Politik Identitas

Aktivis Papua Berkukuh Gunakan Koteka saat Sidang Makar, Dianggap Hakim Tidak Sopan

Sidang itu ditunda karena ketua majelis hakim lebih suka melihat terdakwa memakai celana. Keduanya diseret ke meja hijau lantaran mengibarkan bendera bintang kejora di depan istana negara pada 2019.
Aktivis Papua Berkukuh Gunakan Koteka saat Sidang Makar, Dianggap Hakim Tidak Sopan
Aktivis asal Papua Ambrosius Mulait (kiri) dan Dano Anes Tabun menemui wartawan setelah tetap mengenakan koteka dalam persidangan di PN Jakarta Pusat. Foto oleh Adek Berry/AFP

Pekan lalu, sidang praperadilan enam aktivis Papua yang terjerat pasal makar dan pemufakatan jahat disetop karena hakim tidak suka melihat dua terdakwa hadir pakai koteka. Di sidang lanjutan yang digelar PN Jakarta Pusat hari ini (20/1), terdakwa Anes Dano Tabuni dan Ambrosius Mulait tetap bersikukuh mengenakan pakaian adat itu.

"Iya, para tahanan politik hari ini juga akan memakai koteka. Kami kuasa hukum juga enggak larang. Hak-hak mereka. Ami bebaskan,” ujar Mike kepada CNN Indonesia. Secara legal, menurut Mike, memang tidak ada peraturan yang melarang pemakaian pakaian adat oleh tergugat di pengadilan.

Iklan

Pada persidangan minggu lalu, hakim PN Jakpus menolak melanjutkan sidang karena menganggap pemakaian koteka di ruang pengadilan melanggar norma kesopanan. Mike mengatakan, kalau memang sidang akan diundur lagi oleh hakim yang diketuai oleh Agustinos Setyo Wahyu karena masih risih, pihaknya sama sekali tidak mempermasalahkan sikap itu. Hari ini sidang dijadwalkan untuk agenda pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas nota keberatan atau eksepsi dari kuasa hukum keenam terdakwa.

Selain enggak peduli soal imbauan koteka, Mike juga menyampaikan protesnya terkait surat edaran PN kepada polisi untuk mengamankan sidang. Kata surat edaran yang tersebar, PN menganggap sidang tapol Papua berpotensi mengganggu keamanan.

"Tiba-tiba saya dapat kiriman dari salah satu kawan. Pengadilan meminta keamanan. Padahal selama sidang dari pendaftaran hingga sekarang tanggapan eksepsi itu belum pernah [ada] aksi solidaritas, yang datang itu enggak pernah aksi, pengadilan aman-aman saja," imbuh Mike.

Humas PN Jakpus Makmur menyatakan, penundaan sidang karena koteka bukanlah bentuk diskriminasi terhadap masyarakat Papua. Meski memang tidak ada aturan pelarangan menggunakan pakaian adat, namun lanjut-tidaknya sidang adalah wewenang Ketua Majelis.

Ia pun mengaku sudah bertanya kepada koleganya di pengadilan Jayapura, kalau konteks penggunaan koteka adalah untuk upacara adat yang memang sudah diwajibkan, bukannya ke ruang sidang.

Iklan

"Di Papua sendiri tidak pernah ada terdakwa menghadap di persidangan dengan menggunakan pakaian dalam bentuk koteka. [Penundaan sidang] itu adalah kewenangan sepenuhnya dari ketua majelisnya," kata Makmur. "Apa pun bentuk kebijakan ketua majelisnya, satu sikap pengadilan bahwa sama sekali tidak berniat atau mau menerapkan diskriminasi terhadap budaya seseorang termasuk teman-teman kita dari Papua."

Terkait keinginannya memakai koteka saat disidang, Anes Dano Tabuni, salah seorang terdakwa, merasa malu kepada warga Papua apabila tiba-tiba tak lagi memakai koteka sesuai keinginan majelis hakim.

"Kami sengaja pakai koteka dan kami mau menunjukkan bahwa inilah identitas dan budaya kami sehingga kami di sidang berikut pun akan tetap pakai koteka," kata Anes dikutip Tempo pada persidangan 6 Januari lalu. "Jadi saya lebih baik dalam persidangan ini terus-terusan saya pakai koteka."

Anes bersama lima terdakwa lain, yakni Paulus Suryanta Ginting atau Surya Anta, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, dan Arina Lokbere masih jadi tahanan politik karena dakwaan makar dan pemufakatan jahat terkait aksi pengibaran bendera Bintang Kejora saat aksi di depan Istana Negara, 28 Agustus 2019 lalu. Mereka didakwa melanggar KUHP Pasal 106 juncto Pasal 55 mengenai makar dan KUHP Pasal 106 mengenai permufakatan jahat.

Berhubung kasus mereka ini masih ada kaitannya sama peristiwa rasisme di asrama mahasiswa Papua di Surabaya Agustus tahun lalu, sebenarnya masuk akal sih kenapa terdakwa ngeyel tetap pakai koteka.