FYI.

This story is over 5 years old.

Politik Internasional

Mengapa Kita Sebenarnya Tak Perlu Takut Akan Ancaman Nuklir Putin

Semua cuap-cuap tentang senjata pemusnah massal itu dilontarkan untuk menarik simpati publik. Maklum, Pilpres Rusia tinggal beberapa pekan lagi.
foto dari VICE News

Di Moskwa, Presiden Rusia, Vladimir Putin baru-baru ini memamerkan secara mewah senjata nuklir “tak terkalahkan” baru yang bisa menghantam jantung Amerika Serikat pada hari Kamis lalu. Dia berjanji akan membuat teknologi pertahanan misil AS tidak berdaya.

Namun mesin perang mutakhir, termasuk rudal jelajah penerbang rendah tenaga nuklir dan drone bawah air jarak jauh tidak akan mengubah logika warisan Perang Dingin—Kepastian Saling Menghancurkan (MAD), jelas ahli senjata perang ke VICE News—karena senjata nuklir kuat hanya akan memulai masalah baru buat Rusia.

Iklan

Justru, kata seorang pemerhati Rusia, gertakan nuklir Putin tidak lebih dari sekadar strategi kampanye mencolok mata yang dilakukan ketika perekonomian Rusia berjalan dengan lambat—dan tidak adanya penantang yang kredibel dalam pemilu presiden Rusia bulan ini berpotensi mempermalukan Putin karena jumlah pemilih yang sedikit, biarpun kemenangannya sudah hampir pasti terjadi.

“Ini semacam pidato kampanyenya,” ujar James Collins, mantan duta besar AS di Rusia ke VICE News. “Menurut saya ini tak lepas dari strategi politik menyambut pemilu yang akan berlangsung dua minggu lagi.”

Putin sudah lama memposisikan dirinya sebagai pembela Rusia dari keagresifan negara Barat yang berusaha terus menekan mereka semenjak menang di Perang Dingin, dan menjual dirinya sendiri ke publik Rusia sebagai pemimpin kuat yang berani melawan kekuatan asing hipokrit sombong AS.

Seiring pemilu Rusia semakin mendekat (18 Maret), Putin menolak untuk berdebat dengan calon kandidat lainnya. Dia justru berusaha memenangkan suara publik, kata analis, dengan cara berkampanye melawan musuh yang lebih kuat: Amerika.

“Putin sudah berkampanye melawan Amerika Serikat dalam pemilu selama sepuluh tahun,” ujar Stephen Sestanovich, seorang duta besar dan penasihat spesial negara bagian baru bekas Uni Soviet di bawah masa jabatan presiden AS Bill Clinton.

“Dua setengah minggu sebelum pemilu, penonton utama pidato sudah pasti adalah para pemilih yang berusaha dimenangkan,” jelas Sestanovich ke VICE News.

Iklan

Putin menjelaskan bahwa nuklir baru ini merupakan respon terhadap pertahanan misil AS yang agresif, sebuah “mesin Amerika” yang memutari Rusia di Alaska, California, Polandia, Rumania, Jepang, Korea Selatan, dan 35 kapal AS “dikerahkan ke wilayah-wilayah mendekati perbatasan Rusia.”

“Kalau kita tidak melakukan sesuatu, ini bisa menyebabkan devaluasi potensi nuklir Rusia,” ujar Putin. “Semua misil kita nanti bisa-bisa dicegat.”

Namun faktanya, Rusia tidak membutuhkan sistem serangan nuklir mematikan—karena gudang senjatanya yang memuat sekitar 7.000 nuklir sudah mampu membuat sistem pertahanan AS repot, jelas seorang ahli senjata.

“Apakah ini mempengaruhi hubungan kedua negara? Tidak sama sekali,” ujar Joshua Pollack, seorang ahli senjata nuklir dan editor dari Nonproliferation Review.

“Tidak ada strategi misil saat ini atau masa depan yang akan mengubah kemampuan Rusia untuk membalas AS menggunakan senjata nuklir,” ujar Pollack ke VICE News. “Dari sudut pandang itu, ini bagaikan mendorong pintu yang sudah terbuka. Tidak menambah apapun.”

Pollack mengatakan apabila Rusia benar-benar menanamkan senjata nuklir generasi baru ini, negosiasi senjata di masa depan akan semakit rumit, karena bergantung kepada definisi hati-hati senjata apa saja yang boleh digunakan setiap pihak termasuk bagaimana senjata-senjata tersebut akan dimonitor.

Namun lebih dari itu semua, pidato Putih menunjukkan bagaimana ketegangan antara Washington dan Moskwa telah meningkat dalam berbagai sektor dan isu, ujar para pemerhati Rusia.

Pengumuman Putin dibuat setelah tentara AS membunuh dan mencederai sekitar 300 tentara bayaran Rusia di Suriah bulan Februari lalu, dan menyusul terus berlangsungnya konflik jangka panjang di perbatasan Rusia - Ukraina timur. Pada bulan Desember, pemerintah AS membuat Rusia murka setelah menyetujui pengiriman senjata mematikan ke pemerintah Ukraina guna mendukung pertarungan mereka melawan separatis pro-Rusia. Pengiriman senjata ini diperkirakan akan dilakukan dalam waktu beberapa minggu.

Aksi pamer senjata nuklir canggih ini membeberkan cara pikir seorang pemimpin yang melihat negaranya dikepung dan terkunci dalam situasi zero-sum competition (di mana kerugian/keuntungan satu pihak berbanding terbalik dengan lawannya) dengan negara barat, jelas Mark Galeotti, seorang ahli dalam isu keamanan Rusia, ke VICE News.

“Putin bukan hanya semakin menekankan nasionalisme dan militerisme, tapi juga narasi bahwa Rusia itu sendirian di dunia, di bawah ancaman, dan kini harus memamerkan taringnya yang tajam,” jelas Galeotti via telepon dari Prague.

“Mulai sekarang, nampaknya agenda AS-Rusia akan hanya berkisar di satu hal: pencegahan perang,” kicau Dmitri Trenin, direktur dari Carnegie Moscow Center. “Semoga beruntung buat kita semua.”