Ketimpangan Ekonomi

Kesenjangan Indonesia Kian Parah, 1 Persen Orang Kaya Kuasai Separuh Kekayaan Nasional

Ekonom Faisal Basri sampai bilang, kondisi pemusatan kekayaan ini semakin memburuk. Pemerintah punya solusi, tapi ya gitu-gitu aja: subsidi silang dan peningkatan kualitas SDM.
Kesenjangan Indonesia Kian Parah, 1 Persen Orang Kaya Kuasai Separuh Kekayaan Nasional
Potret ketimpangan ekonomi di Jakarta. Foto oleh Bay Ismoyo/AFP

Pemerintah Indonesia sering membanggakan konsistensi pertumbuhan ekonominya sebagai pencapaian besar. Padahal, riset Bank Dunia mengatakan pertumbuhan tersebut memberi manfaat kepada 20 persen orang paling kaya di Indonesia saja. Tak hanya itu. Tim Nasional Pecepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melaporkan, hampir separuh aset nasional dimiliki 1 persen masyarakat saja. "Ini nyata sekali di Indonesia antara yang miskin dan kaya. Jauh sekali bedanya. Kita itu nomor 4 setelah Rusia, India, dan Thailand. Satu persen orang di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional, Jika naikkan jadi 10 persen keluarga maka ini menguasai 70 persen (aset negara). Artinya sisanya 90 persen penduduk memperebutkan 30 persen sisanya. Itu yang perlu dikoreksi,” ujar Sekretaris TNP2K Bambang Widianto dalam acara Penyampaian Laporan Akhir TNP2K 2014-2019 di Kantor Wakil Presiden, Rabu (9/10), dikutip Detik. Sebenarnya ada penurunan tingkat kesenjangan dibanding tahun lalu. Per Maret 2019, rasio gini Indonesia di angka 0,382, turun 0,007 poin dibanding bulan sama tahun lalu (yoy). Namun, ini bukan pertanda situasi baik-baik saja, setidaknya demikian menurut ekonom Faisal Basri. “Namun harus diingat bahwa BPS mengukur ketimpangan berdasarkan konsumsi, bukan pendapatan dan bukan kekayaan,” tulis Faisal Basri di situs pribadinya.

Iklan

Faisal mengutip laporan Global Wealth Report 2018 yang memuat bahwa 1 persen orang terkaya Indonesia menguasai 46,6 persen kekayaan nasional. Jika persentasenya dinaikkan menjadi 10 persen orang terkaya di Indonesia, akumulatif mereka menguasai 75,3 persen nilai kekayaan Indonesia. Faisal menyimpulkan, "Dalam sembilan tahun terakhir pemusatan kekayaan cenderung semakin memburuk."

Solusi kesenjangan ekonomi di Indonesia turut dikemukakan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga Ketua TNP2K Jusuf Kalla di Forum Dialog Tingkat Tinggi Sidang Umum ke-74 PBB di New York, 26 September lalu. Di forum itu Kalla, yang pada 2008 didaulat Forbes sebagai orang terkaya ke-29 di Indonesia, memaparkan tiga upaya pemerintah untuk menekan kesenjangan ekonomi.

Di akhir masa kerjanya periode ini, TNP2K menyarankan pemerintah untuk segera mengintervensi keadaan. Misalnya, pemerintah wajib menyediakan kebutuhan dasar seperti sekolah, kesehatan, sanitasi, dan jaminan sosial agar rakyat berpenghasilan rendah bisa berfokus meningkatkan taraf hidupnya tanpa terlalu memikirkan kebutuhan mendasarnya. Setelah semua kebutuhan dasar itu terpenuhi, pemerintah juga harus menciptakan lapangan pekerjaan melalui investasi.

Ketua TNP2K Wakil Presiden Jusuf Kalla mengamini pernyataan Bambang soal pentingnya investasi untuk mengurangi kesenjangan. Ia menyatakan, pemerintah sudah berusaha menciptakan skema agar pendapatan masyarakat menengah ke bawah bisa meningkat sembari mengurangi pengeluarannya. Subsidi iuran JKN-KIS salah satunya.

Iklan

Setahun lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengatakan bahwa jika mengacu pada riset, penentu pemberantasan kesenjangan ada pada kualitas SDM. “Untuk dapat memerangi kemiskinan dan kesenjangan sosial, kualitas human capital merupakan kunci utama,” ujar Sri Mulyani, dilansir Kompas.

Berdasarkan data BPS, pertumbuhan PDB Indonesia 2000-2018 memang lumayan, sebesar 5,28 persen. Namun, Human Capital Index (HCI) di Indonesia dalam pengukuran Bank Dunia cuma mendapat skor 0,53 dari skala 0-1.

Sri Mulyani bilang lagi, Indonesia perlu menambah SDM terampil karena 60,24 persen pekerjaan sekarang diisi pekerja minim keterampilan, timpang dibanding jumlah pekerja terampil lulusan sarjana yang hanya 11,65 juta orang. Padahal untuk menjadi kekuatan nomor 7 di dunia pada 2030, Indonesia harus punya 113 juta tenaga kerja terampil.

Sri Mulyani mengklaim, selama ini pemerintah sudah berusaha meningkatkan kualitas SDM lewat penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 10 juta masyarakat miskin, Program Indonesia Pintar (PIP) kepada 19,7 juta siswa, dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BNPT) kepada 10 juta keluarga.

Pemerintah juga sudah mengalokasikan 20 persen dana APBN untuk pendidikan. Menkeu mengatakan berkat investasi kepada SDM yang sudah dijalankan pemerintah ini, tingkat kematian bayi sudah turun hingga 50 persen dan jumlah anak putus sekolah dalam usia SD sudah turun hingga 40 persen.

Iklan

Solusi penanggulangan kesenjangan juga pernah diutarakan Tim Ekonomi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Anthony Budiawan, April lalu. Menurutnya, mengentaskan kemiskinan bisa dilakukan dengan menaikkan pendapatan negara dari pajak.

"Kesenjangan sosial hanya bisa dikurangi kalau pemerintah mempunyai uang, sehingga ada yang namanya istilah ekonominya transfer payment," ujar Anthony kepada Kompas. Menurutnya, kenaikan pajak sebesar 2 persen saja sudah bisa menghasilkan Rp300 triliun untuk negara. Uang tersebut kemudian bisa dialokasikan untuk perbaikan pendidikan, kesehatan, dan transportasi.

Pendapat Anthony disetujui oleh Sugeng Bahagijo, Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID). Menurutnya, pajak Indonesia masih terlalu rendah. "Di Indonesia (pajaknya) masih sekitar 13-15%. Padahal rata-rata negara berkembang itu antara 20-25 persen," ujar Sugeng kepada Tirto.

Habis baca berita kayak gini, mestinya sih fakta-fakta soal crazy rich indonesian nggak kerasa lucu lagi. Ya gimana, mereka kaya banget sementara yang miskin masih banyak.