Merayakan 'Dude Ranch', Album Blink-182 yang Mengubah Genre Pop Punk

FYI.

This story is over 5 years old.

Sejarah Musik

Merayakan 'Dude Ranch', Album Blink-182 yang Mengubah Genre Pop Punk

Album kedua Blink-182 ini mengabadikan musikalitas band tersebut yang penuh humor dan emosi jujur, sebelum akhirnya tenggelam tragis dalam ketenaran.
Emma Garland
London, GB

Kamu dianggap "keren" enggak sih pas duduk di bangku SMA? Saya sih enggak. Tanda-tanda kedewasaan seperti buru-buru menyeruak lewat wajah saya yang masih kelihatan kanak-kanak. Kulit saya seperti enggak diberi ampun oleh jerawat. Gigi saya jelek banget. Saling mepet satu sama lain seperti tembok bata yang dipasang asal-asalan. Saban kali hari “pakai baju favoritmu ke sekolah,” aku seperti tersiksa.

Iklan

Segala macam trik saya jabani biar terlihat normal di hadapan gadis-gadis populer di SMA, entah itu mengeriting rambut, memasukkan tisu di dalam braku yang kebesaran hingga mengulas gincu di bibir. Di saat yang sama, saya kerap pakai celana board short, vest top dan dompet berantai agar tetap diterima nongkrong dengan anak-anak punk di sekolah. Demi tetap dianggap cukup punk, saya pernah menindik bibir, memakai eyeliner hitam dan, ini yang paling culun, mengizinkan kakak kelas saya berusaha memekarkan lubang kuping pakai pensil. Goblok lah pokoknya.

Usaha saya semuanya gagal total. Semuanya selalu mentok dan saya kembali jadi diri sendiri—tukang baca buku dengan sekumpulan rambut pirang yang terbelah di tengah kepala. Penampilan saya makin terlihat aneh karena sering pakai jumper seragam sekolah yang lubangnya muncul malu-malu di lengan baju. Dulu sih, saya menganggap ini masa-masa SMA paling enggak penting dalam hidup. Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, memang begitulah kepribadian saya yang asli. Repot memang menemukan jati diri kalau kamu belum sepenuhnya dewasa.

Semua tadi enggak ada apa-apanya dibanding berusaha menemukan kesamaan dengan orang lain saat masih berusia belasan dan orang di sekitarmu berjuang mati-matian agar tak jadi pecundang. Beruntung, ada banyak album rilisan awal 2000 yang membantu menembus hirarki sosial anak SMA. berkat album The Marshall Mathers LP-nya Eminem, single Papa Roach, "Last Resort" (yang masuk kompilasi Now That's What I Call Music! 48 dijepit Feeder dan Planet Funk) dan tentunya Blink-182, dengan lagu-lagu catchy tentang menggoda, mencium dan ditolak cewek yang jadi favorit bocah belasan manapun yang bisa horny.

Iklan

Album Enema of the State dan Take Off Your Pants And Jacket terasa—dan akan terus terasa—personal karena semua lagu di dalamnya tak jauh soal menjadi muda, bodoh dan sange—hal yang kita rasakan waktu masih berusia belasan dulu kan? Mungkin kita dengan enteng menyimpulkan bahwa Blink-182 dengan tepat menangkap pengalaman pribadimu saat menginjak masa akil balik ketika sakit hati dan kekecewaan datang silih berganti, padahal sejatinya Blink-182 dengan cergas mengilustrasikan pengalaman paling umum saat akil balik—rasa kurang nyaman, pengalaman pertama kali sange dan becandaan yang merendahkan IQ—yang dirasakan siapapun. Baik itu siswa populer, anak punk, hingga anak yang penampilannya tak lazim sekalipun.

Blink-182 mungkin salah satu band pop punk paling dikenal di muka bumi, tapi memutar lagu "What's My Age Again?" terus menerus tak lantas menggambarkan kepribadianmu lebih akurat, daripada, katakanlah punya Gameboy dan nonton The Simpsons. Beda ceritanya dengan album kedua mereka, Dude Ranch.

Umur saya masih tujuh tahun saat Dude Ranch pertama kali beredar pada Juni 1997. Jadi, saya cuma bisa menyadur sejumlah ulasan untuk menggambarkan penerimaan publik atas album itu—ironis, review Dude Ranch terhitung sedikit mengingat itu adalah album pertama Blink-182 yang dirilis oleh label besar. Setelah sekian tahun beredar, album ini perlahan-lahan menuai pujian dari Billboard dan Rolling Stone. Padahal dalam momen awal peluncurannya, jangankan dapat pujian, album ini malah dirisak para jurnalis musik. Satu yang paling saya ingat adalah ulasan dari jurnalis Kerrang! yang bilang album itu tidak memiliki, “kedalaman, passion, jiwa dan hook-hooknya kurang nancap.”

