myanmar, negara dengan penduduk mayoritas beragama Buddha, sejak terjadinya kekerasan yang dimulai Agustus lalu. Masih belum diketahui berapa jumlah korban yang terbunuh, tetapi menurut perkiraan Doctors Without Borders, ada sekitar 6.700 orang Rohingya yang tewas setelah tindakan brutal tersebut dimulai sejak Agustus tahun lalu.