FYI.

This story is over 5 years old.

Legalisasi Ganja

Perjuangan Melegalisasi Ganja Medis Mulai Berlangsung di Malaysia

Putusan Parlemen Thailand melegalkan mariyuana medis mendorong negara lain di Asia Tenggara memperdebatkan isu yang sama.
Malaysia membahas rencana legalisasi ganja medis
Foto budidaya ganja oleh Nir Elias/File Photo 

Debat mengenai legalisasi ganja terus menyebar di Asia Tenggara. Setelah Thailand tahun lalu sepakat memberlakukan kebijakan monumental mengizinkan penelitian dan aplikasi ganja medis, topik serupa mulai dibahas di Malaysia. Pejabat pemerintah, anggota parlemen, dan aktivis-aktivis Islam terkemuka di Malaysia menyuarakan opini mereka dalam perdebatan yang semakin sengit ini.

Malaysia menjadi negara ketiga di Asia Tenggara yang serius membicarakan kebijakan seputar ganja. Selain Thailand, di Filipina topik legalisasi ganja medis pun menjadi salah satu fokus nasional, sekalipun Presiden Rodrigo Duterte menjalankan perang melawan narkoba yang penuh kekerasan.

Iklan

Seandainya Malaysia kelak benar-benar melegalisasi ganja, hal itu akan jadi preseden luar biasa bagi negara-negara di kawasan. Malaysia adalah negara mayoritas muslim. Negeri Jiran itu memiliki undang-undang anti-narkoba yang amat keras seperti negara-negara tetangganya, tetapi belum mempunyai riwayat perang melawan narkoba seperti Filipina atau Indonesia. Malaysia juga kini mengalami perubahan drastis dipimpin pemerintah baru dengan semangat reformasi, yang bertujuan mengakhiri pelaksanaan hukuman mati.

Perlu digarisbawahi, potensi legalisasi ganja medis Malaysia masih sangat kecil. Kementerian Kesehatan Malaysia menyatakan akan serius mempertimbangkan penggunaan ganja untuk alasan kesehatan, selama ada perusahaan farmasi yang bersedia menjamin efektivitas dan keamanannya.

"Bila ada informasi cukup yang membuktikan bahwa ganja medis aman dan efektif untuk merawat kondisi tertentu, maka kementerian akan mempertimbangkannya berdasarkan indikasi tertentu," kata Dr. Lee Boon Chye, Wakil Menteri Kesehatan Malaysia, kepada media lokal.

Sang wakil menteri menambahan, belum ada perusahaan di Malaysia yang berupaya mendaftarkan produk medis mengandung kanabis atau olahannya. Kendati begitu, sebenarnya tidak ada dasar hukum menghalangi perusahaan dari mendaftarkan obat macam itu kepada dewan Kementerian Kesehatan.

"Semua pihak yang ingin menggunakan produk mengandung kanabis harus menyerahkan resepnya kepada departemen farmasi untuk didaftarkan sebagai obat sebelum ia dapat digunakan,” kata Lee. "Saat permohonannya diserahkan, dewan tersebut lah yang menentukan apakah formulasinya aman dan efektif berdasarkan indikasi yang ditentukan sebelum obatnya disetujui untuk dikonsumsi massal."

Iklan

Tonton dokumenter VICE saat mengikuti ekspedisi mencari varietas ganja super di pedalaman Kongo:


Komentar pejabat kementerian kesehatan soal ganja medis itu menggambarkan perubahan sikap yang drastis di Negeri Jiran, dibanding tiga tahun lalu. Mantan Menteri Kesehatan, Dr. Subramaniam Sathasivam, pernah menyebut legalisasi ganja sebagai keputusan yang tak akan efektif dan berpotensi mengacaukan hidup orang serta merusak masyarakat.

Jumlah aktivis dan organisasi dengan agenda mengubah kebijakan ganja di Malaysia jumlahnya terus bertambah. Asosiasi Konsumen Malaysia (PPIM), turut mendukung legalisasi ganja medis; Nadzim Johan dari asosiasi tersebut berkata kepada kantor berita Bernama, bahwa sudah ada data pengujian klinis yang meneliti manfaat ganja untuk mengurangi rasa sakit pasien kemoterapi kanker.

"Masalahnya, kami harus melihat sejauh apa produk-produk ini dapat dikontrol, sekaligus melaksanakan penelitian klinis mengenai tumbuhan ini dan mungkinkah ganja dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif," kata Johan. "Kami sendiri akan rugi jika kami tidak memanfaatkan tumbuhan ini secara optimal, yang konon efektif menjadi obat pendukung berbagai penyakit berat, termasuk kanker dan penyakit saraf."

Sayangnya perubahan sikap di Malaysia belum tentu akan menimbulkan perubahan di negara-negara Asia Tenggara lain. Contohnya di Indonesia. Meningkatnya gerakan melegalisasi ganja medis meningkat, diperkirakan pengamat tidak akan mendorong pemerintah dan Badan Narkotika Nasional mengubah sikap soal kannabis. Ganja sampai sekarang masih dikategorisasikan sebagai narkoba kelas satu—dianggap setara bahayanya dengan sabu-sabu dan kokain.

Iklan

Yohan Misero, analis kebijakan narkotika di LBH Masyarakat, menilai perubahan dalam klasifikasi ganja dari kategori satu menjadi kategori dua atau tiga, butuh waktu dan lobi panjang. Meski begitu, mendorong perubahan kategori masih lebih masuk akal, ketimbang ujug-ujug legalisasi ganja medis.

"Jika saya ditanya apakah ada harapan, saya berharap pemerintah mengubah klasifikasi ganja [sebagai narkoba kategori satu], tetapi kalau saya ditanya apakah ada indikasi kita menuju ke arah itu [melegalkan ganja untuk keperluan medis], saya kira tidak," ujar Yohan kepada VICE.

Yohan menegaskan kejadian tragis yang menimpa keluarga Fidelis Arie Sudewarto pada 2017. PNS dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat itu berusaha merawat istrinya yang menderita kanker memakai ganja. Polisi merangsek rumah Fidelis, menyita ganja yang dia budidayakan dan konsumsi sendiri, dan akhirnya sang istri meninggal. Lebih tragis lagi, Fidelis dipenjara. Kasus itu sempat menjadi momentum awal masyarakat Indonesia mulai sadar manfaat medis ganja, dan bersimpati pada pemanfaatannya untuk tujuan kesehatan.

Di Malaysia, cerita serupa pernah terjadi. Seorang laki-laki ditahan dan dihukum mati karena menjual minyak yang mengandung ekstrak ganja kepada pasien kanker. Hukuman penjara yang dia terima memicu protes dari warga serta anggota parlemen, yang kemudian menunda hukumannya dan mendesak pemeriksaan ulang penggunaan hukum mati secara umum.

Sayangnya di Indonesia, pemerintah tidak menanggapi kasus Fidelis. Menteri Kesehatan juga buru-buru menolak gagasan anja dapat dimanfaatkan untuk merawat kanker. Artinya, walau sama-sama negara mayoritas muslim, ada indikasi Indonesia dan Malaysia akan mengambil kebijakan berbeda soal ganja medis.

"Dibandingkan Malaysia, saya tidak melihat niat dan tujuan yang sama dari pemerintah Indonesia [untuk melegalisasi ganja medis]," ujar Yohan.

— Arzia Tivany Wargadiredja berkontribusi pada laporan ini.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.