Kenapa Bisnis Besi Tua Identik dengan orang Madura
Seorang pengepul asal Madura memilah besi berkualitas di tengah tumpukan rongsokan. Semua foto oleh Muhammad Ishomuddin.
Lika-Liku Profesi

Saga Pengepul Besi Tua Madura Bertahan dari Banjir Besi Mancanegara

Bisnis rongsokan limbung akibat derasnya impor besi asal Tiongkok. Para pemainnya coba bertahan. Menyelami profesi ini, kita bakal memahami impian dan jalan hidup orang Madura saat menghargai seonggok besi.

Haji Goto menyapa VICE di pabrik kecilnya yang berlokasi di Klender, Jakarta Timur dengan raut lelah. Ia baru mengadakan acara pengajian rutin dihadiri rombongan ibu-ibu kampung sekitar. "Kerjaannya seperti ini. Kalau tidak sibuk berdagang, ya, pengajian," katanya sembari membenarkan letak kopiah berwarna putihnya yang sedikit meleset. "Karena hidup harus seimbang antara dunia dan akhirat."

Di Amerika Serikat, kita biasa mendengar pemeo 'American Dream', bahwa kau bisa menjadi sukses luar biasa asal mau bekerja keras. Tak ada pemeo serupa di Tanah Air, tapi Haji Goto menggapai impian serupa. Mungkin lebih tepat menyebutnya 'Madura Dream'. Haji Goto memenuhi semua kriteria yang menggambarkan steretotipe etnis Madura perantau, selain menjadi pedagang sate ataupun tukang cukur.

Iklan

Nama Goto tersohor di kawasan Klender. Orang-orang di daerah sana memandangnya sebagai juragan besi tua sukses. Indikatornya sederhana: punya pabrik pengolahan, sekalipun kecil-kecilan, rumah bertingkat, serta sudah menginjakkan kaki di Makkah, menuntaskan salah satu ibadah terpenting ajaran Islam. Haji Goto pilih merendah. "Masih banyak yang jauh lebih besar ketimbang [pabrik] saya," elaknya.

Lelaki asal Bangkalan tersebut terjun ke dalam bisnis besi tua mulai 2005. Sebelum di Klender, ia lebih dulu mendirikan pabrik kecilnya di Prumpung. Usaha pertamanya itu tak berlangsung lama karena kena penggusuran. Berkat dorongan sang istri, yang meyakinkan "rezeki tak ke mana", Haji Goto bangkit. Dia pindah ke Klender, memberanikan diri meminjam dana usaha ke bank, sembari melihat celah memutar uang di bisnis besi, sektor usaha yang bertahun-tahun identik dengan perantau Madura di kota-kota besar Indonesia.

1583491998400-DSC00973

Setelah satu dekade lebih, pabrik besi tua Goto jadi sebesar ini.

Perhitungan Goto tak sia-sia. Pabrik kecilnya di Klender jadi sumber penghasilan yang berkesinambungan, tak cuma untuk ia dan keluarga besarnya, tetapi juga untuk para pegawai maupun pengepul yang jumlahnya mencapai puluhan.

Namun semua capaian itu sedang dalam tekanan. Haji Goto merasa cemas melihat kondisi bisnis besi tua saat ini. Industri lesu, ditandai turunnya harga besi beberapa waktu belakangan. Jamil, juru bicara PT. Bestindo Putra Perkasa, salah satu perusahaan kontraktor dan perdagangan besi tua, membenarkan kekhawatiran Goto. Penurunan omzet jual beli rongsokan besi, kata lelaki asal Bangkalan ini, "cukup signifikan."

Iklan

"Bisa sampai Rp400, dari yang semula Rp4.400, sekarang jadi sekitar Rp4.000 [per kilogram]," kata Jamil pada VICE.

Semua pelaku bisnis besi tua yang dihubungi VICE sepakat pada satu hal: impor besi dari luar, terutama Tiongkok, menekan harga besi dalam negeri. Tak terkecuali besi tua yang dikumpulkan orang-orang Madura.

Impian kesuksesan yang lekat dengan perantau Madura sedang digoyang kehadiran besi mancanegara.

