Kontroversi Menteri Agama

Kemenag akan Tulis Ulang Buku Pendidikan Agama Islam, Alasannya Cegah Radikalisme

Tentu saja segera menyusul kontroversi. Kabar ini sekaligus menegaskan Fachrul Razi adalah Menteri paling sibuk di 100 hari pertama Kabinet Indonesia Maju.
Kemenag akan Tulis Ulang Buku Pendidikan Agama Islam, Alasannya Cegah Radikalisme
Ilustrasi anak SD sedang membaca buku agama. Foto oleh Adek Berry/AFP

Wacana pelarangan celana cingkrang, sudah. Wacana pelarangan cadar, juga sudah. Tapi, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi masih belum puas dan ingin celah radikalisme sekecil apa pun musnah pada masa kepemimpinannya sebagai menteri. Yang terbaru, tiba-tiba Kemenag mengumumkan bahwa akhir Desember nanti, mereka akan menyelesaikan penulisan ulang buku pendidikan agama di Indonesia yang bebas radikalisme.

Iklan

"Kami melakukan penulisan ulang terhadap buku-buku agama di sekolah kita di seluruh Indonesia. Insya Allah tahun ini selesai. Isi buku itu sangat beorientasi pada moderasi beragama. Akhir tahun ini sudah bisa di- launching oleh Menteri Agama," kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Amin kepada Tirto, Senin (11/11).

Ada 155 buku agama dari kelas I sekolah dasar hingga kelas XII sekolah menengah atas yang sedang ditulis ulang Kemenag bersama organisasi agama, akademisi, dan komunitas. Bayangin, buku sebanyak itu dikebut dalam waktu tidak lebih dari tiga bulan. Begitu dirilis Desember 2019, buku-buku tersebut akan mulai digunakan dalam kurikulum sekolah tahun depan.

Amin menyatakan, salah satu topik pelajaran agama yang perlu ditulis ulang adalah soal khilafah. Kemenag merasa pengetahuan soal khilafah sering dimaknai berbeda oleh para guru dan murid: yang seharusnya hanya belajar sejarah, jadi malah mempercayai khilafah cocok di Indonesia. Padahal, menurut Amin, meskipun khilafah memang pernah ada dalam sejarah, tapi tidak serta-merta bisa diterapkan di Indonesia.

Fokus Menag soal pelarangan keberadaan dan penyebaran khilafah disampaikan olehnya secara terang-terangan di hadapan para imam masjid saat Lokakarya Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid, 30 Oktober lalu.

"Saya sudah mulai lakukan secara tegas kita katakan khilafah tidak boleh ada di Indonesia. Memang kalau ngomong khilafah ini kan, kalau dilihat dari aspek-aspek Al-Quran atau hadis-hadis dan lain sebagainya, kontroversial. Kalau kita berdebat enggak akan selesai-selesai," ujar Fachrul dilansir CNN Indonesia.

Iklan

Keputusan Kemenag menulis ulang buku pendidikan agama menimbulkan berbagai reaksi. Dari yang udah eneg sama isu radikalisme yang dibawa Menag, sampai yang eneg sama Menag-nya sendiri.

Kekhawatiran Menag soal radikalisme dari buku pendidikan sebenarnya enggak terlalu aneh sih. Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Azyumardi Azra mengaku paham radikal memang sudah menyusup ke sekolah menengah. Tapi… bukan melalui buku.

"Saya mengalami sendiri. Putri saya sekolah di sebuah sekolah yang bagus, elite, cukup mahal di Jakarta Selatan. Ada satu atau dua gurunya yang kalau mengajar suka menyisipkan pesan-pesan ajaran salafi, yang berpikir hitam-putih, atau mengajarkan paham-paham yang kelihatan proradikalisme untuk mengubah keadaan," kata Azyumardi kepada BBC Indonesia. Saya juga sepakat, perasaan dulu buku pelajaran agama isinya datar-datar aja.

Walau begitu, enggak terlalu bijak juga kalau kita murni sebalnya cuma sama Menag. Padahal sudah dijelaskan dari awal bahwa semua yang dilakukan menteri adalah visi-misi presiden. Contohnya pada Minggu (3/11), Presiden Jokowi mengusulkan dalam rapat terbatas menteri dan wakil menteri untuk mengganti istilah radikalisme menjadi manipulator agama. Wamenag Zainut Tauhid lantas menimpali dengan memberikan ide istilah lain, yakni perusuh agama.

"Apa pun istilahnya, apakah itu manipulator agama atau perusuh agama, perusuh yang menciptakan situasi yang bisa mencerai-beraikan bangsa Indonesia, itu harus kita tolak bersama. Agama hadir untuk memberikan kasih sayang, agama hadir untuk mempersatukan kita, bukan memecah belah kita," ujar Zainut kepada Sindonews.