FYI.

This story is over 5 years old.

Film Horor

Enam Set Film Horror Paling Menakjubkan: Dari ‘Suspiria’ Hingga ‘The Shining’

Merayakan 40 tahun horor legendaris ‘Suspiria’, kami mengulas kembali karya sutradara Dario Argento ini. Tidak lupa kami sertakan juga lima film horor lainnya.

Artikel ini pertama kali tayang di i-D.

Empat puluh tahun yang lalu, sutradara jagoan film horor asal Italia Dario Argento merilis salah satu karyanya yang paling dipuja, Suspiria yang dijamin akan membuat bulu kuduk berdiri. Film ini menceritakan Suzy, seorang siswi balet asal Amerika yang tengah menimba ilmu di sekolah tari ternama, Tanz Dance Academy di Freiburg, Jerman. Namun dia kemudian menyadari bahwa Tanz tidak seperti yang dia bayangkan. Rentetan kejadian supernatural (dan beberapa adegan menjijikan yang melibatkan ulat) mempersiapkan kita untuk sebuah plot film yang mengerikan. Versi remake film ini—menampilkan Dakota Johnson, Tilda Swinton dan aktris yang memainkan Suzy Jessica Harper di film versi awal—dijadwalkan rilis tahun ini. Biarpun disutradarai oleh Luca Guadagnino yang menciptakan A Bigger SPlash dan I Am Love, akan sulit untuk bisa menciptakan ulang elemen film Suspiria yang paling keren (selain scorenya yang luar biasa tentunya): desain set yang mewah dan sinematografi yang menggugah.

Iklan

Penggunaan warna-warna menyala di film ini—merah tua, pink mencolok, biru adem—dan interior bergaya geometris 70-an semakin menambah nuansa surrealis film ini. Karakter-karakter film ini dilempar ke dunia mimpi buruk yang penuh gore namun tetap berkilau (masuk akal mengingat inspirasi utama Argento adalah Snow White). Warna di film Suspiria dibuat semakin hidup berkat proses percetakan Technicolor Argento—teknik yang sama digunakan dalam The Wizard of Oz dan Gone with the Wind. Suspiria merupakan film terakhir dalam sejarah yang diproses menggunakan Technicolor yang sangat memakan waktu dan mahal biayanya (sinematografer Luciano Tovoli kabarnya sampai "memohon" izin untuk menggunakan mesin Technicolor terakhir di Roma). Pengaruh dari Suspiria bisa dilihat dari film-film horor yang dirilis setelahnya, dan bahkan di film di luar genre horor (contohyna dunia alternatif But I'm a Cheerleader yang berbau plastik).

Untuk merayakan ulang tahun Suspiria yang ke 40, kami menyertakan lima film horor mengerikan lainnya yang didukung desain set indah:

The Cabinet of Dr. Caligari (1920)

"Daftar ini tidak akan lengkap tanpa kehadiran mahakarya surrealis ini," kata Reid Rohling, seorang model catwalk Gucci dan penggemar berat film horor yang kerap memberi saya rekomendasi film horor Netflix lewat postingannya di Instagram. Film bisu ini—kiasan untuk otoritarianisme Jerman di masa Perang Dunia I—menceritakan seorang ahli hipnotis gila yang menghipnotis orang untuk melakukan pembunuhan. "Setiap adegan film ini mengekspresikan gaya Ekspresionisme Jerman," jelas Reid mengenai desain set miliknya yang ikonik itu. Struktur yang aneh dan lanskap penuh bayangan dibentuk menggunakan obyek berbentuk tajam dan tidak rata—bentuk representasi film yang bertemakan kegilaan, kejiwaan dan ketidaknyataan.

Iklan

Jigoku (1960)

Seperti pengalaman bad trip yang kacau, film cult klasik Jepang buatan Nobuo Nakagawa ini menyajikan representasi neraka yang paling indah sekaligus mengerikan. Berarti Pendosa di Neraka dalam bahasa Indonesia, Jigoku bercerita tentang kasus pembunuhan, kecelakaan mobil, rahasia, seks, rasa bersalah dan neraka. Kabarnya, tidak ada yang menduka film ini akan laris mengingat studio produksi yang digunakan, Shintoho, dikenal sebagai pabrik untuk film-film gore berbudget rendah. Menurut fitur tambahan yang tersedia di versi kolektor DVD Jigoku, proses produksi film ini sangat diburu-buru sampai para pemeran figuran membantu kru film menyiapkan set setiap adegan. Hasilnya? Sukses, Jigoku penuh dengan efek visual psikadelik seperti sekumpulan bunga mawar melayang dan padang pecahan gelas.

The Shining (1980)

Room 237 adalah dokumenter berdurasi 2 jam yang mengupas teori-teori konspirasi seputar film klasik Kubrick ini. Setiap detil dibahas: pola geometrik karpet hotel di film, analisis berlebihan adegan anak Jack bersepeda mengitari lorong hotel. Biarpun adegan luar hotel diambil di Timberline Lodge Oregon (tempat diadakan festival film horor sebagai bentuk penghormatan terhadap The Shining bulan April ini), adegan interior hotel dibentuk dari set konstruksi film terbesar di era itu. "Jauh dari interior berdemu dan kumuh yang biasa ditampilkan film horor, interior hotel visi Kubrick malah luas dan modern," tulis situs Den of Geek. "Set tersebut menimbulkan rasa tegang bukan dari nuansa klaustrofobik dan tempat-tempat gelap, tapi dari atap-atap tinggi dan ruangan luas yang menimbulkan rasa kesepian."

Iklan

The Innocents (1961)

"Martin Scorsese menyebut film ini salah satu yang paling terseram sepanjang masa," ungkap Reid, salah satu aktor film thriller Inggris karya Jack Clayton yang dibuat berdasarkan novel abad 19 karya Henry James yang menakutkan berjudul The Turn of the Screw. Adaptasi skenario film ini ditulis oleh Truman Capote yang memenangkan penghargaan Edgar dari organisasi Mystery Writers of America di tahun 1962. Film ini mengambil tempat di sebuah rumah besar mewah di pedesaan Inggris dan bercerita tentang seorang pengasuh yang mengawasi dua orang anak. Dia khawatir rumah dan kedua anak itu akan kerasukan kuasa jahat. "Bayangan di lorong-lorong rumah yang besar itu semakin menambah atmosfir menyeramkan film klasik bergaya gothic ini. Satu lagi yang bikin ngeri adalah pengambilan gambar dari eksterior rumah—yang megah namun bernuansa distopian dan taman penuh dengan patung rusak. Film ini terlihat seperti gabungan The Sound of Music, Rebecca dan Orphan versi awal.

Kwaidan (1964)

Kritikus film Roger Ebert menyebut karya pemenang Academy Award karya Masaki Kobayashi ini sebagai "kumpulan cerita hantu yang ditampilkan lewat salah satu film terindah yang pernah saya tonton." Kwaidan merupakan kumpulan dari empat mitos menyeramkan yang saling tidak berhubungan. Biarpun memiliki plot yang berbeda-beda, score eksperimental film ini ditambah dengan desain set yang memukau berhasil menyatukan cerita-cerita hantu ini sebagai satu karya seni dengan atmosfir surrealis. Salah satu adegan yang paling diingat dari film ini bisa ditemukan di segmen kedua, "The Woman of the Snow," menampilkan hutan bersalju putih bening ditemani oleh langit malam biru.