Banyak sosok juragan seperti Haji Goto yang meninggalkan Pulau Madura merintis bisnis besi tua dari nol. Di Cilincing, Jakarta Utara, misalnya, ada Hajah Duriyah. Datang dari Bangkalan ke Jakarta pada 1986, Hajah Duriyah mulanya berjualan soto sampai jamu di Plumpang Semper. "Merantau [ke Jakarta] karena ingin cari rezeki yang lebih baik. Di kampung, kesempatannya sedikit sekali. Sawah-sawah kering," ucapnya pada VICE. "Makin pengin merantau setelah mendengar teman-teman atau saudara sudah sukses."

Bisnis makanan menghasilkan pendapatan tak seberapa. Akhirnya, bersama sang suami yang juga dari Bangkalan, dia pindah haluan ke usaha besi. Bisnis ini ternyata mampu menaikkan derajat hidupnya ke taraf yang lebih makmur. Duriyah bahkan bisa punya rumah mewah serta mampu membidani berdirinya sebuah masjid━dibangun bersama dua juragan lainnya.

1583492047255-DSC01285

Memilah, mengelas, dan memotong besi memakan 80 persen waktu harian para pemain besi.

Di Jakarta, usaha bisnis besi tua milik orang-orang Madura terpusat di dua daerah: Klender dan Cilincing. Kesamaan dua tempat ini adalah lokasinya yang berdekatan dengan pabrik-pabrik besar. Klender dekat Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), pengembang sekaligus pengelola kawasan industri pelat merah yang berdiri sejak 1973.

Iklan

Sementara Cilincing oleh masyarakat sekitar sampai disebut kawasan "Karapan Sapi", merujuk pada banyaknya pengusaha besi tua dari Madura berada di antara kepungan pabrik macam Master Steel hingga United Tractors.

Tumbuhnya kawasan semacam ini adalah faktor yang membuat bisnis berburu rongsokan secara alami terintegrasi dengan opsi karir perantau Madura. Bisnis ini butuh jaringan, serta keberanian mengambil risiko mencari besi di mana saja. Termasuk memotong kapal tua dengan berat berton-ton. Soal keberanian, jangan ragukan orang Madura.

Sosiolog Kuntowijoyo, dalam disertasi doktoralnya di Columbia University bertajuk Social Change in an Agrarian Society: Madura 1850-1940, menjelaskan betapa kondisi sawah yang tak produktif serta kekeringan panjang di pulau asalnya, menyebabkan masyarakat Madura memantabkan diri akan merantau sejak kecil dan berani mengambil risiko untuk memperbaiki nasib.

1583492456897-DSC01195

Dalam bisnis ini, tak ada besi yang mustahil dipotong.

Bisnis besi tua senantiasa melibatkan proses yang berantai. Para pengepul kecil menjual besi bekasnya ke pengepul besar seperti Haji Goto maupun Hajah Duriyah. Oleh pengepul besar, besi-besi itu lantas dipotong dan dipilih bagian yang masih baik. Etnisitas berperan besar. Kau sulit masuk ke rantai pasok itu tanpa dukungan orang yang dikenal sebelumnya. Memulai karir sebagai pegawai pada juragan besi lazim dilakukan, lanjut naik tingkat jadi pengepul. Wajar bila orang Madura menjadi dominan di bisnis ini.

Iklan

Merujuk laporan Badan Pusat Statistik (BPS), angka impor besi dan baja dari Cina dalam rentang 2016 sampai 2018 terus melonjak. Dua tahun lalu, peningkatannya mencapai 28,31 persen, setara US$10,25 miliar dibanding tahun sebelumnya, menyumbang 6,45 persen dari total impor nonmigas.

Penurunan harga besi lokal akibat tekanan yang ditimbulkan impor bukan sekali ini saja muncul. Tiga tahun lalu, harga besi tua turun sampai 50 persen, dari yang semula Rp6.000 menjadi Rp3.000 per kilogram.

Kementerian Perdagangan sebetulnya tak diam saja. Guna menstabilkan harga besi lokal, keluarlah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 110 Tahun 2018, tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang mulai diberlakukan Januari tahun lalu.

