FYI.

This story is over 5 years old.

10 Pertanyaan Penting

10 Pertanyaan Bikin Penasaran Buat Telemarketer yang Gigih Menelepon Kita Siang-Malam

Telepon tawaran kartu kredit sampai asuransi di Indonesia udah seperti momok. Sebaliknya untuk telemarketer, percakapan adalah medan perang. Mereka rutin ditolak, digoda, sampai paham psikologi lho.
Kantor petugas call center dan agen pemasaran telepon
Foto ilustrasi para telemarketer oleh Lean Daval Jr / Reuters

Seberapa sering kalian menerima telepon dari nomor yang tidak kalian kenali, tapi kalian putuskan tetap menerima panggilan telepon tersebut? Kadang kalian berpikir, mungkin ini panggilan darurat, atau ada kawan lama menghubungi. Sayangnya, dunia nyata tidak seideal itu.

Setelah kalian menyatapa "Halo, ini siapa ya?" terdengarlah suara ramah yang khas, memanggil kalian dengan sebutan pak atau bu, lalu menawarkan kartu kredit, pinjaman tanpa agunan, asuransi, TV kabel, dan berbagai jasa lainnya. Jika kalian tak lihai ngobrol sama orang baru, sosok di ujung telepon pasti akan mendominasi pembicaraan, lalu merayu kalian habis-habisan agar mau menjadi nasabah produk yang ditawarkan.

Iklan

Zonk…

Peneleponmu itu memang sosok yang terlatih menjual kepercayaan hanya bermodal suara. Sebutan profesinya adalah telemarketer.

Hubungan kita dan telemarketer bagaikan pisau bermata dua. Kadang, kalau mood sedang bagus kita akan sabar meladeninya (sekalipun belum tentu kita setuju pakai produknya). Tapi tak jarang kita jengah, bahkan jadi emosi, karena sosok di seberang telepon sana gigih sekali menghubungi.

Jasa telemarketing di Indonesia sempat terhenti pada pertengahan 2014, setelah direktur Literasi dan Edukasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peraturan larangan penawaran produk atau pelayanan jasa keuangan melalui layanan pesan pendek (SMS) atau telepon tanpa persetujuan konsumen. Pasalnya, sempat marak penipuan via telepon mengatasnamakan bank. Sekarang bisnis macam ini kembali lancar, selama perusahaan bank yang menggunakan layanan telemarketing terdaftar dalam OJK.

Pekerjaan ini membutuhkan militansi tersendiri demi mendapat jawaban “Ok, saya setuju” dari calon nasabah. Penolakan sudah jadi makanan sehari-hari, namun karenanya mereka sangat paham cara memengaruhi psikologi manusia hanya berbekal kata-kata. Telemarketer juga harus punya kendali diri tingkat dewa, karena sering upaya mereka menelepon ditanggapi makian. Jagat dunia twitter sempat diramaikan unggahan cerita soal pekerja telemarketing tunanetra, yang menyadarkan banyak netizen jika metode pemasaran telepon adalah profesi biasa, sebaiknya tak direndahkan atau dimusuhi terlalu parah.

Iklan

Penjelasan serupa diucapkan Nay saat kami temui di bilangan Sudirman, Jakarta Pusat. Telemarketer sadar, kadang orang yang menolak keras sedang dalam kondisi hati tak bagus, atau memang kurang berjodoh saja. "Setiap dibentak calon nasabah, saya percaya watak aslinya tidak seburuk itu. Kemungkinan memang logat asal daerahnya yang sudah seperti itu, jadi ini hanya soal suasana hati kita bagaimana melayani customer sebaik mungkin," ujar pemuda 23 tahun yang lebih dari setahun menjalani profesi telemarketing.

Nay beserta koleganya Vida bersedia menceritakan seluk beluk profesi telemarketer pada VICE. Demi menghormati kode etik, mereka hanya mengenalkan nama panggilan dan tidak bisa menyebutkan nama perusahaan dan bank tempat mereka bekerja.

