FYI.

This story is over 5 years old.

Celaka Akibat Teknologi

Waspada Udah Sering Terjadi: Sopir Truk di Bali Masuk Jurang Akibat Terlalu Percaya GPS

Bertambah satu lagi kecelakaan akibat ketergantungan manusia modern pada aplikasi navigasi. Kasus serupa di berbagai negara sudah terlalu banyak lho.
Terlalu Percaya panduan navigasi google maps bisa bikin pengemudi celaka
Screenshot via Google Maps

Kayaknya manusia modern sudah terlalu mengandalkan aplikasi navigasi deh. Soalnya, kecelakaan gara-gara mengikuti panduan aplikasi macam Google Maps atau Waze berulang kali diberitakan media. Nah, kasus terbaru di Indonesia ini menambah panjang daftar menyedihkan di atas.

Panduan Google Maps malah membuat sopir truk bernasib malang jatuh dari tebing ke sungai di Desa Adat Gelogor, Kabupaten Gianyar, Bali. Sopir bernama Agus Tri Pamungkas itu terlalu taaat mengikuti rute yang, setelah dilewati separuh jalan, hanya bisa menampung sepeda motor.

Iklan

Pecalang Desa Adat Gelogor, I Ketut Sumardika, menyatakan sopir truk dari Banyuwangi itu hendak mengantar barang ke Ubud. Dia melewati jalur alternatif dan kebingungan. Tapi, alih-alih bertanya pada warga, Agus memilih terus mengikuti petunjuk di Google Maps. Seharusnya Agus tak meneruskan perjalanan, sebab jalan desa itu sangat buruk dan lebarnya jelas tidak memadai buat truk.

"Saat berada di jembatan, dia sudah bingung mau balik arah, tapi karena jalannya tak lebih dari tiga meter, dia pun tak bisa berbalik," kata Sumardika kepada awak media. "Saat ia berusaha naik ke jalan tanjakan yang kondisinya rusak. Lalu truknya mati, lalu terpelanting ke bawah."

Untungnya, si pengemudi hanya menderita luka ringan saat dievakuasi warga. Sayangnya, tidak semua orang yang 'beriman pada GPS' seberuntung Agus. Pada 2015, seorang perempuan meninggal akibat luka bakar parah

setelah mengalami kecelakaan mobil. Polisi menyimpulkan suaminya, yang mengemudi saat insiden, terlalu fokus pada instruksi GPS hingga dia tidak melihat tanda jalanan tertutup.

Kecelakaan yang disebabkan GPS dan aplikasi navigasi terlalu sering terjadi di seluruh dunia. Di California, Amerika Serikat, insiden seperti ini bahkan mempunyai nama: mati akibat GPS.

Kini, kebanyakan orang mengetik tujuan di aplikasi di ponsel dan mempercayakan rutenya tanpa banyak bertanya. Saat mengemudi, kita mengikuti arahan aplikasi-aplikasi ini membabi buta. Karena dimanjakan kepraktisan, tampaknya kita semua berasumsi aplikasi Google Maps dan Waze selalu benar. Padahal wajib diingat, semua aplikasi ini tidak sempurna, dan ketidaksempurnaan informasi terkait rute jalan bisa mematikan jika kondisi medannya berbahaya.

Iklan

Selain berpotensi membahayakan pengemudi, aplikasi navigasi kadang sangat menyebalkan. Di AS, banyak perumahan mengalami peningkatan lalu lintas akibat aplikasi navigasi yang mengarahkan pengemudi dari jalan raya, menuju jalanan desa-desa sepi. Perumahan sunyi menjadi jalan pintas bagi para komuter.

Google Maps, yang diluncurkan pada 2005, berawal sebagai aplikasi web yang menampilkan peta yang dapat ditelusuri dan di-zoom. Sebelum munculnya ide untuk Google Maps sudah terdapat berbagai peta digital serupa.

"Google Maps bukan yang pertama, tetapi peran Google Maps dalam mengubah peta digital, membuatnya menjadi populer, dan membawanya dari dunia teknologi ke kesadaran publik harus diingat," kata Gary Gale, ketua antarmuka pemrograman aplikasi di Ordnance Survey Inggris, kepada The Guardian, sepuluh tahun setelah Google Maps dirilis.

Kini, 13 tahun kemudian, Google Maps telah merevolusi cara kita mengemudi. Selain memberi update situasi lalu lintas, arah mengemudi—hingga navigasi satelit untuk setiap belokan—aplikasi ini juga mengizinkan penggunanya mendaftarkan dan merekomendasikan tempat-tempat dan aktivitas kesukaan mereka. Pada 2013, Google Maps membeli saingan terbesarnya, Waze.

Menurut penelitian yang terbit pada 2018 oleh The Manifest, hampir 70 persen pengguna aplikasi navigasi memilih Google Maps dibandingkan aplikasi pesaing, karena memiliki data ekstensif yang memungkinkannya memberi arahan lebih baik ketimbang aplikasi GPS sejenis. Tak heran, sebab Google merupakan mesin pencari terbesar di dunia. Namun, punya database besar bukan berarti aplikasi ini selalu benar. Pengemudi truk di Bali salah satu korbannya.

Di Indonesia, negara yang punya lebih banyak sepeda motor ketimbang mobil, larangan memakai GPS ketika mengemudi sedang diusulkan parlemen. Masih belum jelas apakah larangan tersebut berlaku untuk pengemudi mobil dan sepeda motor, tetapi jika tujuan larangan ini untuk mencegah kecelakaan fatal, mungkin ia dibutuhkan untuk keduanya.

Mungkin sudah saatnya kita tak 100 persen mengandalkan teknologi yang tak sempurna.