Penyiksaan Binatang

Kisah Tragis Tayo Mengungkap Maraknya Perdagangan Gelap Daging Kucing di Medan

Perjuangan pemilik kucing bernama Tayo yang viral usai dijagal berbuah keadilan. Di Medan, daging kucing ternyata sering disantap di kedai tuak, jadi oplosan katering, serta diklaim bisa obati asma.
Perdagangan gelap daging kucing marak di Medan berkat kasus viral Tayo Kucing Persia
Sonia Rizkika menunjukkan foto Tayo, kucing peliharaannya yang hilang dan ternyata dijagal, berujung pelakunya divonis 2,5 tahun penjara. Foto oleh Tonggo Simangunsong.

Vonis penjara 2,5 tahun terhadap seorang laki-laki penjagal kucing di Medan menjadi kasus pertama penyiksa hewan di Indonesia mendapatkan hukuman lebih berat dari biasanya. Vonis ini sekaligus melegakan hati Sonia Riskika, sang pemilik kucing, sebab upayanya menegakkan keadilan bagi mendiang kucing kesayangan membuahkan hasil.

Iklan

“Sedikit lega sih, walaupun masih sedih karena Tayo sudah tidak ada lagi,” katanya ketika ditemui VICE di kediamannya di Kota Medan. 

Terselip sedikit perasaan bangga di hati Sonia, karena kasus ini sekaligus jadi pelajaran bagi orang-orang yang masih menganggap penyiksaan hewan itu perbuatan ‘biasa-biasa saja’. Pada 31 Agustus 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, menjatuhkan vonis penjara pada laki-laki berinisial RS, penjagal kucing milik Sonia bernama Tayo. Kucing itu ditemukan dalam kondisi mengenaskan setelah dua hari hilang.  

Sonia kembali menceritakan awal mula dia menyadari Tayo hilang pada 25 Januari 2021, saat hari sudah siang. “Aku baru pulang mengajar les privat, tapi Tayo sudah tidak ada di rumah,” katanya. 

Dua hari berlalu, Tayo tak kunjung pulang. Pada 27 Januari 2021, Sonia mencarinya ke sekitar pemukiman sekitar rumahnya. Dia bertanya kepada warga sekitar dan mendapatkan informasi bahwa kemungkinan kucingnya dibawa penghuni salah satu rumah Jalan Tangguk Bongkar VII, Medan Denai, permukiman yang hanya berjarak dua blok dari kediamannya. 

Dua orang anak yang dia temui di jalan lantas mengatakan kepada Sonia bahwa Tayo sepertinya memang dibawa orang yang tinggal di sana. Ditemani kakaknya, Sonia pergi ke sana dan mencari rumah orang yang disebutkan anak kecil dan beberapa warga itu. Namun, tetangga pemilik rumah yang dituju sempat berbohong dan memberikan alamat yang salah. 

Iklan

“Kami sempat terkecoh karena dikasih alamat yang salah, tapi akhirnya kami menemukan alamat rumah, tempat di mana Tayo katanya dibawa,” ujar Sonia.

Sesampai di rumah itu, Sonia menemui penghuni rumah dan menanyakan apa benar Tayo ada di sana. Penghuni rumah berbohong dan membantah ada Tayo di rumah itu. Di teras rumah, Sonia menemukan karung goni yang tampak ada isinya. Penghuni rumah berbohong bahwa isinya bukan kucing. Sonia bersikeras membuka isinya, dan akhirnya menemukan potongan kepala Tayo. 

“Itu Tayo, kucing Persia yang bentuk kepalanya bulat, bulunya halus dan hidung peseknya yang aku kenal,” katanya.

Sonia sontak lemas dan menangis, sangat sedih dan mengungkapkan kekesalannya karena tidak ada yang mengaku siapa yang menjagal kucingnya itu. Pemilik rumah itu tidak mengaku bagaimana bisa jasad kucing itu ada di sana. Sonia akhirnya pulang tanpa pengakuan, apalagi permintaan maaf dari pemilik rumah.  

Laporannya Ditertawakan Polisi  

Sonia sudah merawat Tayo sejak tahun 2019, setelah dibelinya dari seorang teman. Tayo adalah kucing Persia jenis Big Bone. Sonia merawat dan memberikannya makanan khusus untuknya. Sonia menganggapnya bagai sahabat sendiri.

Wajar ketika Tayo dijagal, dia sangat sedih. Sesampai di rumah dalam suasana hati yang sedih, Sonia meminta kakaknya mengambil kepala Tayo untuk nantinya dibawa ke kantor polisi sebagai barang bukti laporan. 

Iklan

“Ya udah! Kau ambil aja kepalanya itu, tapi jangan kau bawa sama dagingnya,” kata pemilik rumah membentak kakak Sonia yang kembali ke sana.

Pada hari yang sama, Sonia melaporkan kejadian itu ke Polsek Percut Sei Tuan, Kota Medan. Bukannya langsung ditanggapi, Sonia mengatakan, petugas polisi yang berjaga saat itu sempat menertawakannya saat menerima laporan itu.

“Sepertinya aneh rasanya bagi mereka ketika mendengar laporan kasus kucing mati, jadi mereka enggak serius gitu, dan ketawa-ketawa ketika menerima laporan saya,” kata Sonia. Polisi di sana kemudian menyuruh mereka ke Polsek Medan Area karena lebih tepat sesuai lokasi kejadian perkara.

