FYI.

This story is over 5 years old.

Skandal Facebook

Dianggap Sering Jadi Sarang Hoax, Pemerintah Indonesia Ancam Blokir Facebook

Apalagi jika Facebook ketahuan menjual data penduduk Indonesia.
Foto oleh Getty Images

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan dalam wawancara khusus dengan Bloomberg bila dirinya tak segan-segan memutus akses Facebook, yang memiliki 150 juta pengguna di Indonesia.

“Kalau saya harus memblokir Facebook, maka saya akan melakukannya,” kata Rudiantara, sambil mewanti-wanti Facebook untuk menangani peredaran berita abal-abal di platformnya sebelum pemilukada serentak yang dilakukan bulan depan.

Iklan

Facebook memang tengah berjuang menyalamatkan diri dari kontroversi Cambridge Analytica, serta kritik keras yang menuding raksasa medsos tersebut sering digunakan untuk memicu disinformasi dan menyebarkan ujaran kebencian serta hasutan untuk melakukan tindakan kekerasan.

CEO Facebook, Mark Zuckerberg mengatakan pada Vox Senin lalu [2/4] bahwa pengangan masalah-masalah tersebut akan makan waktu.

“Kami akan mendalami masalah ini, tapi ini akan makan waktu barang beberapa tahun,” katanya. “Saya sih berharap semua ini bisa dibereskan dalam tiga atau enam bilan. Tapi, saya pikir kenyataannya membereskan beberapa masalah ini butuh waktu yang lebih lama.”

Beberapa waktu lalu, Facebook menghadapi kritik tajam dari Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait krisis di Myanmar. Penyidik PBB menyatakan bahwa perusahaan jejaring sosial ini “secara substansial berkontribusi dalam memicu kekerasan, ketegangan serta konflik (rasial di Myanmar).”

Kepada Vox, Zuckerberg mengakui bahwa sekelompok orang menggunakan Facebook untuk “memicu kekerasan di dunia nyata” dan mengatakan bahwa ini adalah “masalah yang sangat diperhatikan oleh perusahaannya.”

Facebook ingin “memastikan bahwa semua fitur yang kami fitur yang kami bawa bisa mengeliminasi persebaran ujaran kebencian serta hasutan untuk melakukan kekerasan serta melindungi integritas diskusi antara masyarakat sipil seperti yang kami lakukan di Myanar,” ujar Zuckerberg.

Iklan

Facebook dengan 2 miliar pengguna regulernya kini memang lebih berfungsi mirip sebuah pemerintahan daripada perusahaan biasa, namun tanpa sistem pengawasan dan keseimbangan yang demokratis seperti polling publik untuk menentukan pihak berwenang dalam platform tersebut.

Zuckerberg menegaskan bahwa dirinya ingin membangun sebuah perusahaan yang memenuhi kebutuhan masyarakat alih-alih sekadar kebutuhan jangka pendek pemegang sahamnya—posisi yang makin berat semenjak valuasi Facebook anjlok sebanyak $100 miliar beberapa minggu terakhir.

Salah satu tantangan yang harus dihadapi Facebook adalah perkara akuntabilitas dan kebijakan untuk menentukan mana konten yang layak muat di Facebook dan mana yang tidak.

Salah satu solusinya, menurut Zuckerberg, adalah dengan mendirikan semacam Makhamah Agung media sosial.

“Dalam jangka panjang, saya ingin menciptakan sebuah sistem banding independen. Jadi, misalnya, para pengguna Facebook mengambil keputusan tentang layak tidaknya sebuah konten berdasarkan standar komunitas yang sudah ditetapkan. Lalu, mereka bisa mendapat semacam pendapat bandingan. Anda bisa membayangkan sebuah Mahkamah Agung yang terdiri dari tokoh-tokoh independen yang tak bekerja untuk Facebook. Mereka lah yang mengambil keputusan terakhir untuk menentukan apa yang berterima dalam sebuah komunitas yang mencerminkan normal sosial dan nilai yang dijunjung oleh seluruh orang di dunia.”

Sebelumnya, Zuckerberg telah lebih dulu menyatakan bahwa regulasi media sosial tak bisa dihindari lagi serta menegaskan bahwa dirinya tak ingin tanggung jawab menentukan apa yang boleh atau tidak boleh dimuat dalam platform tersebut.

Belum jelas bagaimana Mahkamah Agung Facebook ala Zuckerberg bakal bekerja. Lagipula, tak semua orang legowo menerima ide tentang Facebook yang berubah menjadi sebuah sistem pemerintahan global.