FYI.

This story is over 5 years old.

Toleransi Beragama

Kami Mewawancarai Sahabat Beda Ras dan Agama, Bukti Bhinneka Tunggal Ika Masih Ada di Indonesia

Rasisme kembali muncul di ruang-ruang publik Indonesia. Orang-orang yang kami wawancarai sukses menaklukkan sekat-sekat prasangka: sahabat seperjuangan dan teman kantor yang lengket.
Foto oleh Muhammad Nizam Omar via Flickr

Belakangan ini kebencian rasial tumbuh subur di Indonesia. Kondisi ini kadang membuat kita lupa, Indonesia punya slogan adiluhung "Bhinneka Tunggal Ika." Slogan ini jelas penting bagi bangsa ini—sebuah negara yang dihuni 300 etnis, memiliki enam agama (setidaknya ini jumlah yang diakui negara), dan ratusan bahasa daerah. Lewat semboyan itu, kita diingatkan agar selalu melampaui perbedaan, bahu membahu membangun Indonesia, seklise apapun slogan itu terdengar di kuping.

Iklan

Beberapa minggu terakhir, rasisme kembali muncul di ruang-ruang publik negara ini. Rasanya sekarang penting melacak orang-orang yang berhasil menaklukkan sekat-sekat prasangka: sepasang sahabat seperjuangan hingga teman kantor yang menjadi sobat kental dalam suka-duka. Mereka semua bersatu, walau berangkat dari latar ras dan sosial yang sangat berbeda. Orang-orang yang kami wawancarai pantas disorot. Sebab persahabatan mereka mengingatkan kita bahwa masih ada cara-cara cermerlang menjembatani perbedaan di antara warga negara yang majemuk ini.

NARANTARA SITEPU (KIRI) DAN JANUAR KRISTIANTO (KANAN) SAHABAT KARIB BERKAT KECINTAAN TERHADAP INDIE ROCK.

VICE: Bagaimana awalnya kalian ketemu?
Narantara Sitepu: Awalnya aku ngontak Jan lewat twitter, dia temannya teman gitu. Waktu itu aku pengen masukin Jan ke sebuah lookbook. Kami akrab karena kami punya hobi yang sama. Mendengarkan indie rock dan ngolok-olok kaum ekstremis. Barangkali itu hal yang paling aku suka dari Jan. Dia engga pernah menyembunyikan kebenciannya—atau cintanya—pada apapun.

Pernah engga kalian sadar ada perbedaan budaya di antara kalian?
Narantara Sitepu: Di lingkaran pertemananku, engga ada tuh yang brengsek apalagi bigot. Jan engga pernah dianggap orang Cina. Jan ya Jan, cowok yang tahu segalanya. Pernah suatu kali, Jan diancam lewat facebook gara-gara pernah nge-troll temannya yang bigot. Aku sama beberapa teman langsung ngebelain dia. Mungkin cuma begitu cara melawan bigot. Mereka engga bisa dilawan secara rasional. Jadi, lebih baik mengolok-olok mereka biar sadar kalau mereka tuh culun.
Januar Kristianto: Kayaknya sih gitu emang cara terbaik melawan bigot. Kita olok-olok cara pandang mereka.