Berikut cuplikan obrolan kami:

VICE: Halo teman-teman. Kenapa kalian mau menekuni profesi telemarketing?
Nay: Awalnya saya tuh kerja di call center, terus punya teman yang profesinya telemarketing, dia cerita kalau jadi telemarketing itu selain dapat gaji, juga bisa dapat insentif. Wah berarti saya enggak cuma bisa dapet gepokan aja nih, tapi bisa dapet uang lebih. Terus pekerjaannya lebih aman, kita enggak ketemu secara langsung sama calon nasabah atau debitur, kan ada tuh direct marketing yang kita sendirian secara langsung ketemu calon nasabah. Kalau orangnya baik enggak masalah. Kalau jahat, bisa kena marah kita. Sementara lewat telepon, mau dia baik atau jahat kan lewat telepon, jadi ngerasa aman. Yang penting perusahaan tempat saya kerja sudah terdaftar secara OJK, saya menawarkan program yang memang sudah ada profesionalitas dari perusahaan itu sendiri.
Vida: Kalau saya, di markerting sendiri sudah lama. Karena tantangan baru di dunia telemarketing lebih kayak ‘seni menjual suara’ sih, suara pertama itu yang memberikan kesan sampai tutup telepon terakhir, suara yang bisa menarik customer itu sendiri, kita harus bikin suasananya itu semenarik mungkin, walaupun kami lagi galau, tetap butuh presentasi yang kuat. Ada tantangan yang luar biasa buat saya pribadi, itu sih sebabnya saya menekuni profesi ini.

Iklan

Apakah kalian dilatih seni bicara dulu sebelum melakoni profesi telemarketing menawarkan produk kartu kredit atau asuransi?
Nay: Ada, karena kita ada program dan produk yang harus kita jual, harus ada training dulu untuk mendalami, setelah itu kita mendengarkan senior membahas cara ngomongnya. "Oh caranya senior menawarkannya kayak gitu ya, oh nada suarannya kayak gitu, kok dia bisa ya closing debitur sebanyak itu."

Terus ada pelatihan apa yang boleh kita katakan dan tidak boleh kita katakan, dan penjelasan program secara mendalam. Apa yang kita sampaikan itu direkam dan jadi bukti debitur tersebut mendapatkan penawaran terbaik. Untuk lamanya training, kurang lebih sih dua minggu sampai satu bulan.

Dalam sehari seberapa banyak kalian menelepon berapa calon nasabah?
Nay: Kita biasanya sih sehari bisa menelepon 50 sampai 60 calon nasabah per hari, itu hanya yang berhasil ngobrol, belum termasuk yang enggak diangkat. Kalau total sama yang enggak diangkat bisa sampai 130 nomor calon nasabah yang kita hubungi per hari. Menelepon calon nasabah dari pagi jam 8.30 sampai 17.30.

Gimana sih cara kalian mendapat nomor telepon nasabah?
Vida: Dari sistem, kita sudah ada datanya, data keluarganya, data rumahnya, data profesinya, jadi datanya memang sudah ada di pocket computer kita. Data dari pihak manajemen kami langsung, kami di bagian telemarketingnya saja.

Kalian sendiri emangnya percaya menawarkan produk lewat telepon bisa efektif?
Nay: Efektif lho, karena enggak semua orang punya waktu ya, memang setiap perusahaan jasa keuangan memilki cabangnya masing-masing di setiap daerah, cuma enggak semua orang punya waktu datang ke cabang tersebut. Dengan adanya telemarketing, orang yang enggak punya waktu bisa kita telepon, kalau dia memang membutuhkan program yang kita tawarkan, jadi efektif buat calon nasabah.

Iklan

Tonton video VICE saat mewawancarai lelaki yang menekuni profesi tak biasa sebagai penyedia jasa sedot WC:


Seberapa sering kalian salah sambung pas bekerja?
Nay: Sehari bisa 1-5 kali tiap harinya bisa salah sambung, tapi enggak sering banget. Paling emang karena human error sih, salah tulis nomor.