Inti regulasi ini menyatakan setiap impor besi harus melewati verifikasi Pusat Logistik Berikat (PLB). Salah satu tujuannya mencegah potensi penyelundupan. Meski begitu, usaha pemerintah seperti belum membuahkan hasil━impor masih tinggi.

Nailul Huda, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), lembaga riset independen yang berfokus pada isu ekonomi dan keuangan, menjelaskan bahwa secara kalkulasi ekonomi, membludaknya besi dan baja impor dari Cina membikin harga besi lokal turun.

1583492147458-DSC01160

Hajjah Duriyah masih cekatan memilah besi tua berkualitas bagus.

"Seperti yang kita tahu, Cina menjadi produsen besi dan baja terpenting di dunia dan impor mereka ke Indonesia bertambah besar volumenya seiring dengan banyaknya proyek [pembangunan] infrastruktur serta hunian," kata Huda saat dihubungi VICE. "Ini juga tak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah Cina melonggarkan ekspor besi dan baja sehingga membuat harganya menjadi murah ketimbang besi produksi dalam negeri."

Iklan

"Kemungkinan [tren penurunan harga besi akan] lama. Tapi, bisa diantisipasi jika pemerintah memberikan pengamanan impor di industri besi dan baja," tutur peneliti lulusan Universitas Indonesia ini.

Saat harga belum ada tanda-tanda bakal stabil, para pengusaha besi tua mendapat tantangan lain perkara citra. Menekuni jual beli rongsokan besi tentu tak menjanjikan citra glamor. Namun, kisah pebisnis besi juga tak semuanya inspiratif seperti Goto dan Duriyah. Isu negatif menghinggapi pengusaha Madura, bahwa mereka sembarangan menggasak besi tua. Pada Januari 2018 Tirto mempublikasikan belasan laporan investigasi yang menyebut orang-orang Madura diduga kuat menjadi pelaku penjarahan bangkai kapal perang di perairan Laut Jawa━seperti HNLMS Java dan HNLMS De Ruyter yang karam pada 1942 di dekat Pulau Bawean, Gresik.

Haji Goto menilai tak semua pebisnis besi tua asal Madura berlaku demikian. "Banyak contohnya [yang lurus-lurus saja]. Tapi, memang semua kembali ke individu masing-masing," tegasnya. "Maka dari itu saya selalu berusaha berhati-hati, menjaga diri sendiri dari godaan yang ada."

Dengan semua tantangan itu, perantau muda dari Madura tetap bermimpi bisa mengikuti jejak Goto ataupun Duriyah. Salah satunya Roni, lelaki 25 tahun asal Pamekasan yang bekerja sebagai pengolah besi tua di Klender. Di usia nisbi muda bersama dua orang kawannya, Robi dan Emad, yang sama-sama merantau dari Pamekasan, Roni memumpuk semua keahlian agar bisa menjadi pakar besi tua.

Iklan
1583492273956-DSC01115

Kemampuan memilah besi berkualitas dapat dilatih, meski butuh waktu bertahun-tahun.

Dia kini sanggup memilah mana besi tergolong tua, mana yang bisa dipergunakan kembali. Modal kerjanya ketelitian agar tak keliru ambil keputusan menaksir barang pengepul. Saat VICE bertanya apakah ia pernah melakukan kesalahan dalam menilai besi bekas, Roni bangga menjawab: "Hampir enggak pernah."

Keahlian serupa sedang dipupuk Aziz, yang bekerja untuk Hajah Duriyah. Sudah satu dekade dia bekerja sebagai pemotong besi di pabrik itu, sampai dianggap mentor untuk pekerja lain.

"Apa yang saya kerjakan di sini, senang atau sedih, sudah jadi keputusan hidup yang saya jalani. Teman-teman sering meledek saya mengapa hari gini masih aja motongin besi," ucap Aziz dengan logat Madura yang kental, "tapi saya enggak peduli. Setiap mereka meledek, saya balas senyum aja."

Bagi orang-orang Madura seperti halnya Aziz, Haji Goto, maupun Hajah Duriyah, besi tua tak sebatas barang rongsok; melainkan prinsip sekaligus mimpi meraih hidup lebih baik yang harus selalu dipegang━sampai mati kelak.