FYI.

This story is over 5 years old.

Pilgub DKI

Rencana Tamasya Mengguncang Jakarta Sebelum Pilkada Putaran Dua

Panitia Tamasya Al Maidah yang berencana menempatkan 100 pendukung gerakan Islamis mengawasi setiap TPS, memancing perhatian aparat keamanan.
Foto oleh Arman Dzizovic.

Dalam hitungan jam menjelang dibukanya Tempat Pemungutan Suara (TPS) putaran kedua Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, muncul manuver dari kelompok Islamis untuk mempengaruhi kontestasi politik ibu kota. Sekelompok orang yang menamakan dirinya Kelompok Tamasya Al Maidah bersiap memastikan kekalahan pasangan calon gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat (Ahok-Djarot).

Gerakan Tamasya Al Maidah bertekad mengumpulkan ratusan orang pada hari pencoblosan 19 April di sejumlah TPS di DKI Jakarta dalam rangka mengawal kekalahan Ahok-Djarot. Ketua Panitia Tamasya Al Maidah, Ansufri Sambo, menampik tuduhan bila Tamasya Al Maidah disebut sebagai langkah pemenangan pasangan calon rival Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Iklan

"Supaya Ahok tidak menang, siapa pun calonnya (lawannya)," kata Ansufri usai jump pers Tamasya Al Maidah di Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, Senin (17/4) seperti dikutip CNN Indonesia.

Foto via akun viral effecto/ Twitter.

Panitia Tamasya Al-Maidah mengklaim tidak akan melakukan intimidasi kepada para calon pemilih. Mereka "hanya" akan menempatkan lebih dari 100 orang di beberapa TPS seluruh Jakarta. Lokasi-lokasi yang dipilih, menurut panitia gerakan ini, adalah yang rawan mengalami kecurangan. Para pemantau dari kelompok Islamis ini akan ditempatkan dari jarak 20 hingga 30 meter dari TPS. Ansufri menjamin, anak buahnya hanya akan mendokumentasikan pelanggaran, bukan menakut-nakuti pemilih muslim agar tidak memilih Ahok yang beragama Kristen.

"Mereka (para peserta Tamasya Al Maidah) itu, akan memantau, melihat, menyaksikan, tentu dengan jarak kira-kira 20 meter, agar tidak melanggar UU dan tidak merusak aturan. Mereka akan mendokumentasikan juga," kata Ansufri seperti dikutip BBC Indonesia. "Jika ternyata terjadi kecurangan, mereka akan nyorakin, 'hai jangan begitu kalian!' menyuruh petugas yang ada di situ berani untuk mengambil tindakan, mencegah kecurangan, menangkap atau menindak, begitu lho."

Tamasya Al Maidah mengambil inspirasi dari ayat Al Maidah 51 dalam Al Quran. Ayat itulah yang disebut oleh Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu tahun lalu, membuatnya terseret kasus dugaan penistaan agama. Kasus ini membuat peluang Ahok memenangkan pilkada jauh melorot, dan kini terancam kalah oleh lawan politiknya di putaran kedua.

Iklan

Gerakan Tamasya Al Maidah merupakan kelanjutan berbagai aksi massa yang selama berbulan-bulan terjadi di Jakarta demi melengserkan Ahok dari kursi DKI 1. Pesertanya merupakan alumni aksi 212 yang terdiri dari individu dan berbagai organisasi Islam di bawah Forum Umat Islam (FUI). Sekretaris jenderal FUI, Al Khathath akhir Maret lalu ditangkap akibat tuduhan makar.

Humas Mabes Polri Boy Rafli Ammar menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan gerakan Tamasya Al Maidah, bisa digolongkan sebagai intimidasi psikologis bagi para pemilih.

"Artinya apalabila ingin perjalanan traveling ke tempat wisata itu adalah sesuatu normal," kata Boy Rafli. "Akan tetapi apabila kehadiran itu memiliki sesuatu tujuan yang tidak baik, menghambat atau menganggu, berupaya untuk menimbulkan kekacauan dalam konteks menganggu jalannya pilkada maka tentu itu tidak diharapkan."

Adapun Kapolda Metro Jaya M. Iriawan menyatakan siap bertindak tegas terhadap tamasya satu ini. Apalagi jika alasannya mengawasi pelaksanaan pilkada yang sudah menjadi tugas KPU dan aparat hukum. "Kalau ada mobilisasi massa akan dipulangkan," ujar Iriawan. "Sudah ada saya dan Pangdam yang menjaga tiap TPS siapapun juga yang mencoba kita tidak melihat siapapun yang mencoba mengganggu pemungutan suara akan kita tindak tegas."

Otoritas penyelenggara pemilu mengingatkan seluruh elemen sipil untuk mempercayakan proses pemungutan suara pada mereka. Komisioner Badan Pengawas Pemilu DKI, Muhammad Jufri, menilai gerakan semacam Tamasya Al-Maidah tidak perlu dilakukan. Apalagi Bawaslu sudah mengerahkan ratusan pemantau yang terlatih memastikan semua pelanggaran dicatat. "Percayakanlah pada Bawaslu. Kami kan punya perangkat pengawas TPS hingga tingkat kelurahan," ujarnya.

Ansufri mengecam larangan menggelar acara Tamasya Al Maidah oleh kepolisian. Dia menyatakan memantau proses pemilihan di TPS adalah hak setiap warga negara. "Kita berkunjung [ke TPS] mengawasi dan memastikan Pilkada berlangsung damai," ujarnya.

"Kalau kita diintimidasi negara, malah diusir atau ditangkap, ini pelanggaran besar bagi demokrasi."