Merasa tidak mendapatkan respons yang baik dari aparat, malamnya Sonia mulai membuka foto-foto Tayo di ponselnya, menulis kronologi kasus itu, lalu mengunggahnya ke akun Instagram, berharap penjagalan kucingnya bisa dibawa ke ranah hukum. 

“Awalnya tak menyangka bakal seviral itu,” katanya. Hanya hitungan jam, aparat dari Polsek Medan Area datang ke rumah Sonia, menindaklanjuti laporannya. 

Setelah melalui proses hukum hingga enam bulan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan akhirnya menyatakan terdakwa terbukti bersalah sebagaimana diatur dengan Pasal 363 ayat (1) ke 4 KUHP, terkait tindak pidana pencurian.

Iklan

Dalam dakwaannya, jaksa Septian Napitupulu, mengungkapkan terdakwa berkolaborasi dengan seorang lelaki berjuluk Burung Elang untuk mencuri kucing milik Sonia. Keduanya menyiapkan karung goni dan tali plastik dan mengendarai becak barang. Saat menemukan Tayo berkeliaran di jalan, terdakwa turun dan Elang menunggu di becak. Setelah ditangkap dan diikat dalam karung, kucing tersebut dibawa ke rumahnya di Jalan Tangguk Bongkar VII, Medan, lalu dijagal.

Pasar Daging Kucing di Medan Jadi Pemicu

Keuntungan menggiurkan dari bisnis gelap daging kucing di Kota Medan ternyata amat besar. Penjagalan kucing, termasuk yang sebetulnya hewan peliharaan, rutin terjadi di Sumut sejak lama dan sampai kini diyakini masih terus terjadi. Ada kasus serupa Tayo-Tayo lain di luar sana yang tak sampai viral disorot media. 

Menurut pemantauan Animal Defender Indonesia, lembaga yang fokus menelisik praktik kejahatan terhadap binatang di Indonesia, perdagangan daging kucing di Medan dipicu oleh tingginya permintaan pasar.

Ada tiga celah ceruk pasar yang membuat permintaan daging kucing cukup tinggi di Ibu kota Sumut. Pertama ceruk pasar peminum tuak. Berdasar pemantauan Animal Defender Indonesia, ada beberapa kedai tuak di pinggiran Kota Medan yang menyediakan daging kucing atas permintaan pengunjung. 

Iklan

“Karena daging kucing ini dipercaya dapat membuat cepat mabuk, atau biasa dijadikan ‘tambul’, makanan saat minum tuak,” kata Ketua Animal Defenders Indonesia Doni Herdanu kepada VICE. 

Permintaan kedua, adalah warga yang termakan mitos bahwa daging kucing dapat menyembuhkan penyakit asma, demam berdarah, bahkan Covid-19. 

“Penjual biasanya membalut dengan berbagai gimmick agar jualannya bisa langgeng,” kata Doni. 

Yang ketiga adalah, ada dugaan daging kucing dijadikan daging oplosan untuk katering. Dari penelusuran polisi, pelaku penjagal Tayo memiliki usaha katering. “Itu juga menjadi misterius karena polisi belum mengembangkan ke arah sana,” kata Doni. 

Tidak sedikit usaha catering di Medan yang menyediakan daging babi, kerbau dan lembu untuk berbagai acara adat Batak, seperti acara pernikahan hingga kematian. Pembuat acara biasanya menyediakan makanan melalui jasa pengusaha katering. 

Menurut Doni, dugaan adanya oplosan daging kucing patut ditelusuri. Dia mengambil perhitungan dari satu penjagal yang sudah tertangkap, dan menunjukkan potensi bisnis yang amat besar. 

“Satu penjagal saja bisa menjual 4 - 5 kilogram sehari. Kalau satu 1 kucing itu ukurannya rata-rata 300 gram, maka butuh 3,5 kucing untuk 1 kilogram. Jadi kalau terjual 5 kilogram per hari, berarti 3,5 x 5, maka butuh 17,5 ekor kucing per hari. Bisa dihitung berapa kucing dalam setahun, dan pelaku ini sudah beroperasi selama 11 tahun. Itu masih satu penjagal,” katanya. Daging kucing yang sudah dijagal di pasaran sekitar Medan dihargai Rp70 ribu per kilogram. 

Terungkapnya kasus Tayo, kata Doni, juga memperkuat peluang untuk menjerat pelaku pada kasus yang sama ke ranah hukum. Sebab, sejauh ini hukuman bagi pembunuh kucing atau anjing masih relatif ringan, yaitu percobaan 3 hingga 6 bulan, tanpa harus masuk penjara. 

“[Jagal Tayo] jadi kasus pertama yang divonis penjara sampai 2,5 tahun penjara,” kata Doni, yang saat ini tengah berupaya mengungkap kasus yang sama di kota lain. Dia tidak mau mengungkapnya saat ini, karena dikhawatirkan pelaku akan mengubah pola perdagangan gelapnya.

Bagi Sona, kasus pertama kekerasan terhadap kucing yang menjebloskan pelakunya ke penjara ini, dapat menciptakan efek jera. 

“Saya berharap tidak ada lagi kasus seperti Tayo, dan buat siapa saja yang masih ingin membunuh kucing, mungkin sebaiknya berpikir dua kali,” katanya.