Iklan

Apa yang kamu suka dari sobat kentalmu?
Januar Kristianto: Yang aku suka dari Tara [Narantara] adalah aku bisa ngajak dia mencoba semua cemilan kesukaan. Aku doyan banget chinese food terutama mi. Terus, Tara gak taat-taat amat beragama. Kami jadi akrab gara-gara kami tak begitu suka agama-agama besar terorganisir gitu. Bisa engga sih perkawanan kalian dianggap mewakili keragaman budaya di Indonesia?
Narantara Sitepu: Bhinneka Tunggal Ika. Kita memang harus menerima perbedaaan, bukan malah menganggapnya sebagai kelemahan. Aku bangga dilahirkan di negara multikultur yang kaya akan tradisi dan nilai sosial. Cuma, ada sekumpulan orang, otak mereka ditaruh di dengkul, berusaha merusak kekayaan budaya kita.
Januar Kristianto: Unity in diversity alias Bhinneka Tunggal Ika y'all. Gak ada cara lainnya. Ini penting banget. Sebagai seorang yang terpapar banyak budaya dan punya teman dari seluruh penjuru dunia, aku bangga bisa hidup dalam keragaman budaya Indonesia. Mereka yang maunya hidup dalam masyarakat seragam bikin malu aja. Maksud gue, ayolah, yang bener aja! Pernah mikir kalau hubungan multikultural susah ditemui di Indonesia?
Narantara Sitepu: Aku sih pernah mikir begitu, apalagi kalau lihat bagaimana kota-kota di Indonesia ditata. Kita harus mengakui, kita ini sengaja dipisah-pisahkan. Banyak mal dibangun di Jakarta misalnya, seakan bikin kita susah keluar dari "zona nyaman" merasakan hidup sepenuhnya. Tapi, ini yang bikin aku suka dari Jan dan kegilaannya jajan. Kami jadinya sering keluyuran, menjalajahi Jakarta. Bagiku, wajib hukumnya menjelajahi kota tempat tinggalmu.
Januar Kristianto: Kalau dipikir-pikir, kita dipersatukan sekaligus dipecah belah di saat yang sama. Tinggal kitanya saja, mau gak keluar dari zona nyaman, menemui orang lain, bicara dengan mereka, melampui sudut pandang kita, jalan-jalan melihat dunia. Dengan melakukan ini semua, baru kamu bisa memahami keragaman di sekitar. Bagiku ini proses yang penting menjadi manusia. Jadi, kalau ada yang menjelek-jelekkan orang lain berdasarkan latar belakang budayanya, kalian bakal ngomong apa?
Narantara Sitepu: Dewasa dikit dong.
Januar Kristianto: Iya, dewasa dong.

Iklan

CHIECILLIA "CECIL" HAMDARTO (KIRI) DAN TRI "NITA" JUANITA (KANAN) AWALNYA TEMAN KANTOR. KINI, MEREKA SOBAT KENTAL.

VICE: Bagaimana awalnya kalian bisa bersahabat?
Tri Juanita: Kami ketemunya di kantor. Belum lama sih berteman, tapi kok rasanya kayak sudah lama gitu. Kami saling berbagi dan ngobrol bareng. Isinya gak cuma tentang kerjaan kantor. Yang paling aku suka dari Cecil adalah Cecil sudah kayak alarm solat. Biarpun Cecil gak solat, dia selalu ngasih tahu kalau masuk waktu solat. Chiecillia Hamdarto: Kami sering makan siang bareng, istirahat bareng. Kami nongkrong dan berbagi banyak hal. Nita sering dibilang moody di kantor, tapi kalau sudah kenal, Nita tuh aslinya penyayang dan gak gampang menilai orang. Nita sudah seperti saudara perempuanku. Bagaimana reaksi orang kalau melihat kalian jalan bareng?
Tri Juanita: Masih ada orang yang merasa perlu mengotak-kotakan orang. Aku sering menjumpai tatapan aneh dari orang pas kami jalan bareng. Tapi, aku tak bisa menyalahkan mereka. Orangtua mereka yang mewariskan nilai-nilai itu. Jika seorang anak tidak tumbuh di lingkungan yang berisi berbagai macam orang, dia akan mewarisi nilai-nilai sempit dari orangtuanya. Apa pendapatmu tentang mereka yang terbutakan kebencian rasial?
Tri Juanita: Sadar dong! Kita kan hidup di Indonesia di bawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tiga kata tersebut seharusnya menyadarkan kita alasan Indonesia disebut "negeri yang kaya" karena keragaman etnis, budaya dan agama yang kita miliki. Kita harusnya bangga karena itu artinya ada banyak hal yang bisa kita pelajari di Indonesia. Ada yang kamu sukai dari latar belakang budaya dan agama temanmu?
Chiecillia Hamdarto: Nita kan ngerayain Lebaran. Dan, yang paling asik dari Lebaran adalah gulai ayam. Sebelum Lebaran, ada bulan puasa. Berbuka puasa bersama Nita selalu menyenangkan. Kalian bangga dengan perkawanan kalian?
Chiecillia Hamdarto: Pasti lah! Bagiku, generasi setelah kami harus merasakan perbedaan yang kami rasakan. Aku bangga sekali dengan perteman kami berdua. Menurut kalian, pertemanan lintas budaya seperti kalian masih jarang di Indonesia?
Chiecillia Hamdarto: Ya, begitulah. Pertemanan seperti ini masih jarang. Orang masih lebih suka melihat perbedaan dalam diri orang lain. Aku menyadarinya ketika kami pergi berdua ke Yogyakarta. Nita mampir ke sebuah masjid buat solat. Aku menunggu di luar. Banyak orang yang ngeliatin, mereka penasaran. Ini sebenarnya kembali ke masing-masing Individu.

