FYI.

This story is over 5 years old.

Rohingya

Persekusi Etnis Rohingya Sudah Layak Disebut Pembersihan Etnis

“Semua indikasi menunjukkan bahwa militer Myanmar sengaja menyasar lokasi yang digunakan pengungsi Rohingya untuk menyeberang ke perbatasan," menurut Amnesty International.
Photo by Associated Press

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News.

Hampir 300,000 etnis Muslim Rohingya Myanmar terusir dari rumah mereka lantaran kekejian pihak militer Myanmar yang membantai, memerkosa dan melakukan pembakaran. Oleh Perserikatan Bangsa Bangsa, kekejian ini sudah digolongkan sebagai kegiatan pembersihan etnis. Laporan independen terbaru menunjukkan bahwa jalur kabur pengungsi Rohingya telah diketahui oleh pihak Militer. Mereka disebut-sebut sudah memasang ranjau darat di titk-titik penyebrangan yang digunakan pengungsi Rohingya untuk kabur dari pertumpahan darah, menurut salah satu kelompok hak asasi manusia. Laporan Amnesti Internasional terbaru mengungkap dua insiden ledakan ranjau di sebuah titik penyebrangan dekat perbatasan dengan Bangladesh, yang digunakan oleh pengungsi Rohingya untuk kabur dua minggu terakhir ini. "Semua indikasi menunjukkan bahwa militer Myanmar sengaja menyasar lokasi yang digunakan pengungsi Rohingya untuk menyeberang ke perbatasan dan kamp pengungsi," ujar Tirana hassan yang menjabat sebagai Direktur Respons Krisis dari lembaga Amnesty Internasional. "Ini adalah cara yang kejam untuk menambahkan penderitaan mereka yang berusaha menyelamatkan diri dari persekusi sistematis."

Iklan

Baca juga laporan lain VICE dari Myanmar:

Ledakan ranjau terakhir, yang membuat seorang petani Bangladesh kehilangan salah satu kakinya dan mencederai seorang pria Rohingya menambah panjang daftar korban ranjau di dekat perbatasan Bangladesh. Sebelum satu korban tewas dan 3 orang penduduk sipil lainnya luka parah akibat ranjau darat di daerah yang sama beberapa minggu lalu, seperti yang dilaporkan Amnesty Internasional. Militer Myanmar adalah satu dari sedikit tentara di dunia, selain Korea Utara dan Suriah, yang terang-terangan masih memakai ranjau di wilayah sipil. Krisis terbaru di Provinsi Rakhine, wilayah Barat Myanmar, meletus pada 25 Agustus lalu setelah kelompok gerilyawan Rohingya melancarkan serangan terhadap 20 pos polisi. Militer Myanmar, yang didukung oleh kelompok budhis, membalas serangan tersebut dengan serangan militer brutal yang oleh Kepala Urusan HAM PBB disebut-sebut sebagai "contoh dari pembersihan etnis." Berbicara dalam sidang Dewan HAM PBB, Zeid Ra'ad al-Hussein mencela serangan militer Myanmar sembari menyatakan bahwa aksi militer itu "tak sepadan" dengan serangan segelintir militan Rohingya bulan lalu. Jumlah pemimpin dunia yang mengutuk pemerintah Myanmar atas serangan terhadap etnis Rohingya, etnis muslim yang dianggap kelompok minoritas yang menerima persekusi terparah di muka Bumi, terus naik. Sayangnya, ini tak kunjung menghentikan pertumpahan darah di wilayah Rakhine. Dalai Lama selaku pemimpin spiritual Tibet, pekan lalu menghimbau para petinggi pemerintah Myanmar, sebuah negara mayoritas Buddha, meniru contoh yang diberikan oleh Buddha dalam memperlakukan kelompok muslim minoritas. Kepada awak media, Dalai Lama berkata: "Mereka harusnya ingat contoh yang diberikan Budha dalam situasi seperti ini; Budha pasti akan menolong kelompok muslim miskin ini." Ikon HAM lainnya seperti Desmond Tutu dan Malala Yousafzai ikut menegur rekan mereka sesama peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, karena tak melakukan banyak hal buat menghentikan persekusi pada etnis Rohingya. Sampai saat ini, seruan publik internasional belum ditanggapi Suu Kyi. Tutu langsung mengkritik Suu Kyi dengan pedas lewat sebuah surat terbuka yang diunggah ke Twitter. "Gambar-gambar tentang penderitaan etnis Rohingya membuat kami terenyuh." tulis Tutu. "Jika harga politik yang harus kamu bayar untuk jadi orang nomor satu di Myanmar adalah keheninganmu, maka itu harga yang terlalu mahal."

Baca liputan kami lainnya untuk topik Rohingya:

Hadirnya Klub Sepakbola Rohingya FC Sebagai Sikap Politik Pada Dunia

Gelombang Pernikahan Paksa Gadis-Gadis Rohingya Upaya Minoritas Muslim Rohingya Memperoleh Keadilan Lewat Internet