FYI.

This story is over 5 years old.

Berita

Warga Amerika Ramai-Ramai Menimbun Senapan Serbu Menjelang Pilpres

Para penggila senjata di AS khawatir mendengar wacana Hillary Clinton akan melarang penjualan senapan serbu jika menang pemilu, dampaknya penjualan senjata menunjukkan peningkatan tajam.
Anggota paramiliter di Ohio berdiri menenteng senapan serbu di Alun-Alun Kota Cleveland pada 19 Juli 2016. (Foto oleh Michael Robinson Chavez/The Washington Post via Getty Images)

Artikel ini pertama kali tayang di The Trace

Toko senjata 'Top Gun' di Terre Haute, Indiana, Amerika Serikat, sejak jauh-jauh hari sudah memperoleh firasat bisnis mereka akan semakin sibuk menjelang November "Semakin sering Trump bicara, entah mengapa mayoritas penduduk terkesan makin mendukung Hillary," kata Don Sabla, manajer toko tersebut, saat diwawancarai melalui telepon.

Beberapa hari terakhir, penjualan senapan serbu di tokonya meningkat drastis. Toko yang dikomandoi Sabla terhitung besar untuk ukuran Terre Haute, wilayah yang kerap menjadi acuan para analis saat memprediksi hasil pemilihan presiden AS. Top Gun hanya satu dari beberapa toko senjata di kawasan yang sama, melaporkan adanya peningkatan penjualan senapan serbu—senjata api otomatis laras panjang menggunakan amunisi kaliber menengah—lantaran warga mengantisipasi hasil pemilu yang tidak sesuai harapan.

Iklan

Artinya, mengantisipasi jika Hillary dapat mengalahkan Trump. Pasalnya, capres Partai Demokrat itu beberapa kali sudah mengumumkan bakal membatasi peredaran senjata api, terutama yang berjenis otomatis.

Dihubungi terpisah, Ace Firearms, toko senjata di St. Augustine, Florida, menyatakan sepertiga pembeli dalam satu minggu terakhir memborong pelbagai jenis senapan serbu. Sebagian konsumen secara terbuka mengaku khawatir Clinton menang pemilu, demikian pengakuan Harry, manajer toko itu yang menolak menyebutkan nama lengkapnya.

Asosiasi Senjata Api Nasional (NRA), kelompok pelobi industri senjata terbesar di AS, sejak masa-masa awal kampanye bergegas menuding Clinton sebagai ancaman bagi hak warga Negeri Paman Sam menenteng senjata. Di sisi lain, Clinton pun memanfaatkan momentum kampanye dengan menjanjikan pemeriksaan latar belakang calon pembeli senjata, agar calon teroris ataupun orang dengan gangguan jiwa tidak mudah mendapatkan pistol atau senapan. Satu janji Clinton yang segera mengundang kontroversi adalah idenya melarang sepenuhnya penjualan senapan serbu lintas negara bagian.

Data-data yang memastikan peningkatan penjualan senapan serbu belum akurat karena tidak ada data terpadu. Kendati begitu, angkanya masih bisa diraba. Pada Oktober 2016, Biro Investigasi Federal (FBI) melakukan pemeriksaan latar belakang data kriminal (NICS) kepada 2,3 juta orang. Angka ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah khusus untuk data Oktober saja.

Iklan

Sturm, Ruger, & Co. selaku perusahaan senjata yang sahamnya diperdagangkan di bursa, melaporkan pemasukan senilai $120.9 juta (setara Rp 1,5 triliun) sepanjang triwulan III tahun ini, artinya meningkat 34 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Ruger lewat paparan publik menyatakan bahwa pendapatan kotor mereka untuk 2016 kemungkinan besar "akan meningkat dipicu kampanye pilpres."

Adapun Smith & Wesson, perusahaan senjata lainnya yang melantai di bursa, belum mengumumkan laporan keuangan untuk triwulan III. Jika kita melihat laporan triwulan II,yang dirilis 31 Juli lalu, dapat kita lihat bahwa produk senapan serbu dari perusahaan ini penjualannya turut melonjak tajam. Peningkatannya mencapai 109 persen dibanding triwulan yang sama 2015. Penjualan senapan serbu Smith & Wesson bahkan lebih tinggi 38 persen dibanding produk-produk pistol kecilnya yang selama ini populer.

