Kerusakan Lingkungan

Bencana Itu Bernama Emas: Penambang Indonesia Racuni Diri dan Lingkungan dengan Merkuri

Praktik berbahaya dilakukan penambang tradisional Sumbawa, NTB. Berton-ton merkuri dan sianida dari tambang emas negara ini merusak lingkungan. Pemerintah mendiamkan karena kepincut manfaat ekonomi.
Pekerja Tambang Ilegal di Sumbawa Barat Indonesia Racuni Diri Sengaja Minum Raksa Agar Tak Terpapar Merkuri
Foto adalah ilustrasi aktivitas tambang emas tanpa izin yang dilakukan warga sekitar area Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur. Foto oleh Aman Rahman/AFP

Tambang emas tak berizin di Sumbawa Barat menyebabkan pencemaran lingkungan dalam skala dahsyat. Aktivitas pencarian emas di kawasan tersebut membuang 6,9 ton logam berat merkuri dan 20 ton zat sianida ke sungai tiap bulan. Kondisi di Sumbawa Barat juga disinyalir dialami berbagai wilayah Indonesia yang mengizinkan keberadaan tambang emas tradisional.

Data ini jelas mengerikan, mengingat paparan merkuri dalam jumlah di luar batas normal pada tubuh manusia bisa menyebabkan risiko kesehatan serius, mulai dari yang ringan seperti insomnia dan gugup, hingga penyakit berat seperti depresi, kanker, hingga kematian.

Iklan

"Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh merkuri dan sianida di kabupaten sudah sangat masif, di mana pencemaran dilakukan mulai dari hulu hingga hilir sungai Kabupaten Sumbawa Barat," kata Ketua LSM Barisan Muda Membangun (Barma) Fauzan Azima di Jakarta Pusat, dikutip iNews. Sianida adalah zat pemurni emas yang disarankan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menggantikan merkuri karena relatif lebih aman.

Fauzan mengatakan, semua limbah merkuri dan sianida dari tambang emas tak berizin dibuang ke sungai. "Sungai Kecamatan Brang Rea mulai tercemar merkuri dan sianida dari hulu ke hilir. Zona hilir mulai tercemar HG dengan kadar 0,023 MG/L yang melebihi baku mutu yang hanya 0,005 mg/l."

Penambang bersikukuh tetap memakai raksa, nama lain merkuri. Mimpi emas membuat penambang harus meyakinkan semua orang bahwa raksa tak berbahaya, salah satu caranya dengan mengonsumsi zat beracun tersebut. "Saya meminumnya, kami memberikannya kepada sapi dan kerbau untuk diminum. Tidak ada yang terjadi, tidak ada masalah," ujar Syarafuddin Iskandar, 58 tahun, salah seorang penambang tak berizin di Sumbawa Barat, saat diwawancarai The New York Times.

Aksi Syarafuddin jelas mengkhawatirkan, mengingat dampak merkuri bagi kesehatan. "Dampak kronis merkuri bagi kesehatan manusia mengakibatkan kerusakan sistem saraf pusat, ginjal, paru-paru, hati, kerusakan gastrointestinal [sistem pencernaan]," kata Iwan Nefawan dari Kementerian Kesehatan. "Merkuri juga meningkatkan angka kematian. Adapun dampak akut panjang pada bayi mengakibatkan cacat mental, kebutaan, cerebral palsy [gangguan gerakan otot], gangguan pertumbuhan, hingga kerusakan otak."

Iklan

Maraknya pemakaian merkuri dipicu oleh kepercayaan para penambang tradisional di Tanah Air. "Mitosnya penambang di Indonesia itu, tambah merkuri agar bisa tambah dapat emasnya. Sehingga penggunaan merkuri di penambangan bisa dua kali lipat dari produksi emasnya," kata Yuyun Ismawati dari Nexus3 Foundation, yayasan yang meneliti dampak lingkungan aktivitas tambang emas.

Merkuri pernah membuat kegemparan dunia gara-gara tragedi Minamata. Pembuangan merkuri ke Teluk Minamata di Kumamoto, Jepang sejak 1940-an dan baru kerasa efeknya sedekade kemudian menyebabkan ikan-ikan konsumsi jadi beracun. Akibat lanjutannya, 10 ribu orang meninggal atau cacat permanen.

Merkuri cair dipakai dalam penambangan emas untuk memurnikan logam mulia itu dari unsur logam lain. Buat memurnikan 1 gram emas, penambang atau pendulang biasa butuh 2-3 gram merkuri. Di tambang-tambang rakyat di Kalimantan Barat, logam berat ini bisa diakses bebas seperti membeli es. Kemasannya dalam plastik bening, dengan harga Rp50-100 ribu per kantung. Di sana merkuri punya nama jalanan “cuka putih” atau “air putih”.

Tubuh manusia sebenarnya membutuhkan merkuri, namun jumlahnya sangat kecil, hanya 0,1 mikrogram (atau 1/10.000 miligram) per kilogram tubuh per hari. Di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, ikan dari sungai yang tercemar merkuri tambang liar terdeteksi memiliki kadar merkuri sampai 0,21 miligram/kilogram ikan.



Risiko kesehatan disepelekan lantaran tambang emas memberi hasil menggiurkan. Penambang Sumbawa Barat rata-rata berpenghasilan Rp6 juta sebulan, atau tiga kali lipat upah mininum provinsi tersebut. Mata pencaharian ini akan diperjuangkan mati-matian oleh para penambang tak berizin.

Iklan

"Kami sakit hati ketika mereka [personel Brimob] menutup tambang ini karena kami enggak punya cara lain untuk mencari uang," keluh Zaenal Abidin, operator tambang ilegal dengan 24 pekerja. Lokasi tambangnya pernah ditutup paksa oleh Brimob dengan alasan pemakaian merkuri. Konsesi lahan itu sebelum dipegang oleh korporasi penambang emas raksasa asal Amerika Serikat, Newmont Goldcorp, yang sama-sama mencemari lingkungan karena membuang limbah tambang langsung ke laut.

Bagaimanapun dampak lingkungannya, tambang ilegal pemakai merkuri juga akan sulit dihabisi. Menurut penelusuran The New York Times, pertambangan tanpa izin bisa bertahan berpuluh tahun karena disinyalir ada dukungan dari pejabat setempat, polisi, dan militer yang turut mendapatkan keuntungan sampai Rp5 miliar per tahun.

Bupati Sumbawa Barat H.W. Musyafirin terang-terangan mengakui dilema bila diminta menutup tambang liar. Pemerintah tak bisa menyediakan pekerjaan pengganti. Perputaran uang dari tambang emas ilegal adalah salah satu penopang ekonomi kabupaten ini.

Di Medan, Sumatera Utara, dampak kesehatan akibat merkuri sudah jadi kenyataan. Sebanyak 12 anak di Kabupaten Mandailing Natal lahir dengan cacat bawaan, lantaran ibu mereka terpapar merkuri dari pertambangan emas ilegal.

Di Indonesia, emisi merkuri juga bisa ditemukan di udara, dihasilkan oleh PLTU batu bara. Namun, pelepasan merkuri ke air tampaknya paling masif. Entah disadari warga Jakarta atau tidak, Teluk Jakarta telah tercemar merkuri dengan kadar 40 kali lipat di atas ambang normal.

Muasalnya kebanyakan dari industri barang elektronik di Jakarta Utara yang membuang limbah ke sungai dan bermuara ke laut. Merkuri itu kemudian dibawa kembali ke daratan lewat kerang-kerang hijau di meja makan kita.