FYI.

This story is over 5 years old.

Kuliner

Mengenang Kembali Histeria Popcorn Tahun 1994

Bahkan, surat kabar sekelas New York Times pun ketakutan dan menurunkan sebuah berita yang dimulai dengan sebuah lede yang bikin merinding: “Yang paling menakutkan saat nonton film di bioskop justru popcorn.”
Foto via Flickr   Andrew Rivett

Artikel ini pertama kali tayang di Munchies

Berikut film yang tayang pada bulan Mei 1994: Maverick, Beverly Hills Cop III, dan Little Buddha (yang terakhir ini dibintangi oleh Keanu Reeves yang tampang awet muda itu). Kita bisa berdebat mana dari film-film itu yang paling keren. Namun, satu pasti, siapapun yang menonton film-film itu 23 tahun lalu di Amerika Serikat dipastikan tidak beli popcorn untuk dikunyah saat menonton film-film itu atau setidaknya mengagumi kegantengan Keanu Reeves (karena kita tahu kemampuan akting gitu-gitu doang). Tentu saja, penduduk Negeri Paman Sam waktu itu tidak kebangetan kerenya sampai tak bisa beli popcorn. Makanan ringan ini dihindari karena dipercaya sebagai makanan penyebab kanker.

Iklan

Tanggal 20 Januari lalu diperingati sebagai Hari Popcorn Nasional di AS. Jadi, tak ada salahnya kalau kita mengenang fenomena yang terjadi nyaris 24 tahun lalu ketika popcorn didemonisasi sebagai makanan pencabut nyawa oleh Center for Science in the Public Interest (CSPI), yang mempresentasikan hasil penyelidikannya terkait kandungan gizi popcorn dalam sidang dengar pendapat Kongres AS dan mempublikasikanya sendiri di dalam jurnal Nutrition Action Healthletter.

Agar bisa tahu kandungan gizi popcorn, CSPI membeli popcorn di 12 bioskop milik enam perusahaan bioskop di tiga kota di AS. Sampel popcorn itu kemudian dikirim ke laboratorium dan kemudian dibandingkan kandungan lemaknya minyak canola, minyak kalapa serta lemak dalam jagung mentega yang dibuat dengan minyak kelapa. Biang masalahnya menurut CSPI adalah minyak kelapa (meski sekarang malah disanjung-sanjung sebagai superfood) yang memiliki kandungan lemak jenuh yang kelwat tinggi. Hanya berselang beberapa saja dari pelaksanaan dengar pendapat dengan Kongres AS, Jayne Hurley, pakar gizi yang bekerja untuk CSPI, tanpa tedeng aling-aling mewanti-wanti penikmat film profesional cum kritikus film legendaris Roger Ebert bahwa sekantong besar popcorn punya kandungan lemak yang setara dengan “enam buah Big Mac.” Artinya, dengan makan sekantung popcorn, kita sudah melampui kebutuhan lemak jenuh selama tiga hari.

Tentu saja, temuan macam ini memicu kegemparan dan kebencian akan penganan enak ini, tapi mungkin ini yang dikehendai oleh CSPI. Bahkan, surat kabar sekelas New York Times pun ketakutan dan menurunkan sebuah berita yang dimulai dengan sebuah lede yang bikin merinding: “Yang paling menakutkan saat nonton film di biokop itu bukanlah Freddy Kruegger. Yang bikin merinding bukan juga Mickey Rourke yang memainkan peran-peran dramatis. Yang bikin takut justru popcorn.” Surat kabar lain, Los Angeles Time, menurutkan sebuah artikel bertajuk “Nightmare at the Multiplex,” tulisan sepanjang 555 kata yang mengutuk minyak kelapa dan kemampuan Elle MacPherson yang busuk. (google saja namanya kalau kalian penasaran siapa tante ini).

