Pencurian

Kasus Unik Maling-Maling di Indonesia Balikin Curian, Ternyata Tetap Bisa Dipidana

Segolongan maling memilih mengembalikan hasil curiannya, seperti kasus pencurian sepeda brompton mantan rektor di Yogya. Menurut praktisi hukum, balik ga balik tetap dianggap melanggar hukum.
Aturan hukum pencuri mengembalikan barang yang dia ambil menurut KUHP Indonesia
Foto ilustrasi pencurian via Getty Images

Sutrisna Wibawa terheran-heran. Sepeda Brompton-nya yang dicuri pada Minggu (1/8) lalu, tiba-tiba nongol sendiri di teras rumahnya, tiga hari kemudian. Mantan rektor Universitas Negeri Yogyakarta tersebut menduga-duga pelaku sendiri lah yang mengembalikan sepeda seharga Rp45 juta itu. Sebab cara si maling mengembalikannya persis kayak cara hilangnya: pintu pagar setinggi 2,5 meter tidak terbuka paksa dan ada jejak sepatu di lantai.

Iklan

“Saya kaget, tadi pagi habis subuh, pembantu saya kalau pagi biasa memeriksa [itu] menangis lihat sepeda [yang hilang] sudah ada di atas meja yang ada di joglo. Jadi, sudah dilipat rapi terus ditaruh di meja. Saya kaget. Wah, ini memang aneh bin ajaib,” kata Sutrisna dilansir Kompas.

Dugaan Sutrisna, pencuri kesulitan menjual sepeda curian gara-gara berita kehilangan udah tersebar di media sosial. Ia menceritakan, berita tersebut disebar ke grup-grup Facebook sampai mengundang tiga ribuan komentar. Ciri-ciri sepeda, termasuk nomor seri, udah diketahui komunitas Brompton biar calon pembeli menghindari transaksi dengan pencuri.

“Tekanan di medsos luar biasa ternyata. Kalau sudah beredar seperti itu, pencinta Brompton juga sudah tahu semua, enggak akan mungkin [pelaku] mau menjual. Dia [pelaku] bingung juga,” tambah Sutrisna.

Tindakan mengembalikan barang curian ternyata kerap terjadi. Maret lalu di Jakarta, pencuri sepeda motor mengembalikan barang curiannya dengan bumbu drama. Pelaku meninggalkan selembar kertas berisi permintaan maaf yang tulisannya “Saya minta maaf, saya khilaf, Bos” bersamaan dengan motornya.

“Motor saya dicurinya Rabu (3/3), terus dikembalikan sama malingnya hari ini (6/3),” kata F, perempuan pemilik motor tersebut, seperti dilansir Tribunnews. “Rupanya motor itu sudah sempat diganti warna merah sama malingnya. Ini warna bodinya ditutup pakai stiker merah.” Apakah sang pencuri sebenarnya cuma mau ngebantu F ngecat ulang motornya? Entahlah.

Iklan

Pindah ke Pati, Jawa Tengah, dua tahun lalu. Sebuah mobil warga Desa Mojo yang telah hilang selama sebulan tiba-tiba terparkir di dekat rumah korban. Sama, aparat menduga pencuri sendirilah yang mengembalikannya.

“Mungkin saja pelakunya merasa tidak aman karena takut ditangkap polisi. Kemudian, dijual juga enggak laku-laku. akhirnya, dikembalikan ke jalan itu dengan disertai surat tersebut,” kata Kapolsek Cluwak Tri Gunarso kepada Detik. Surat yang dimaksud Tri berisi permintaan maaf pelaku yang mengaku mencuri karena impitan ekonomi. Ini kenapa maling pada puitis-puitis banget dah?

Kami lantas penasaran, apakah pencuri yang mengembalikan barang curiannya masih bisa dijerat hukum? Mengutip situs Hukum Online, Rusti Margareth Sibuea dari LBH Mawar Saron menjelaskannya lewat dua cara, pencurian digolongkan delik formil dan pencurian sebagai delik biasa. 

Delik formil artinya delik menitikberatkan pada tindakan, berbeda dari delik materiil yang menitikberatkan pada akibat. Menurut kategori ini, pencurian yang tidak menimbulkan kerugian apa pun tetap dianggap tindakan melanggar hukum dan bisa dilaporkan.

Pasal 362 KUHP menyebutkan, siapa pun yang mengambil barang dengan maksud memilikinya sama saja melawan hukum dengan ancaman penjara maksimal lima tahun. Jadi misalnya, kamu sudah lapor polisi karena kehilangan laptop tapi tiba-tiba laptopnya dibalikin, pelaku masih akan dalam pengejaran polisi. Kami enggak mau memperpanjang bahasan delik ini untuk kasus pencurian hati.

Nah, selain sebagai delik formil, pencurian juga masuk ranah delik biasa. Artinya, polisi tidak perlu menerima pengaduan korban untuk bergerak menyelidiki kasus. Akibatnya, meski pelaku dan pencuri sudah berdamai, atau pelaku mengembalikan barang curiannya, proses hukum tidak dapat dihentikan kecuali penyidik menyatakan tidak cukup bukti. Gitu.