Iklan

Terlepas dari review-review negatif, “Dammit” jadi hit radio yang besar di Amerika Serikat. “Josie” mencapai posisi yang cukup tinggi di tangga lagu Australia—negara yang punya andil besar, meski kerap dilupakan, karena menjadi negara pertama tempat Blink-182 menggelar show di luar AS, memasukkan Dude Ranch di Top 40 dan memberikan Blink-182 penampilan TV pertama mereka.

Akhirnya, jelang pergantian milenium, semua orang seperti sepakat bila Dude Ranch adalah album yang bagus. Album itupun diganjar Platinum. Jadi, menyebut Dude Ranch sebagai kesuksesan (band) underground mungkin berlebihan. Album kedua Blink-182 tak langsung dicintai banyak orang. Album itu panas pelan-pelan. Bahkan, di luar patokan capaian platinum atau posisi chart, Dude Ranch, bagi saya, adalah karya terbaik Blink-182.

Banyak orang akan menganggap kalimat barusan mengada-ada. Mahakarya Blink-182 kata orang adalah Enema of The State, album ketiga Blink. Saya paham sekali sama dasar argumen tersebut. Enema of The State adalah album Blink pertama yang terdengar tak direkam dalam tong sampah. Songwritingnya prima dan mengalami banyak kemajuan. Terlebih lagi, ini album pertama yang direkam dengan Travis Barker. Singkatnya, Enema of The State adalah album oktan tinggi yang kaya melodi-melodi pop, tanpa pernah jatuh menjadi norak seperti Take Off Your Pants and Jacket .

Album pertama Blink-182 , Cheshire Cat, sampai kapanpun kedengaran seperti kumpulan ide yang tak dieksekusi maksimal. Cuma, setidaknya, "Carousel" dan "Strings" mulai menunjukkan prototip cara khas Tom DeLonge dan Mark Hoppus gantian bernyanyi—walau kita tahu keduanya tak becus melakukan hal yang satu itu. Adapun "Touchdown Boy" dan "Does My Breath Smell" merupakan komedi-komedi goblok yang merendahkan akal pikiran manusia yang umum ditemui album-album Blink-182 hingga album self-titled yang beredar pada 2003. Dude Ranch sebaliknya adalah kumpulan lagu-lagu keren yang tak bisa terpisahkan satu sama lain.

Iklan

Kerennya lagi, Dude Ranch merekam musikalitas Blink-182 sebelum benar-benar mempatenkan jati diri mereka. Mark, Tom dan Scott Raynor (drummer sebelum Travis) menyempurnakan formula yang cetak birunya ada di Cheshire Cat, yang kemudian dibawa ke level yang lebih tinggi melalui Enema of the State, tanpa rasa pede berlebihan dan kesadaran bahwa mereka sudah kondang. Ketiganya masih anak kecil dan masih cupu.

Video klip untuk dua single album itu, "Dammit" dan "Josie" mirip seperti film remaja yang durasinya dipapatkan jadi empat menit saja. Dengan tamu Tom Green dan dibuat dengan budget pas-pasan—serta paling banter dapat rating 30 persen di Rotten Tomatoes, “Josie” berlatar belakang di sebuah SMA. Mark dibully oleh teman-temannya karena kedapatan mencium ibunya sebelum akhirnya ditinggalkan oleh pemandu sorak yang dia taksir. “Dammit” bersetting sebuah malam di gedung bioskop.

Mark, Tom dan Scott berulah mengusili pasangan tipikal Amerika—cowoknya berotot dan cewek cantik—sampai akhirnya Tom berkelahi dengan cowoknya. Endingnya agak mengejutkan: sang cewek malah jalan dengan penjaga kantin bioskop. Inilah tema khas dari Blink-182: cewek cantik yang memanfaatkan kecantikannya dengan cara yang bengis dan para cowok—terutama anggota Blink-182—cuma jadi korban PHP serta ngedumel tentang nasib jelek mereka.

