#NamaBaikKampus

Status Mahasiswa Berprestasi Dicabut, Terduga Pelaku Pelecehan Seksual Gugat UII

Pengacara bilang Ibrahim Malik tak terima gelar dicabut sebelum ada putusan pengadilan. Sementara UII bersikeras penyandang mapres harus bersih dari isu negatif apa pun.
Terduga Pelaku Pelecehan Seksual Ibrahim Malik Gugat UII Karena status mahasiswa berprestasi dicabut
Foto gerbang kampus Kaliurang dari arsip uii.ac.id

Senin (28/9) kemarin, kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan alumni Universitas Islam Indonesia (UII) memasuki babak baru. Ibrahim Malik, mahasiswa lulusan UII terduga pelaku pelecehan yang telah dilaporkan 30 korban, menggugat mantan kampusnya.

Ia menuding UII telah semena-mena mencabut gelar mahasiswa berprestasinya hanya bermodal tuduhan yang tersiar lewat media sosial. Sebab, belum ada putusan bersalah dari pengadilan atas kasus pelecehan seksual tersebut.

Iklan

“Gugatan ini adalah karena UII mencabut gelar mahasiswa berprestasinya Ibrahim Malik, padahal dia belum dinyatakan bersalah, belum dilaporkan ke pihak yang berwajib. Belum diproses apa pun dan baru sepihak. [Ibrahim] menuntut agar gelar mahasiswa berprestasi itu dikembalikan seperti semula karena pencabutan waktu itu tanpa dasar,” ujar kuasa hukum Ibrahim Malik, Abdul Hamid, kepada Tirto

Gugatan dari pihak Ibrahim sudah didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta dengan nomor perkara 17/G/2020/PTUN.YK16 Sep 2020. Sidang perdana digelar kemarin secara tertutup, dipimpin hakim ketua Rahmi Afriza dan hanya dihadiri kuasa hukum penggugat dan tergugat.

Abdul Hamid juga menegaskan, tim investigasi independen dari University of Melbourne, kampus Ibrahim menempuh studi magister, tidak menemukan indikasi pelecehan seksual seperti yang dituduhkan. Kampus ini memang membentuk tim investigasi setelah muncul klaim Ibrahim melakukan pelecehan seksual kepada dua orang selama berada Australia pada 2018-2019.

“Tim investigasi independen berkesimpulan bahwa mahasiswa University of Melbourne tersebut [Ibrahim Malik] tidak melanggar kebijakan ataupun kode etik kampus, tidak ada bukti yang cukup bahwa tertuduh melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswa lain pada 2018 dan 2019,” tulis perwakilan kampus kepada The Jakarta Post, via surel.

UII mengaku menerima gugatan ini dengan tangan terbuka. Kepala Bagian Humas UII Ratna Permatasari mengatakan pihaknya juga telah menunjuk tim kuasa hukum. Wakil Rektor 3 UII Rohidin turut mengamini kesiapan tim kuasa hukum UII.

“Yang jelas kami menghadapi ini dengan serius dan sudah ada tim khusus itu terdiri dari lima orang, diketuai oleh Nurjihad. Pertimbangannya [pencabutan status mapres Ibrahim Malik] lebih tepat ke pertimbangan etis, seorang yang menyandang prestasi itu kan harusnya bersih dari segala isu dan pertimbangan lain yang diberikan oleh penyintas,” kata Rohidin dilansir Detik.

Pencabutan gelar mahasiswa berprestasi atas nama Ibrahim Malik dilakukan UII setelah pihak kampus mempelajari pengakuan para penyintas yang mengadu kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. VICE sempat membahas desakan Aliansi UII Bergerak kepada rektorat untuk serius menangani dugaan pelecehan seksual di kampus mereka, Mei lalu.

Saat itu, pendamping hukum para penyintas dari LBH Yogyakarta Meila Nurul Fajriah menjelaskan, pelecehan yang dilakukan Ibrahim mayoritas dalam bentuk chat mesum dan ajakan phone sex. “Kami melihat pola untuk korban ini kebanyakan sama. Pola yang di Yogya, dia itu jualan buku dan bimbel dan itu korbannya kadang diajak ke kosan untuk mengambil buku atau untuk bimbel,” kata Melia dilansir Detik.