"Suasana politik telah mempengaruhi publik karena muncul wacana pembatasan senjata," kata juru bicara Smith & Wesson.

Di AS, isu pembatasan senjata api serta hak warga memilik senapan sesuai UUD selalu menjadi perdebatan serius. Namun ini bukan pertama kali terjadi. Setiap kali ada capres atau presiden yang mengumumkan gagasan pembatasan penjualan senjata, maka banyak warga AS berbondong-bondong menimbun senapan. Produsen senjata pun tak kalah cerdik. Mereka akan bergegas membuat iklan yang menakut-nakuti orang agar cepat membeli senjata api sebelum ada larangan resmi dari pemerintah.

Iklan

Contohnya seperti yang dilakukan Gander Mountain, jaringan waralaba toko alat olahraga yang juga menjual beberapa jenis senjata. Sepanjang 23 Oktober hingga 19 November, nyaris semua cabang toko ini memasang poster bergambar senapan otomatis Ruger AR-15 dengan tulisan "Lindungi Hak Asasimu." Iklan itu sekaligus memasang slogan #GUNVOTE, rancangan kelompok pro-senjata.

Sebagian pariwara toko lain lebih blak-blakan lagi memajang nama Hillary, supaya orang lebih tergerak membeli banyak senjata. Westside Armory di Las Vegas, sengaja memasang iklan lewat surat kabar setempat dengan narasi semacam ini: "harga senapan akan melonjak jika nanti Hillary si culas menang pemilu," sambil mempromosikan AR-15 buatan Smith & Wesson dengan harga diskon.

Ada alasan para pedagang senjata tanpa malu-malu membuat iklan menyerang salah satu capres. "Karena kebijakan Hillary jelas akan merugikan bisnis kami di masa mendatang," kata salah satu pemilik toko senapan di Michigan.

Jaringan waralaba ACE, member diskon khusus untuk pembelian setiap jenis senapan serbu AR-15 selama kurun 1 November hingga 8 November.

Ketakutan para penggila senjata terhadap potensi Clinton melarang peredaran senapan serbu bukan tanpa alasan. Setelah terjadi penembakan massal di Kota Orlando pada Juni lalu, Hillary menyerukan adanya "penghidupan kembali aturan lama terkait larangan penjualan senapan serbu." Beleid tersebut sudah dicabut sejak 2004.

Kembali ke Sabla, yang sedang menikmati panen penjualan senapan, menyatakan jenis yang banyak dibeli konsumen adalah AR-15 dan AK-47. Konsumen rata-rata berkata padanya ingin menyimpan senjata itu untuk anak cucu, sebelum politikus Demokrat mengancam hak mereka menenteng senjata. Toko yang dikelola Sabla sampai menambah pegawai magang untuk melayani pembeli yang mengantre. Khusus untuk tokonya, Sabla memprediksi penjualan senapan serbu bakal meningkat 20 hingga 30 persen dibanding tahun lalu.

Sebetulnya, jika Hillary benar-benar ingin melarang peredaran senapan serbu, hal itu tidak mudah dilakukan. Di kalangan Partai Demokrat sendiri sebagian mendukung peredaran bebas senjata api.

Pemimpin Kongres dari Demokrat, Nancy Pelosi, contohnya, tidak menganggap pembatasan penjualan senapan serbu sebagai isu prioritas.

Jajak pendapat yang dilansir Gallup pada Oktober lalu menunjukkan hanya 36 persen penduduk AS mendukung pembatasan penjualan senapan serbu. Ini angka dukungan terendah pada kebijakan progresif di bidang senjata sepanjang 20 tahun terakhir. Kendati demikian, mayoritas penduduk dari spektrum politik apapun sebetulnya mendukung pemeriksaan latar belakang calon pembeli senjata.