FYI.

This story is over 5 years old.

10 Pertanyaan Penting

10 Pertanyaan Yang Bikin Kalian Penasaran Sama Sosok di Balik Ondel-Ondel Keliling

Kesenian khas Betawi ini terus bertahan sejak Abad 16. Belakangan mengamen dengan ondel-ondel dianggap meresahkan. Buat sosok di dalam boneka, dia mengaku ingin melestarikan tradisi nenek moyang.
Ondel-ondel keliling dalam pawai kemerdekaan Indonesia. Foto oleh Supri/Reuters.

Ketika banyak anak kecil takut menyaksikan sosok badut ulang tahun, di Indonesia—atau lebih tepatnya seputaran Jakarta—sangat mungkin bocah mengalami trauma akibat Ondel-Ondel. Boneka jumbo yang berjoget mengikuti irama musik dengan wajah dingin nan lempeng itu rupanya menyeramkan untuk sebagian orang. Aku salah satunya. Sebetulnya enggak takut-takut banget sih, cuma kadang risih aja terutama kalau bonekanya terlalu dekat. Padahal kalau nonton dari jauh, enggak ada masalah. Bahkan lucu juga nonton ondel-ondel dari jauh, sambil melamun di teras rumah sore hari.

Iklan

Belakangan, ondel-ondel jadi sorotan pemerintah DKI Jakarta. Bukan karena banyak bocah atau orang dewasa yang takut melihat kehadirannya. Melainkan karena makin banyak seniman jalanan memakai boneka itu untuk mengamen. Tren mengamen dalam iringan ondel-ondel melonjak sejak 2015. Biasanya tiap rombongan terdiri dari lima orang, tiga memainkan alat musik atau memutar rekaman di atas gerobak sound system, sementara satu orang lainnya bertugas mengumpulkan uang mengamen dari warga yang dilewati mereka.

Tindakan kelompok ondel-ondel jalanan itu dianggap menurunkan derajat seni khas Betawi tersebut, selain juga musik dan cara mereka meminta uang dari masyarakat dinilai aparat meresahkan. Rombongan ondel-ondel juga dituduh memicu kemacetan di beberapa titik, makanya otoritas terkait hendak turun tangan.

"Nanti [pengamen ondel-ondel] kita tertibkan," kata Zainudin selaku Ketua Badan Musyawarah Budaya Betawi saat dihubungi awak media awal September 2018.

Ondel-Ondel adalah seni boneka yang sudah berkembang di Betawi sejak Abad 16. Dulu boneka yang namanya kalau diartikan adalah 'gondel' alias menggantung ini dibuat untuk mengusir roh halus. Kemunculan ondel-ondel dulu juga hanya untuk acara-acara tradisional penting atau festival kebudayaan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebetulnya tidak melarang mereka mengamen. Namun, sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, rombongan seniman ondel-ondel harus tergabung dalam sanggar. Selain itu, para seniman jalanan tidak boleh hanya mengamen dengan suara yang sudah direkam. "Yang boleh ngamen itu kalau dia lengkap alat musiknya, bukan pakai kaset," kata Asiantoro selaku Plt Kepala Dinas Pariwisata DKI kepada awak media.

Iklan

Apapun pendapatmu tentang boneka ikon Betawi ini, meresahkan atau tidak, kita semua tak bisa memungkiri pastinya jadi manusia di dalam Ondel Ondel itu penuh tantangan. Dari menanggung beban boneka yang bisa mencapai belasan kilogram, sampai penglihatan yang hanya selebar penggaris. Berat deh pokoknya.

Makanya, kali ini aku mewakili VICE Indonesia ngobrol bareng Febri Rahman, 20 tahun, seorang pembawa Ondel Ondel keliling yang setiap sore selalu lewat depan kantor kami, di kawasan Rawa Barat, Jakarta Selatan. Aku harus menaklukkan ketakutan masa kecil, dengan ikut rombongan ondel-ondel itu keliling sekitaran Blok M. Kepada pembaca, Febri menceritakan suka-dukanya sebagai seniman Ondel-Ondel jalanan. Dia juga menjelaskan kalau motivasinya keliling bukan semata-mata untuk mencari uang dari mengamen, lebih-lebih sengaja mengganggu pengguna jalan atau warga yang dilewati kelompoknya. Berikut cuplikan hasil obrolan kami:

VICE: Kenapa kamu mau jadi penari Ondel-Ondel?
Febri Rahman: Saya mulai jadi penari Ondel-Ondel itu dari kelas 2 SMA, lima tahun yang lalu. Waktu itu masih sekolah, tapi selalu ada rasa keinginan untuk jadi Ondel Ondel, karena saya sendiri pengen membudayakan budaya Betawi. Saya tinggal di Pasar Gaplok, di Senen, Jakarta Pusat. Kampung situ emang udah terkenal sebagai Kampung Ondel-Ondel, karena banyak banget yang pekerjaannya jadi seniman Ondel-Ondel. Saya sendiri, sih, mau mengembangkan budaya Betawi. Itu motivasi saya.

Iklan

Selama di dalam boneka rasanya gimana sih?
Kalau sekarang sih saya udah nyaman nyaman aja, karena biasa. Awal awalnya emang agak kaku, karena boneka Ondel Ondel itu berat. Buat joget juga masih kagok. Kalau pengap sih, iya. Panas banget di dalam boneka. Sekali jalan bisa sampai dua atau tiga jam terus-terusan tanpa berhenti. Tapi yang penting itu dari kita-nya. Enggak penting badannya kecil atau besar, kalau ada kemauan masuk, ya masuk aja.