Pernahkah telepon kalian dianggap calon pelanggan sebagai upaya menipu?
Nay: Debitur kadang ada yang merasa takut sama kita, karena punya pengalaman ditipu oknum, mereka jadinya menyamaratakan. Kita cuma bisa meyakinkan saja, kalau kita memang tidak ada niatan buruk, toh kita enggak meminta apapun, kita hanya minta persetujuan verbal saja. Karena kalau penipu biasanya minta sesuatu.

Penolakan terburuk dari pelanggan yang pernah kalian terima kayak gimana?
Nay: Baru "Halo…" langsung ditolak, itu paling tai sih, karena sudah tahu kita dari mana gitu, mungkin sudah hafal [telemarketer] yang telepon. Baru dihubungi dia langsung ngomong, “Oh dari perusahaan A, mau nawarin ini ya? Enggak usah, saya enggak butuh." Nolaknya enggak enak banget, dari pengalaman di perusahaan sebelumnya sampai sekarang kayak gitu.
Vida: Paling kesel banget itu di PHP-in [Pemberi Harapan Palsu] calon nasabah. Biasanya respons pertama ke kita baik, kita menganggap ada kemungkinan dia mau, terus pas di telepon lagi berulang kali, tiba-tiba enggak jelas gitu dan akhirnya menolak. Karena kita jadi terlalu fokus sama dia, buang waktu. Padahal masih banyak calon nasabah lain yang harus dihubungi.

Iklan

Pernahkah kalian dijahili pelanggan saat telepon?
Nay: Banyak, karena kita via telepon, dan punya nama online telemarketing masing-masing, kita enggak menggunakan nama pribadi, sering nama kita disangka cewek. Padahal kita cowok, misalkan nama saya Asrafil, tapi dia manggilnya Aurel, kayak gitu, kan enggak mungkin kita nyebut dengan lengkap "Saya Mas Asrafil”, calon nasabah “Oh iya, Aurel, iya Mbak”, enggak mungkin juga saya bilang “Maaf, saya bukan Mbak." Mereka menganggap saya Perempuan, mungkin karena suara saya terlalu rendah atau gimana ya, sampai ada yang ngegodain "Mbaknya masih jomblo?" atau "Mbaknya gimana kabarnya?"
Vida: Saya pernah ketemu calon nasabah yang takut sama istrinya, jadi setelah saya menawarkan, dia diskusi dulu sama istrinya, ya sudah kita tunggu. Biasanya nanti kita telepon lagi si calon nasabah, terus katanya “Iya nih Mbak, saya enggak boleh." Saya jawab, "Loh emang kenapa Pak? Kan katanya Bapak sudah setuju?" Terus dia bales gini "Iya, tapi saya takut sama istri saya Mbak, sudah diancem." Itu sih pengalaman paling kocak.

Pernah telepon calon nasabah yang ternyata keluarga atau teman sendiri?
Nay: Kalau kenal orang yang mau kita telepon, kita otomatis tahu lebih dulu, karena kita sudah lihat data calon nasabahnya. Mau saudara sekalipun, kita harus tetap formal, jangan sampai mereka tahu siapa kita. Paling saat telepon, misalnya calon nasabah menebak-nebak "Kamu A ya?", saya balas “Bukan Pak, saya dari perusahaan ini." Karena hanya suara, jadi mungkin ada kemiripan sama orang lain. Namanya juga telemarketing, tele itu suara. Beda nama dan urusan lagi kalau video call. Hahaha.

Iklan

10 Pertanyaan Penting adalah kolom VICE mengajak pembaca mendalami wawancara bersama sosok/profesi jarang disorot, padahal sepak terjangnya bikin penasaran. Baca juga wawancara dalam format serupa, dengan topik dan narasumber berbeda, lewat tautan berikut:

10 Pertanyaan Bikin Penasaran yang Ingin Kalian Sampaikan Pada Ahli Kung Fu di Jakarta

10 Pertanyaan Unik yang Ingin Kamu Ajukan Kepada Anggota Freemason

10 Pertanyaan Penting yang Ingin Kamu Ajukan Untuk Pawang Harimau