Iklan

Popcorn Institute, organisasi dagang yang bertanggung jawab atas stok popcorn di AS, merespon laporan CSPI dengan enteng. “Kami pikir orang-orang lari keluar dari bioskop karena popcorn dijual di dalamnya,” ujar juru bicara Popcrorn Institute Dierdre T. Flynn kepada Times. "kalau kalian makan popcorn sesekali sebagai cemilan, popcorn tak akan membunuh kalian kok.”

Namun, tetap saja, para penonton film keburu ciut nyalinya. Tahun itu, mereka masih enggan berbagai popcorn saat menonton film-film keren seperti Forrest Gump dan Pulp Fiction. Alhasil, jumlah penjualan popcorn melorot sebanyak 50 persen dalam 12 bulan sebelum akhirnya kembali ke angka penjualan sebelum laporan CSPI diturunkan begitu penonton lupa perbandingan popcorn dengan enam buah Big Mac.

“Daya kejut laporan CSPI cuma sebentar. Setelah satu tahun, jumlah penjualan popcorn sudah kembali seperti semula,” tulis Tulsa World pada 2001, dalam peringatan 30 tahun CSPI,” baru-baru ini, satu perusahaan besar bioskop meninggalkan minyak safflower dan kembali menggunakan minyak kelapa untuk membuat popcorn. alasannya? Sama seperti kenapa restoran makanan Meksiko masih menggunakan lemak babi sampai sekarang: karena bikin rasanya lebih enak.”

Kemenangan CSPI atas konsesi AMC cuma berlangsung singkat. Malah, beberapa pengamat menyalahkan tindakan CSPI tersebut. Organisasi ini memang kerap iseng mengobrak-abrik pilihan kuliner warga AS. Sebelum mereka mengkampanyekan betapa bahayanya popcorn, CSPI pernah berusaha menjauhkan warga AS yang sangat awas dengan kesehatan tubuh mereka dari restoran makanan Italia dan Meksiko. Roger Ebert bahkan mencatat bila CSPI pernah menyebut Fettucine Alfredo sebagai “serangan jantung di atas piring.” Cuma begitulah, sampai saat ini CSPI belum juga insyaf dari kegemarannya membeli label miring pada pewarna makanan, gula hingga—lagi-lagi—popcorn. (tapi, bagaimanapun, CSPI punya video YouTube yang lumayan menghibur untuk ditonton. Judulnya “ Barbie Supports Menu Labeling”).

Iklan

Pada 2009 silam, CSPI kembali berulah dan berusaha kembali mendemonisasi kandungan lemak dalam popcorn. Bedanya, kali ini, pengunjung bioskop menganggap temuan CSPI sebagai angin lalu belaka.

“kudapan paling sehat yang bisa dibeli di bioskop bukanlah kudapan sama sekali,” jelas Jane Hurley, yang masih konyolnya seperti 15 tahun lalu.

Center for Consumer Freedom mencatat bahwa, berselang dua dekade sejak CSPI kali menyerang kandungan lemak popcorn, pandangan para ahli gizi terhadap lemak jenuh sudah jauh bergeser. Yang dianggap berbahaya saat ini bukan lagi lemak jenuh, melainkan lemak trans dan hidrogenasi parsial. Lagipula, siapa pun yang pernah membaca artikel kesehatan ecek-ecek pun tahu kalau minyak kelapa adalah minyak kesayangan semua orang.

“Sebagian besar penilitian tentang minyak kelapa dilakukan dengan minyak kelapa yang dihidrogenasi secara parsial. Ini dilakukan karena para peneliti perlu meningkatkan kadar kolesterol dalam kelinci percobaan agar mereka bisa mengumpulkan beberapa data tertentu,” terang Dr. Thomas Brenna pada New York Times. “Virgin coconut oil, yang belum kena proses kimia apapun, harus dipandang secara berbeda dari sudut pandang risiko kesehatan. Lagipula, minyak kelapa mungkin tek jelek-jelek amat bagi tubuh kita.”

Makanya, mumpung National Popcorn Day baru lewat dua hari, mari kita ingat bahwa popcorn memang sejatinya bisa membunuh—tepatnya karena rasanya yang maknyus abis itu.