Foto ilustrasi oleh Zackary Drucker via the Gender Spectrum Collection/Broadly
Perempuan orgasme diperlakukan layaknya fenomena langka yang kudu banget ditelaah. Beneran ada gak, sih? Kalau ada, apa fungsinya? Pada 30 September, Proceedings of the National Academy of Sciences menerbitkan studi yang menguji orgasme perempuan sebagai pemicu ovulasi menggunakan kelinci.Para peneliti memberikan Prozac kepada salah satu dari dua kelompok kelinci. Obat ini memiliki sifat menghambat orgasme. Setelah itu, mereka mengukur tingkat ovulasi pasca-sanggama pada kedua kelompok. Hasilnya menunjukkan tingkat ovulasi pada kelompok kelinci yang enggak diberi obat 30 persen lebih tinggi.Gara-gara studi ini, ovulasi dapat dipicu oleh orgasme menjadi topik menarik bagi kalangan akademik. Pada 2016, kedua peneliti Mihaela Pavlićev dan Günter Wagner menerbitkan tinjauan pustaka dalam Journal of Experimental Zoology Part B: Molecular and Developmental Evolution, yang terinspirasi dari hipotesis terdahulu bahwa orgasme perempuan memiliki semacam koneksi penting dengan proses reproduksi (daripada peran berguna tapi tak begitu penting, seperti kenaikan tingkat ovulasi), atau berevolusi sebagai suatu kesalahan biologis.Namun, penelitiannya malah mencerminkan betapa masyarakat terlalu ribet mempermasalahkan gairah perempuan. Kenapa para peneliti ini kesannya ngebet banget membuktikan orgasme perempuan itu ada gunanya?Kalau dipikir-pikir, selama ini jarang ada akademisi yang mempertanyakan fungsi puting pada laki-laki. Kita semua tahu organ seksual ini enggak ada gunanya buat kaum adam, tapi mereka buktinya tetap punya puting! Lalu, mengapa orgasme perempuan harus banget dibuktikan fungsinya? Kedua peneliti itu dipuji habis-habisan oleh media karena "berhasil" memecahkan misteri orgasme perempuan, padahal sebenarnya… enggak penting abis. Aku bakalan lebih takjub kalau kalangan akademisi ini bersedia meyakinkan bahwa perempuan juga berhak merasakan orgasme.Follow Katie Way di Twitter.Artikel ini pertama kali tayang di VICE US.
Iklan