Perceraian

Kebijakan 'Masa Pendinginan' di Tiongkok Persulit Suami-Istri Bercerai

Pemerintah mengeluarkan peraturan ini guna menekan angka perceraian, sedangkan aktivis perempuan khawatir kebijakannya mempersulit seseorang keluar dari hubungan toxic.
Foto ilustrasi pasangan kekasih
Foto: Hector RETAMAL / AFP

Peraturan baru yang mengharuskan pasangan menunggu satu bulan sebelum memproses perceraian mendapat penolakan keras di Tiongkok. Pihak berwenang dianggap memaksa orang bertahan dalam pernikahan yang sudah tidak bahagia.

Kedua belah pihak wajib menjalani “masa pendinginan” 30 hari sebelum diizinkan untuk melanjutkan proses perceraian. Diharapkan langkah ini dapat menurunkan angka perceraian di Tiongkok. Ratusan pasutri batal cerai sejak peraturan ini diberlakukan pada Januari.

Iklan

Surat kabar lokal Dushi Kuaibao mengungkap dari 2.186 pasangan yang mengajukan gugatan cerai di Kota Hangzhou pada Januari, 16 di antaranya mencabut permohonan mereka selama masa pendinginan, sedangkan 816 lainnya tidak pernah datang lagi ke pengadilan. Permohonannya menjadi tidak sah 30 hari setelah masa tunggu berakhir.

Mengutip Biro Urusan Sipil Hangzhou, kebijakannya terbukti efektif. Sebanyak 38 persen penggugat dapat mempertahankan pernikahan.

Tingkat perceraian di Tiongkok terus meningkat seiring dengan berkurangnya stigma terhadap pernikahan yang gagal serta bertambah mandirinya perempuan dalam hal keuangan. Mereka sadar tidak ada yang bisa diperjuangkan dari pernikahan yang tidak bahagia. Sementara itu, pemerintah—yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai keluarga tradisional dan stabilitas sosial—khawatir melihat angkanya terus naik.

Sementara pihak berwenang melihatnya sebagai keberhasilan, peraturan ini memicu kecaman luas—khususnya dari pembela hak perempuan. Warganet Tiongkok juga mengkritik pemerintah karena telah mengusik kebebasan orang untuk bercerai.

Meskipun gugatan cerai dikecualikan dari masa tunggu, kaum perempuan melihat kebijakan tersebut hanya akan mempersulit korban KDRT untuk keluar dari hubungan yang tidak sehat — mengingat lemahnya penegakan hukum terkait KDRT di Tiongkok.

Iklan

“Akan seperti apa jadinya setelah orang gagal bercerai?” bunyi sebuah komentar di platform media sosial Weibo. “[...] Bagi yang tidak mampu menggugat cerai, apakah mereka semakin menderita karena KDRT?”

“Kenapa tidak sekalian membubarkan layanan perceraian saja? Kita akan menjadi negara paling bahagia di dunia,” pengguna lain berkomentar.

Pemerintah Tiongkok mengklaim masa tunggu dapat mengurangi “perceraian yang tidak rasional” dan menjaga keharmonisan keluarga. Di Hangzhou, pejabat memberikan layanan konseling gratis selama masa pendinginan untuk mencegah perceraian.

Penasihat bermarga Qian mengatakan kepada Dushi Kuaibao, dia berhasil membujuk perempuan untuk membatalkan gugatannya ketika menjalani masa tunggu 30 hari.

Perempuan itu komplain sang suami kurang memperhatikannya, sementara pihak laki-laki mengaku bekerja keras untuk menopang keluarga. Qian membantu keduanya untuk meningkatkan komunikasi. 

“Mereka punya waktu 30 hari untuk menyesuaikan gaya hidup dan menurunkan peluang bercerai secara tidak rasional,” tuturnya, “jadi mereka tidak perlu menyesal belakangan.”

Follow Viola Zhou di Twitter.