Bekerja Pakai Kostum SpongeBob Mengajarkanku Makna Kemanusiaan
Foto oleh Rafael Ben-Ari via Alamy Photos

FYI.

This story is over 5 years old.

Lika-Liku Taman Hiburan

Bekerja Pakai Kostum SpongeBob Mengajarkanku Makna Kemanusiaan

Ketika terus-terusan diganggu pengunjung, ada risiko kita akhirnya eneg dan mukul balik.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Germany.

Taman hiburan dirancang sebagai sumber keseruan dan hiburan pengunjung (meski seringnya pengunjung jadi muntah). Tapi bagi sebagian lagi, tempat macam ini hanyalah pekerjaan yang tak ada seru-serunya sama sekali. Arne* bekerja di taman hiburan selama beberapa bulan. Dia bilang pekerjaannya punya sisi gelap tersendiri. Arne adalah 'penampil karakter'. Artinya dia berkeliling taman hiburan pakai kostum bermacam-macam, mulai dari Teenage Mutant Ninja Turtle atau Spongebob Squarepants, berpose bersama pengunjung-pengunjung, berjoget bersama di pawai-pawai dan berupaya semampunya untuk menebar keceriaan di seluruh taman. Bagi banyak pengunjung, upaya Arne banting tulang dalam kostum seharian tidak cukup. Saya ngobrol-ngobrol bareng Arne soal pelecehan verbal dan fisik yang dia hadapi setiap harinya. Meski hal ini sudah menjadi bagian dari pekerjaan, bukan berarti profesi jadi penampil karakter mudah dijalani.

Iklan

Pelecehan Verbal

"Setelah beberapa bulan bekerja di taman hiburan ini, saya menyaksikan hal-hal yang sebelumnya tak pernah terlintas dalam imajinasi. Aneh banget—kami dipekerjakan untuk membantu pengunjung bersenang-senang, tapi kami dikata-katain sepanjang hari. 'Asshole' dan 'son of a bitch' adalah celaan paling lumayan. Di pagi harinya, pada permulaan tiap shift, tim kami berkumpul di belakang panggung untuk mengetahui siapa yang akan mengenakan kostum yang mana hari itu, dan siapa yang akan menjadi pengawal. Para pengawal bertugas memastikan tidak ada hal buruk yang terjadi pada penampil berkostum. Saat taman hiburan dibuka, kami beranjak ke gerbang masuk, untuk menyambut para pengunjung. Itulah biasanya kali pertama pada hari itu saya mendengar cercaan seperti 'Heh SpongeBob, bangsat lo!' diteriakkan ke muka saya.

Foto oleh Laurie Goldfarb via Alamy Photos

Ketika sesuatu terjadi yang tidak disukai para orangtua, mereka tidak segan-segan menghina kami di hadapan anak-anak mereka. Baru-baru ini, saya bekerja sebagai pengawal di sebuah area di taman hiburan di mana para penampil berkumpul selama beberapa jam sekali untuk berfoto dengan para pengunjung. Setelah satu anak berfoto bersama, ibunya mendekati saya dan bilang dia merasa karakter-karakter ini kurang ramah pada anaknya. Saya bilang, nanti coba saya sampaikan, dan bahwa karakter-karakter ini akan dengan senang hati berfoto ulang dengan anaknya. Hal itu tidak memuaskan si ibu-ibu ini—dia berdiri di samping antrian anak-anak, lalu berteriak bahwa salah satu karakter itu seorang 'arsehole' dan bahwa tititnya seupil. Saya berusaha mengendalikan situasi tersebut secara profesional. Tapi ya, bukan berarti saya enggak dongkol. Saya tahu mereka mungkin enggak bermaksud menyinggung saya—mereka hanya berpikir mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau di sini. Tapi tetap aja, saya enggak ngerti kenapa oang-orang mengira mereka boleh berperilaku kayak gitu."