Tonton dokumenter VICE menyorot ritual Pasola yang penuh darah tapi sekaligus indah di Sumba, Nusa Tenggara Timur:


Kamu pernah pingsan atau tahu orang yang pingsan di dalam boneka gara-gara pengap?
Enggak pernah. Tapi sih saya pernah denger ada teman sanggar lain yang pingsan karena enggak kuat, walaupun saya enggak kenal. Kalau kesandung pas jalan sih sering ya. Kan boneka ondel-ondel berat, terus yang buat matanya cuma kecil.

Jadi penari ondel-ondel butuh pelatihan khusus enggak sih?
Ada. Kita harus belajar gambang, alat musik tradisional yang dipake untuk joget. Itu semua diajarin di Sanggar, dan sekali latihan itu bisa sampai dua atau tiga jam. Tapi kalau buat joget-joget didalem itu sih nggak diajarin, ya. Pake feeling aja, hehe. Yang penting nyali, harus beraniin diri. Pas pertama kali saya joget juga hati-hati banget, takut jatuh.

Penghasilan dalam sehari jadi seniman jalanan gini biasanya berapa?
Ya, cukup lah untuk makan sehari hari. Kadang Rp 50.000, paling banyak ya Rp85.000. Tapi itu juga enggak dibagiin ke semua orang, kayak yang mainin musik dan yang ngumpulin duit. Uang yang kita dapet itu disetor ke sanggar, sehari Rp70.000. Nanti kita dapet siraman [modal –red] Rp150.000. Gaji bersih-nya biasanya Rp500.000 dari sanggar, terus uang itu kita pakai untuk bayar setoran dan siraman. Sisanya Rp200.000, kita bagi empat.

Iklan

Kamu ikutan komunitas Ondel Ondel?
Ada. Komunitas saya namanya Sanggar Betawi Matahari Queen. Biasanya kita suka ngumpul bareng, main gambang. Kalau ada panggilan juga ketemuan, buat ngerapihin kerangka Ondel Ondel. Kita sering ngumpul, di sanggar deket Pasar Gaplok. Kalau di disitu ada sekitar sepuluh ondel-ondel, tapi ada juga sanggar-sanggar lain dengan komunitas mereka sendiri. Di kampung saya banyak, kayak Sanggar Apatir, Mami CS Irama Betawi, banyak deh. Setiap sanggar ada Bos-nya sendiri yang nyiramin [modal].

Ondel Ondel yang kalian bawa itu punya sendiri atau nyewa?
Kalau saya sewa dari Sanggar. Tapi ada juga yang beli bonekanya. Kalau beli sendiri, sih, satu pasang tuh bisa sampai tiga juta-an lebih. Beli satuan ya satu juta setengah-an. Kalau nyewa sih bisa dari Sanggar, kayak saya, harus setoran setiap hari Rp70.000.

Ondel-Ondel bentuknya macem-macem. Ada enggak sih standar kecantikan bonekanya?
Biasanya yang bajunya warnanya merah, krim, pink, itu dianggap cakep banget. Kalau pakai selendang juga lebih bagus lagi. Kalau Ondel-Ondel perempuan mau cantik harus ada bulu mata-nya, pipinya merah merah, pakai eyeshadow. Kita juga diajarin cara merias Ondel-Ondel, cara pake-in eyeshadow. Pokoknya harus rapih lah. Tapi biasanya yang ngerjain itu kakek-kakek di sanggar, dia juga nggak mau dibayar. Memang dari dulu dia senang merias Ondel-Ondel.

Sering diomelin warga gara-gara musik pengiring ondel-ondel jalanan dianggap berisik?
Sering! Biasanya ditempat-tempat yang kita merasa asing. Kita kan jalan biasanya sampai malam, jadi mereka merasa terganggu. Jadinya diomelin deh. Biasanya yang ngomelin orang-orang perantau, bukan orang Betawi. Saya mah jawabnya ‘ya udah bu, maaf ya’. Tapi temen saya ini yang ngumpulin duit suka pengin ngomelin balik. Hahaha, tapi ya kita minta maaf aja. Besok-besok udah enggak kesitu lagi. Saya kalau diomelin enggak bawa kehati juga, mungkin mereka memang enggak suka atau takut sama ondel-ondel.

Iklan

Apa kepuasan paling besar keliling dalam Ondel Ondel?
Banyak, sejujurnya. Ada perasaan puas karena dulu orang-orang yang biasanya ngejalanin Ondel-Ondel itu kan udah lumayan tua. Tapi karena ada kita, anak anak muda, budayanya jadi nggak mati. Bisa berkembang.. Di sanggar saya juga kebanyakan anak-anak muda yang peduli dengan tradisi Ondel-Ondel, belajar alat musik tradisional dan belajar merias hati-hati. Seumuran tujuh sampai delapan tahun juga banyak yang mau jadi ondel-ondel karena dari kecil sering ngebuntutin kalau kita lagi lewat. Saya juga mau kerja nantinya, semua orang kan mau kerja yang jelas. Tapi untuk saat ini saya menikmati jadi Ondel-Ondel, karena itu.


10 Pertanyaan Penting adalah kolom VICE Indonesia yang mengajak pembaca mendalami wawancara bersama sosok/profesi jarang disorot, padahal sepak terjangnya bikin penasaran. Baca juga wawancara dalam format serupa dengan topik dan narasumber berbeda di tautan berikut:

10 Pertanyaan Penting Buat Penjaga Konser yang Selama Ini Bikin Kamu Jiper

10 Pertanyaan Ingin Kalian Ajukan Pada Caddy Golf Perempuan

10 Pertanyaan Penting yang Ingin Kamu Ajukan Untuk Pawang Harimau