FYI.

This story is over 5 years old.

rahasia alam semesta

Icarus adalah Bintang Terjauh Berhasil Diamati Manusia, Jaraknya 9 Miliar Tahun Cahaya Coy!

Berkat gravitational lensing, ilmuwan kini bisa mengintip jauh ke pojok semesta guna menguak awal mula alam raya ini.

Enam miliar tahun cahaya jelas bukan jarak yang masuk akal dalam hitungan manusia. Jauh banget lah pokoknya. Namun, sekelompok astronom berhasil melayangkan pandangan mereka, menembus jarak sejauh itu guna mengabadikan gambar sebuah bintang tunggal “normal” (artinya bintang tersebut belum melalui mengalami supernova.

Bintang yang terletak begitu juah dari Bumi itu, yang diberi nama “Icarus” meski sebutan resminya adalah MACS J1149 Lensed Star 1, adalah bintang yang tak meledak terjauh yang pernah berhasil diamati manusia, seperti yang tercantum dalam sebuah makalah penelitian baru yang diterbitkan Senin pekan lalu di Nature Astronomy. Peneliti utama dalam makalah tersebut, Patrick Kelly, seorang astronom asal University of Minnesota, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa bintang tersebut “setidaknya 100 kali lebih jauh dari bintang tunggal lainnya, kecuali bila dibandingkan dengan ledakan supernova.”

Iklan

Gambar efek lensing (kiri) dan Icarus (kanan). Sumber: NASA, ESA, and P. Kelly, University of Minnesota

Lalu, bagimana Kelly bisa akhirnya menemukan objek sejauh ini? Ternyata mereka banyak dibantu oleh alam semesta sendiri yang kerap menyejajarkan benda langit pada garis yang diperlukan untuk melakukan gravitational lensing.

Lensing bisa terjadi ketika objek besar, seperti bintang raksasa atau gugus galaksi, melewati objek lain yang berada jauh di belakangnya jika ditilik sudut pandang bumi. Ketika hal ini terjadi, cahaya objek yang terletak di belakang akan lebih terang lantaran diperkuat oleh bidang gravitasi obyek raksasa di depannya. Di titik inilah, astronom bisa melihat objek yang letaknya sangat jauh dari bumi.

Dalam penemuan Icarus yang memecahkan rekor ini misalnya, bintang itu kebetulan berada di belakang gugus galaksi MACS J1149+2223, yang terletak lima miliar tahun cahaya dari Bumi. Gugusan ini sudah dikenal sebagai teleskop kosmik yang produktif. Namun, biasanya gugusan ini hanya memperkuat cahaya objek di belakangnya beberapa kali lipat.

Tim menemukan bahwa cahaya Icarus diperkuat sekitar 2.000 kali. Mereka menduga terdapat sebuah objek yang lebih kecil—barangkali sebesar ukuran matahari kita—ikut mempercerah sinar Icarus. Ini yang memungkinkan para astronom mengamati bintang raksasa biru tipe B, yang ukurannya berkali-kali lipat lebih besar dan terang dibandingkan bintang kuning yang berada di tengah sistem tata surya yang kita tempati.

Lewat sebuah surel, Kelly mengatakan bahwa di masa depan, bintang yang lebih jauh dari Icarus pun bisa dipelajari. Hal ini dimungkinkan lantaran cahaya beberapa bintang tersebut diperkuat lebih dari 10.000 kali. James Webb Space Telescope (JWST), teropong canggih yang selama beberapa dekade dikembangkan oleh NASA dan direncanakan akan diluncurkan pada tahun 2020, bakal sangat membantu melihat bintang-bintang yang kepalang jauh ini secara close-up.

Iklan

“tingkat penguatan cahaya bintang yang berada di belakang objek besar lainnya bisa dikalkulasikan dengan kode baru yang kami kembangkan dan dengan kemampuan obervasi JWST yang sangat sensitif, kelak kita bisa mengamati kejadian-kejadian seperti ini secara rutin,” imbuhnya.

Bintang-bintang “high redshift” ini, istilah yang mengacu pada sifat optik dari objek yang sangat jauh dari bumi seiring mereka bergerak menjauh, adalah gudang segala pengetahuan tentang awal pembentukan semesta. Malah, makalah Kelly terbit berbarengan dengan penelitian Nature Astronomy lainnya, dipimpin oleh astronom University of South Carolina, yang menganalisa insiden masa lampau yang diperjelas oleh gravitational lensing. Penelitian di masa datang mungkin akan bisa menghasulkan citra-citra bintang dan obyek yang terletak jauh dari bumi dan dari masa lalu. Dengan demikian, para ilmuwan bakal bisa mengamati pemandangan eksotis berupa proses awal pembentukan semesta.

“bahkan penguatan cahaya yang lebih besar bisa membantu kita memelajari Icarus secara mendetail serta menyigi populasi bintang terang di kawasan high redshift,” kata Kelly. “Kita bisa, contohnya, menghitung seberapa cepat bintang-bintang ini berotasi, sebesar apa ukuran mereka, hingga sebanyak apa radiasi ion yang dihasilkan tiap bintang.”

“Saat ini, penelitian tentang semesta high-redshift masih terbatas pada usaha kita memahami cahaya gabungan dari ribuan bintang, yang jelas susah dilakukan,” tambahnya. “jika kita bisa mengamati kejadian-kejadian ini dengan penguatan cahaya yang tinggi, itu juga akan membatasi kita mengamati materi gelap dalam bentuk lubang hitam kuno.”

Saat ini, astronom masih mempertajam teknik yang bisa mereka gunakan mengintip ke pojok semesta sekaligus ke masa awal semesta. Icarus hanyalah salah satu contoh permata-permata yang tersembunyi yang bisa tiba-tiba muncul dengan bantuan gravitational lensing.