Kerusakan Lingkungan

Aktivis Apresiasi Fans K-Pop Bantu Viralkan Investigasi Pembakaran Hutan Papua

Penggemar K-pop di Indonesia makin akrab dengan aktivisme politik-sosial. Sasarannya kali ini perusahaan sawit asal Korsel yang diduga Greenpeace dan Forensic Architecture membakar lahan.
Fans K-Pop Indonesia Viralkan Investigasi Pembakaran Hutan Papua Oleh Perusahaan Sawit asal Korea Korindo
Foto hanya ilustrasi, tidak berlokasi di Papua. Foto ini diambil dari hutan kawasan Tripa, Aceh, yang diubah menjadi lahan sawit dengan cara pembakaran pada 8 April 2013. Foto oleh Sumatran Orangutan Conservation Programme via AFP

Hasil investigasi Forensic Architecture dan Greenpeace Indonesia menyorot dugaan pembakaran hutan secara sengaja oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit di Papua memicu tagar #SaveHutanPapua bersama #SavePapuaForest trending di Twitter sepanjang Jumat (13/11). 

Temuan itu pertama kali dipublikasikan oleh jurnalis Ayomi Amindomi dari BBC Indonesia. Laporan tersebut lantas menyebar ke komunitas pencinta K-pop. Kelompok inilah yang kemudian secara swadaya menyebarluaskan artikel dan video tersebut, disertai caption kecaman. 

Iklan

Ini menjadi gerakan terbaru mereka setelah berjasa mengadang kerja-kerja buzzer pada demo RUU KUHP tahun lalu, menolak RUU Cipta Kerja, hingga melindungi pesohor perempuan dari aksi porn revenge pekan lalu.

Kemauan pencinta K-pop mengecam perusahaan dari Korea Selatan, negara asal para idolanya, yang dipercaya melakukan kejahatan besar dipuji netizen lain. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Asep Komarudin turut mengapresiasi geliat pencinta K-pop di Indonesia yang menunjukkan kepedulian menunjukkan kepeduliaan isu lingkungan hidup di kalangan anak muda.

“Bahwa lingkungan hidup harus dilindungi, tidak boleh dirusak. Terlebih lagi hutan Papua adalah salah satu hutan tropis terbesar di dunia yang masih tersisa dan menjadi kebanggaan Indonesia,” kata Asep kepada VICE. Greenpeace Indonesia berencana meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menindaklanjuti bukti yang mereka kumpulkan demi penegakan aturan dan agar Korindo disanksi.

Menurut temuan investigator, anak perusahaan dari Korindo Group, perusahaan Korea Selatan yang memegang 57 ribu hektare lahan konsesi perkebunan sawit di Papua, selama 2001-2016 telah sengaja membakar hutan untuk membuka lahan.

Mereka juga merayu sepuluh marga di Papua agar mau melepas hak ulayat mereka atas 5 ribu hutan adat dengan tebusan Rp100 ribu per hektare pada 2015. Selama ini membakar hutan memang jadi cara termurah dan paling mudah untuk membuka lahan perkebunan.

Iklan

"Kami menemukan bahwa pola, arah dan kecepatan pergerakan api sangat cocok dengan pola, kecepatan, arah pembukaan lahan. Ini menunjukkan bahwa kebakaran dilakukan dengan sengaja," ujar peneliti Forensic Architecture Samaneh Moafi kepada BBC Indonesia. "Jika kebakaran terjadi dari luar sisi konsesi atau karena kondisi cuaca, maka api akan bergerak dengan arah yang berbeda. Mereka akan tersebar," jelas Moafi kemudian.

Ini bukan kali pertama pergerakan Korindo dianggap bermasalah. Pada 2017, organisasi pemerhati lingkungan dari AS, Mighty Earth, pernah mengadukan Korindo ke Forest Stewardship Council (FSC), organisasi internasional yang menentukan hutan mana yang bisa diambil sumber dayanya dan mana yang tidak masuk standar. Namun, setelah dua tahun investigasi FSC berkesimpulan Korindo enggak terbukti  sengaja menggunakan api dalam membuka lahan.

Selain membakar hutan yang melanggar hukum, Korindo juga disebut membohongi masyarakat Papua. Pendiri organisasi masyarakat adat Pusaka Indonesia Franky Samperante mengatakan, Korindo mengingkari janjinya untuk memberi kesejahteraan, pemberdayaan ekonomi, fasilitas pendidikan, dan pembagian keuntungan kepada masyarakat setempat.

“Korindo tidak memberikan informasi yang cukup ke masyarakat tentang rencana bisnisnya, banyak manipulasi tentang informasi terkait hak lahan dan pembagian keuntungan [yang terjadi],” ujar Samperante, dilansir Korea Exposé.