Kendati semangat utama penulisan lagu mereka suram, kita masih menemukan optimisme khas anak muda dalam hook-hook kedua lagu itu: "I know that everything's gonna be fine" di “Josie” dan "Well, I guess this is growing up" dalam “Dammit.” Jadi, kalau kita bisa mengesampingkan kalimat-kalimat konyol dari lirik-lirik mereka, kalian akan menyadari bahwa kelebihan Blink-182 bukanlah kemampuan mereka mereduksi klise-klise kehidupan anak SMA menjadi perkara cowok-suka-cewek plus becandaan jorok dan bloon. Sebaliknya, yang terbaik dari Blink-182 adalah kemampuan menciptakan semacam mantra untuk melewati semua klise itu. Blink-182 memberikan opsi yang lebih emosional dari cara Chris dari serial Skins melontarkan frase “Fuck it,” saban kali melihat ketidakberesan di sekitarnya. Dan, hanya di Dude Ranch, hal ini terlihat begitu kentara.

Iklan

Tonton dokumenter VICE mengenai kiprah JKT48 yang sanggup mengubah anak punk sekalipun jadi fans fanatik grup idol pop Jepang:


Kelebihan Dude Ranch lainnya: album ini menampilkan Blink-182 yang nekat memulai albumnya dengan ketukan double time lewat lagu “Pathetic” dan bikin kamu terpana hanya dalam 15 detik. "Dick Lips" bisa dianggap salah satu lagu terbaik Blink-182 —dengan judul paling jelek—yang bercerita tentang Tom yang didepak dari sekolahnya. Blink-182 tak malu-malu kedengaran kekanak-kanakan di sini. Mereka juga tak menutup-nutupi fakta kalau rangka lagu ini adalah gitar akustik yang dimainkan seperti ritme lagu country.

"Untitled" dan "Emo" kemungkinan besar adalah curhatan anak SMA yang ditulis dalam buku harian dan dinyanyikan dengan cepat serta diiringi komposisi musik kencang-senyap-kencang yang banyak digunakan oleh band emo 90an. Lalu, ada “A New Hope,” sebuah fan fiction Star Wars dalam berwujud lagu pop-punk. Adapun liriknya bercerita tentang anak punk yang menjadikan Prince Leia bacolnya. Segoblok apapun itu, band yang menulis lagu adalah satu-satunya band memasukan referensi "drinking Colt 45's with Lando" dalam lagu tentang coli lalu jadi band pop-punk paling diperhitungkan di muka bumi serta berkolaborasi dengan Robert Smith.

Pada 2014, Alternative press menobatkan Dude Ranch sebagai album terbaik Blink-182, kontributor majalah Scott Heisel menulis: " Dude Ranch adalah Blink-182 dalam performa terbaiknya—mereka masih kere dan belum kesohor. Yang mereka lakukan cuma menulis album skate punk yang nendang.” Saya akui, Heisel tepat sekali menyimpulkan sisi otentik Dude Rach.

Iklan

Begitu Blink-182 merilis Enema of The State, Travis, Mark dan Tom terseret ke tengah arus musik mainstream. Hilang sudah video klip di mana mereka berperan sebagai anak SMA pecundang dengan cat rambut norak yang memainkan gitar nyaris dekat dengkul mereka di WC sekolah. Citra Blink berganti videoklip berisi parodi-parodi boyband and bintang pop—yang dipersepsikan sebagai lawan mereka—dan berlari telanjang mengapit Janine Lindemulder. Mereka berubah dari band culun yang diwawancarai Mr. Potato Head di TV Australia menjadi cameo di American Pie hanya dalam satu tahun.

Jika ukurannya pembuktian bahwa Blink-182 bisa melampaui ceruk kecil bernama pop-punk, self-titled adalah album terbaik Blink-182. Namun, setelah 20 tahun berlalu, Dude Ranch masih album klasik yang tak lekang dimakan usia. Mendengarkan album ini seperti jatuh cinta dengan seseorang baru tiap minggunya meski kita belum tahu hakikat cinta. Dude Ranch adalah tiap pesta yang kita datangi sebelum kita sadar semuanya sama.

Dude Ranch adalah pergulatan dengan suka duka tumbuh dewasa yang diekspresikan dengan kikuk dan sembrono. Dan yang pasti, Dude Ranch mengabadikan Blink-182 dalam bentuknya paling alami karena masih penuh dengan darah muda—dan 20 berselang, album ini tetap terasa muda meski Blink-182 dan semua yang pernah mendengar lagu ini tak lagi muda.

Kesimpulannya, Dude Ranch adalah karya terbaik Blink-182—selama kita tak menyinggung artworknya yang cupu banget.


Follow Emma di Twitter, ajak dia diskusi soal pop punk.

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey.