FYI.

This story is over 5 years old.

kesehatan

Gini Lho Rasanya Alergi Sinar Matahari

“Ya, orang-orang kan alergi kacang, saya alergi sinar matahari.”

Artikel ini pertama kali tayang di VICE UK . Saya punya kondisi bernama solar urticaria, yang berarti saya alergi sinar matahari. Serius nih: orang lain mungkin alerginya kacang, atau debu, kalau saya alergi sinar matahari. Saat saya terpapar sinar matahari langsung, kulit saya memerah dan gatal-gatal. Dalam beberapa menit saja, kulit saya berasa panas dan gatal-gatal dan, kalau lagi parah, bisa jadi biduran. Saya pernah mengalami reaksi anafilaksis sebelumnya, di mana saya pingsan (kepala berasa pening dan tekanan darah rendah adalah gejala umum reaksi anafilaksis). Untungnya, tenggorokan saya enggak pernah sampai tertutup. Setelah paparan sinar matahari yang lebih lama, bagian tubuh saya mulai membengkak. Sekali waktu, saya akhirnya mendekam di UGD karena main di pantai. Staf medis menyuruh saya melepas legging karena pergelangan kaki dan kaki saya membengkak, dan takutnya malah menimbulkan masalah baru. Saya jelas dilihatin banyak orang; perempuan berusia 30-an, duduk di UGD tanpa celana dengan pergelangan kaki membengkak sambil muntah-muntah. Umumnya, gejala seperti itu menghilang dalam beberapa jam. Kalau insidennya lumayan parah, mungkin ada kapiler yang pecah atau memar-memar pada tubuh. Besoknya, paling bengkak. Terkadang saya jadi kelelahan—gejala yang sangat tidak menyenangkan di mana saya rasanya habis melengkapi Dua Belas Tugas Herkules. Padahal, saya cuma bikin teh atau pergi ke minimarket.
Saat gejala mulai bermunculan, saya enggak tahu itu apaan. Tapi saat saya melepas pakaian saya setelah reaksi seperti itu, rasanya seperti saya masih memakai baju yang putih pucat alias kulit saya sendiri. Delapan belas bulan sebelum saya akhirnya didiagnosis urtikaria, dan bahkan lebih lama lagi sampai akhirnya saya dirujuk ke departemen dermatologi, tempat saya menjalani perawatan saat ini. Delapan belas bulan tuh dua kali musim panas! Dua musim panas di mana saya kebingungan soal yang terjadi pada tubuh saya saat keluar rumah. Dua musim panas di mana saya sejujurnya enggak tahu apakah saya akan mengalami anafilaksis dan meninggal dunia. Saya emang punya kecemasan; jadi untuk beberapa saat, saya jadi cemas saya enggak bisa keluar rumah sama sekali terutama ketika ada matahari. Dengan mekanisme bertahan saya biasanya—olahraga—saya jadi depresi klinis. Supaya diagnosisnya jelas, saya harus dites. Mereka menguji riak gelombang berbeda dalam spektrum UV pada kulit saya, untuk mengetahui mana yang menimbulkan reaksi dan berapa cepat. Saya bereaksi pada seluruh spektrum, dan dengan cepat. Saya bertanya pada perempuan yang menjalankan tes apakah saya bakal gatal-gatal. “Enggak bakal separah itu lah,” ujarnya. Tapi, saat kulit saya disinari, kulit saya jadi merah-merah. “Wow,” ujarnya. “Saya enggak pernah ngelihat reaksi seperti itu.”

Iklan

Baca artikel VICE lain yang membahas soal kesehatan

Hari berikutnya, saya kembali ke rumah sakit untuk menemui konsultan dermatolog. Dia bilang, itu adalah reaksi urtikaria terburuk yang pernah dilihat. “Pasti susah ya jadi kamu, harus berhadapan dengan ini,” ujarnya. Saya menangis selama sejam selanjutnya. Sampai momen itu, tidak ada yang sebelumnya mengakui kerepotan yang disebabkan alergi ini. Sinar matahari tuh kejam banget. Sinar matahari ada setiap hari, tidak hanya di musim panas. Sinar matahari adalah untuk piknik, makan es krim, malam-malam panjang, dan romansa. Sinar matahari baik untuk kawinan. Untuk liburan. Saya enggak bisa bilang ke kamu betapa melegakannya mendengar seseorang mengakui hal itu.

Tidak ada obat untuk urtikaria solar, tapi ada perawatannya. Saya mengonsumsi serangkaian obat-obatan, sebagian besarnya antihistamin dosis besar. Meski begitu, bukan berarti saya enggak pernah mengalami reaksi. Hanya saja, sekarang saya bisa ke luar ruangan tanpa takut mati dan ini hebat banget! Saya bergabung pada grup Facebook yang isinya orang-orang dengan kondisi sama. Di situ kami berbagi kisah dan ngobrol soal obat-obatan yang kami konsumsi. Sebagian pengidap urtikaria solar tidak ke luar rumah sama sekali di siang hari, atau kalaupun ke luar, mereka membalut sekujur tubuh dengan pakaian. Mereka tidak menjalani hidup yang normal—mereka tidak bisa menghadiri acara-acara sosial atau bermain di luar bersama anak-anak mereka. Saya takut itu akan terjadi pada saya. Sebagiannya, saya rasa adalah psikologi; kalau saya semakin sering mendekam di dalam rumah, kulit saya menjadi semakin sensitif. Mungkin rasanya menakutkan untuk ke luar rumah setelah tubuhmu bereaksi dengan cara yang aneh dan tak dapat diduga, tapi hal terbaik yang bisa dilakukan adalah berdiri di dalam sinar. Saya tahu, saya mungkin terdengar seperti pemimpin kultus, tapi itulah satu-satunya cara menjalani kehidupan yang rada normal. Saya juga menjalani perawatan saya sendiri. Ada sebuah proses yang disebut “skin hardening” atau “pengerasan kulit,” yang mana tidak berarti secara harafiah. Melainkan, artinya kita membangun toleransi terhadap sinar matahari, sedikit demi sedikit. Kamu mungkin bisa mulai dari bagian bawah lengan, jadi kamu bisa ke luar rumah mengenakan kaus. Tangan dan wajah saya jarang sekali bereaksi karena terbiasa terpapar sinar matahari. Alih-alih melakukannya dalam laboratorium rumah sakit, saya melakukannya di halaman rumah. Saya berhati-hati dan mengekspos kulit saya pada sinar matahari secara perlahan, jadi tidak sakdelsaknyel. Meski saya enggak bakal pergi ke pantai dalam waktu dekat, saya setidaknya sudah bisa berlibur di iklim yang hangat. Pertama kali saya berenang di ruang terbuka setelah diagnosis saya adalah di Montenegro, di antara pegunungan. Saya mengenakan legging dan mengoleskan SPF 50 ke tubuh, tapi itu tak masalah. Pada momen itu, saya sadar bahwa saya terlalu memikirkan yang terburuk; bahwa saya enggak bisa lagi berenang di laut, dan saya watir hidup saya akan berakhir. Air mata bahagia mengucur ke pipi saat saya memandangi lautan di sekitar saya. Saya gembira saya enggak perlu merasa aneh lagi. Saya menjalani kehidupan yang lumayan normal sekarang. Saya bisa berdiri di dalam sinar matahari; paling cuma gatel dikit.