Pelanggaran HAM

Anggota TNI Terbukti Bunuh 2 Warga Papua, Bakar Jenazah untuk Hilangkan Jejak

Bukti tersebut didapat dari investigasi pusat polisi militer. Sejak kedua korban hilang sejak April lalu, TNI sudah dituding sebagai pelaku penculikan.
9 Anggota TNI Terbukti Bunuh 2 Warga Papua, Bakar Jenazah untuk Hilangkan Jejak
Pengunjuk rasa di Surabaya pada 16 Juni 2020 menuntut pemerintah Indonesia serius menangani berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua. Foto oleh Juni Kriswanto/AFP

Sebanyak 9 anggota anggota TNI AD terbukti membunuh dan menghilangkan jenazah 2 warga Papua, demikian diumumkan Pusat Polisi Militer TNI AD di Jakarta hari ini (23/12). Dua korban atas nama Apinus Zanambani (22) dan Luther Zanambani (23) terbunuh saat interogasi tentara pada 21 April 2020. Bermaksud menghilangkan jejak, para tersangka membakar jenazah Apinus dan Luther kemudian membuang abunya ke sungai.

Iklan

Peristiwa biadab tersebut terjadi di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Pada Selasa, 21 April 2020, Apinus dan Luther ditangkap oleh anggota Batalyon Infanteri Para Raider (Yonif PR) 432/WSJ yang tengah sweeping dengan tuduhan merupakan anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB). Satuan ini sejatinya bermarkas di Maros, Sulawesi Selatan, namun tengah ditugaskan di Papua untuk "mengamankan" wilayah rawan KKB.

Mereka kemudian membawa kedua korban ke Koramil Sugapa untuk diinterogasi. Entah kekerasan seperti apa yang dipertunjukkan para tentara tersebut sehingga Apinus mati saat itu juga dalam interogasi.

Dengan truk, para tersangka kemudian membawa mayat Apinus serta Luther yang kritis karena luka berat ke posko Komando Taktis (Kotis) Yonif PR 433/JS. Dalam perjalanan, Luther meninggal dunia.

"Saat interogasi, terjadi tindakan berlebihan di luar batas ketakutan, yang mengakibatkan Aptinus meninggal. Luter kritis saat itu," kata Komandan Puspomad Letjen Dodik Widjanarko, dikutip Detik. "Setelah tiba di Yonif, untuk hilangkan jejak mayat keduanya dibakar dan abunya dibuang di Sungai Julai di Distrik Sagupa."

Kesembilan tersangka yang ditetapkan Puspomad antara lain Mayor Inf. ML dan Sertu Inf. FTP dari Kodim 1705 Paniai, Mayor Inf. YAS, Lettu Inf. JMTS, Serka B, Sertu OSK, Sertu MS, Serda PK, dan Kopda MAY dari Yonif PR 433. Selain mereka, tiga tentara lain sedang diperiksa, yakni Lettu Inf. DBH, Sertu LM, dan Lettu Inf. FPH.

Iklan

Kesembilan tersangka akan didakwa dengan KUHP Pasal 170 ayat 1-3 tentang kekerasan, Pasal 351 tentang penganiayaan, Pasal 181 tentang penyembunyian kematian, dan Pasal 55 (1) ke-1 tentang tindak pidana. Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Sebulan setelah Apinus dan Luter menghilang, Suara Papua memberitakan bahwa keluarga masih terus mencari kedua pemuda tersebut. Kecurigaan sudah terarah ke TNI dengan tuduhan telah “menculik”. Sebab, terakhir kali Apinus dan Luter tampak, keduanya tengah terkena sweeping tentara di depan SMA N 1 Sugapa dengan disaksikan banyak orang. Saat itu tentara beralasan keduanya perlu “diperiksa corona” karena baru tiba dari Kota Nabire.

Sejak Mei pula desakan agar TNI segera memberitahukan keberadaan dua pemuda tersebut terus muncul. Pernyataan tersebut datang mulai dari Mahasiswa kabupaten Intan Jaya di Seluruh Indonesia hingga yang masih segar, pada 7 Desember lalu dari Tim Kemanusiaan untuk Kasus Kekerasan Terhadap Tokoh Agama di Kabupaten Intan Jaya. Kasus ini membuat anggota DPRD Intan Jaya Detinus Sani mengkritik gaya asal tangkap TNI yang bukannya berdasar bukti, malah mengandalkan sentimen rasial.

“Untuk pihak keamanan jangan melihat masyarakat sebagai OPM semua karena pakai gelang, kumis lebat, rambut gimbal, itu sudah budaya kita sejak nenek moyang. Rambut gimbal belum tentu OPM. Jadi pihak keamanan juga jangan asal tangkap,” ujarnya, dikutip Kabardaerah.

 Kekerasan bersenjata bertahun-tahun di Papua membuat warga sipil menjadi pelanduk di antara pertarungan TNI dan OPM. Peneliti memperkirakan 100 sampai 500 ribu orang pribumi terbunuh karena konflik kemerdekaan Papua. Eskalasi kekerasan bahkan bertambah dalam beberapa tahun terakhir.

Konflik di Kabupaten Nduga sejak 2018 masih membuat 40 ribu orang mengungsi hingga September lalu. Belakangan, kekerasan turut marak di Kabupaten Intan Jaya. Namun, hingga hari kebijakan dalam dan luar negeri Indonesia masih resisten pada permintaan untuk meredam kekerasan, termasuk mendiamkan permintaan menarik tentara dari pulau tersebut.