Iklan

EDY SAPUTRA (KIRI) Dan ISHAK TANOTO (KANAN) BERTEMAN SETELAH SEKIAN LAMA BEKERJA DI PERUSAHAAN 5BEAT.

VICE: Bagaimana kalian menggambarkan pertemanan kalian?
Ishak Tanoto: Awalnya sebatas hubungan profesional. Tapi, setelah beberapa lama bekerja bersama, aku makin menghargai segala arahan yang Edy berikan. Lama-lama, kerja kami jadi makin mengasikkan setelah kami makin kenal. Aku sih kagum banget sama kegigihan Edy. Jadi musisi di Indonesia saja sudah PR banget, apalagi kalau ditambah dengan tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Respect!
Edy Saputra: Kami banyak ngobrol tentang agama dan hubungan antar ras. Pertemanan kami makin erat justru karena obrolan-obrolan itu. Intinya, kita memang punya background yang berbeda. Tapi kan kami sama-sama manusia? Jadi, bagaimana, atau tepatnya kapan, kalian menyadari latar ada perbedaan latar belakang budaya?
Ishak Tanoto: Tiap kali aku makan siang, aku selalu milih restoran cina biar bisa mesen babi. Trus aku sadar, tiap kali aku pergi makan siang, Edy engga pernah ikut. Saat itu bary aku menyadari kalau udah bego banget. Dia kan muslim, mana boleh makan babi. Aku mulai mengubah kebiasaan dan memesan menu halal. Trus aku mulai mencicipi makanan halal yang tertera di menu. Ada yang kamu sukai dari latar belakang budaya dan agama temanmu?
Ishak Tanoto: Sebelumnya, aku engga pernah melihat seorang muslim yang getol solat. Edy solat lima waktu, tiap hari. Luar biasa. Dedikasinya mendirikan solat engga usah ditanya. Pernah suatu hari dia bilang, kalau kita menginginkan sesuatu tapi engga melihat ada satupun cara mendapatkannya, berdoalah. Doa selalu membukakan pintu, apapun agamamu.
Edy Saputra: Gue gatel pengen ngucapin kalimat ini ke mereka yang punya prasangka jelek sama agama lain: "kalau lo pengen maksa orang lain percaya hal yang lo percaya, mendingan lo hidup di tempat yang cuma punya satu agama."

LEXY VIRGOLETHA (KIRI) DAN BETA WICAKSONO (KANAN), BERTEMU KETIKA SAMA-SAMA DUDUK DI BANGKU SMA. SUDAH BERTEMAN SELAMA 20 TAHUN.

VICE: Bagaimana awalnya kalian bisa ketemu?
Beta Wicaksono: Lex paham banget soal IT dan jago banget ngebenerin barang, kayak MacGyver lah.

Bagaimana kalian melihat pertemanan kalian berdua dalam konteks Indonesia?
Lex Virgoletha: Itu sih tergantung siapa yang ngeliat sih. Kalau aku sih, tiap orang bisa berteman dan bersahabat.
Beta Wicaksono: Kami ngerayain Natal, Lebaran, Imlek, Cap Go Meh dan semua hari raya lainnya bersama teman-teman. Aku sih gak 'bangga' dengan pertemanan kami. Aku 'bersyukur' atas pertemanan kami. Semoga pertemanan kami bisa jadi contoh orang lain, entah bagaimana caranya. Menurut kalian, apakah generasi muda lebih gampang menerima budaya lain?
Lex Virgoletha: menurutku, ini bukan masalah umur tapi tergantung masing-masing orang sih. Aku pernah ketemu orang tua yang begitu terbuka. Sebaliknya, aku juga pernah ngobrol sama anak muda yang nyatanya pikirannya cupet. Menyedihkan memang. Perbedaan budaya—atau apalah itu—kan cuma bungkus doang. Mirip lah kayak kalau kita beli barang, bungkusnya mungkin keren, tapi kan yang penting isinya.
Beta Wicaksono: Orang yang gak mau menerima perbedaan sebaiknya dikirim transmigrasi saja ke planet Namek.