Iklan

Pelecehan Fisik

"Ada dua tipe orang yang secara fisik menyakiti para penampil di taman hiburan kami. Tipe pertama adalah orang-orang yang terlampau girang dan menyakiti kami tanpa sengaja—mereka enggak bermaksud demikian, tapi mereka mengguncang-guncang atau memeluk kostum kami terlalu keras. Hal seperti itu jadi lebih menyakitkan ketika terjadi lewat kostum. Saat orang-orang menyadari bahwa kalau kekencengan mereka akan menyakiti kami, mereka biasanya lebih berhati-hati. Saya masih bertanya-tanya sih, kalau orang-orang sebenarnya lupa bahwa ada manusia di balik kostum-kostum itu. Sayangnya, ada juga tipe kedua: orang-orang yang secara sengaja memukul kami. Baru-baru ini saya berlutut untuk berfoto bersama seorang anak sekitar 4 tahun, yang juga mengenakan kostum. Lalu tiba-tiba ada anak remaja berlari ke belakang saya dan menendang pantat saya—hanya karena iseng. Di waktu lain, selama sesi resmi foto bareng yang terakhir hari itu—yang bisa jadi padat banget dengan belasan anak-anak dan orangtua yang mau memanfaatkan sisa waktu—seorang ibu-ibu mencengkram lengan seorang karakter dan menjatuhkannya ke tanah. Saat kami berada di dalam kostum, kami enggak bisa merespon agresi seperti itu. Kami tidak bisa melepas kostum dan ngobrol dengan para pengunjung. Yang bisa kami lakukan adalah melaporkannya pada pengawal, tapi ini juga sulit—kami tidak bisa berbicara, dan beberapa kostum, seperti Patrick Star misalnya, tidak punya lengan atau kaki. Saat kamu dapat giliran jadi pengawal di hari itu, mustahil untuk mengawasi setiap hal, terutama saat para karakter berada di tengah-tengah kerumunan pengunjung. Sebagian pengunjung bisa jadi amat kasar—terutama remaja. Ada rumah hantu di taman hiburan kami, dan hal-hal menjadi parah banget akhir-akhir ini. Pengunjung tidak diizinkan mengambil foto atau video, tapi ada dua remaja perempuan dan tiga remaja laki-laki berlarian, dan satu remaja perempuan merekam. Salah satu karakter kami, masih berperilaku sesuai karakternya, meminta si remaja perempuan untuk berhenti merekam. Tapi si remaja perempuan malah memukul wajah si karakter dan mematahkan hidungnya. Kalau sebuah insiden jadi seburuk itu, kami keluar dari karakter dan pergi ke area belakang panggung. Sang pengawal dapat mencoba menangkap pelaku, tapi biasanya mereka sudah kabur. Kapanpun kita berhasil menangkap mereka, kami meminta mereka datang ke pusat layanan pengunjung, dan di sana kami mengenalkan mereka pada orang di balik kostum tersebut, yang mereka sakiti. Biasanya, mereka tak tahu harus berkata apa setelah itu."

Kostum yang Tidak Nyaman

"Wah, kostumnya gerah banget, dan tidak ada sirkulasi udara. Jadi setelah setengah jam mengenakannya, kami butuh rehat setengah jam. Setiap shift, kami bisa keluar kostum sekitar lima sampai enam kali. Kami membawa kostum kami ke belakang panggung untung diangin-anginin, dan mengubah pakaian olahraga yang kami pakai di balik kostum, beberapa kali pula. Pakaian olahraga kami dicuci semalaman dan kostum-kostum didesinfeksi setiap setelah pemakaian. Kadang, kostum-kostum dibersihkan secara profesional untuk menghilangkan bau. Hal ini membantu sedikit, tapi kami selalu ngeh bahwa ini kostum bekas orang lain—yang bisa jadi amat tak menyenangkan khususnya dalam hal pakaian dalam. Terang banget bahwa ada beberapa orang yang udah keringetan dalam kostum ini sebelum giliran saya."

Niat Balas Dendam

"Ketika kamu dilecehkan terus-menerus oleh pengunjung, ada risiko bahwa kamu akhirnya eneg dan mukul balik. Ada suatu waktu, seorang pengunjung mendorong-dorong di antrian dan ketika dia ditegur, dia menunjukkan bahwa dia enggak perlu ngantre seperti orang lain. Dia bersiul memanggil salah satu kolega saya yang berkostum untuk datang, tapi cara dia bersiul seperti manggil anjing. Itu bikin kolega saya semaput, jadi dia mendorong pengunjung itu. Enggak keras sih—kami enggak bisa benar-benar memukul seseorang ketika pakai kostum—tapi cukup lah supaya laki-laki itu paham. Tentunya, hal itu tidak diperbolehkan, tapi sejujurnya, saya merasa sedikit lebih baik bahwa laki-laki itu mendapat pelajaran. Kekerasan dalam taman hiburan biasanya berjalan satu arah—dari para pengunjung, pada kami. Operator wahana-wahana mendapatkan komentar-komentar buruk dan ancaman fisik hanya karena mereka melakukan pekerjaan mereka dan menegakkan peraturan taman hiburan. Namun tidak ada dukungan psikologis yang tersedia bagi kami—kami bisa ngobrol dengan pemimpin tim kalau sesuatu benar-benar mengganggu, tapi pada akhirnya, ini semua bagian dari pekerjaan. Sejujurnya, saya senang bahwa pengunjung-pengunjung kami tidak bisa mengetahui gender manusia di balik kostum yang kami kenakan—saya cukup yakin para penampil kami akan menerima pelecehan seksual kalau pengunjung taman hiburan tahu. Dan bahkan, ketika mereka tidak tahupun, para pengunjung cenderung meletakkan tangan mereka di area-area kostum tertentu—hanya karena mereka kira itu lucu banget. Pada akhirnya, pekerjaan ini telah mengubah cara pandang saya terhadap dunia—saya telah belakar bahwa kami tidak bisa mengharapkan yang terbaik dari orang-orang. Dan meski pekerjaan ini bisa amat melelahkan dari segi mental dan fisik, saya masih suka mengerjakannya. Bukan karena uang—upah kami masih sesuai UMP kok—tapi karena ada banyak momen bagus yang bisa menutupi momen-momen buruk seperti itu. Bener deh, bahagia banget rasanya bisa bikin anak di kursi roda tertawa, misalnya. Tapi saya bertanya-tanya sih berasal dari mana semua energi negatif para pengunjung ini? Serius deh, ini kan taman hiburan. Kenapa orang-orang kekeuh enggak mau dihibur?" * Nama Arne diubah untuk melindungi privasi dan pekerjaannya. Kami tidak menuliskan secara spesifik taman hiburan tempatnya bekerja untuk alasan yang sama.