Narkoba

Kembali Gabung Liga Arab, Suriah Siap Perangi Bandar Narkoba

Sebagian besar pil amfetamin murahan yang dikonsumsi di Timur Tengah berasal dari Suriah. Produksinya melibatkan langsung rezim Bashar al-Assad.
Pil captagon diselundupkan dalam jeruk palsu menuju Lebanon. Foto: Anwar Amro/AFP via Getty Images.
Pil captagon diselundupkan dalam jeruk palsu menuju Lebanon. Foto: Anwar Amro/AFP via Getty Images.

Liga Arab kembali merangkul Suriah sebagai negara anggotanya setelah 12 tahun absen. Keputusan itu berdasarkan hasil pemungutan suara yang dilakukan negara-negara Arab menjelang pertemuan regional pada Mei lalu.

Pada November 2011 silam, status keanggotaan Suriah dibekukan akibat meningkatnya kekerasan yang dilakukan pasukan pemerintah dalam meredam aksi demonstrasi masyarakat. Tapi kini, Presiden Bashar al-Assad menyatakan kesiapannya mengakhiri krisis kemanusiaan di negaranya, salah satunya memberantas masalah narkoba. 

Iklan

Banyak pakar skeptis rezim Assad akan menepati janji tersebut. Pasalnya, sebagian besar pil captagon yang dikonsumsi di Timur Tengah berasal dari Suriah. Narkotika jenis amfetamin itu diproduksi secara besar-besaran, dan diperkirakan dapat menghasilkan hingga $10 miliar (setara Rp148 triliun) setiap tahunnya. Bahkan, pemerintah dicurigai meraup keuntungan dari ekspor captagon lantaran aktivitasnya melibatkan kroni presiden.

Sudah ada bukti rezim Assad ikut mengendalikan produksi obat-obatan yang dicampur dengan kafein dan filler ini. Peredaran pil berwarna kuning yang kerap dijuluki “dua bulan” mayoritas terjadi di daerah-daerah kekuasaannya, seperti ibu kota Damaskus. Selanjutnya, dua sepupu presiden dijatuhkan sanksi oleh AS usai kedapatan terlibat dalam jaringan narkoba. Akan tetapi, pemerintah membantah segala tuduhan, lalu menyalahkan kelompok teroris di Suriah.

Bulan Mei lalu, Suriah diminta menghentikan penyelundupan captagon dalam rangka menyukseskan misi Liga Arab. Negara itu bisa menjadi anggota lagi jika menyanggupi persyaratannya. Ada spekulasi Assad tunduk pada Liga Arab guna melewati krisis yang disebabkan oleh sanksi internasional terhadap negaranya.

Caroline Rose, direktur Newlines Institute di Washington DC, menebak Assad akan melakukan razia kecil-kecilan sebagai bukti keseriusannya menjalin komitmen bersama negara-negara Arab lain.

Iklan

“Saya melihat potensi oposisi dan jaringan-jaringan kecil dikorbankan untuk memberi kesan seolah-olah pemerintah telah bekerja keras. Namun, penangkapannya nanti tidak akan mengenai inti produksi captagon skala besar, apalagi jaringan yang bersekutu dengan rezim,” ujarnya.

Captagon umumnya berfungsi sebagai doping yang dapat meningkatkan stamina para pemakainya. Harganya yang ramah di kantong menjadi alasan kenapa obat pil ini merajalela di daerah-daerah miskin. “Banyak yang memakai captagon sebagai pengganti makanan untuk menghemat pengeluaran. Kamu juga lebih kuat melek karenanya,” Rose melanjutkan.

Pada mulanya, sekitar tahun 1960-an, captagon digunakan di Jerman untuk mengobati gangguan pemusatan perhatian dan narkolepsi. Tapi seiring berjalannya waktu, obat ini disalahgunakan sebagai stimulan dan produksinya mulai marak di Timur Tengah. Konon, tentara ISIS memakai doping supaya kuat berperang.

Di Arab Saudi, penyalahgunaannya semakin mengkhawatirkan, sehingga pemerintah mendorong para pemakai untuk berinisiatif menjalani rehabilitasi di pusat-pusat yang telah disediakan negara. Katanya, kerahasiaan identitas mereka terjamin jika mendukung program bebas narkoba itu.

Perang saudara yang berkepanjangan telah mendorong peningkatan kasus kecanduan captagon di Suriah. Di tengah derasnya sanksi internasional, kroni presiden memanfaatkan perdagangan narkoba untuk mendanai perang yang memecah negara menjadi tiga wilayah. Namun, upaya ini justru semakin memperberat sanksi. Akhir Mei lalu, AS menjatuhkan sanksi terhadap dua bisnis transfer uang di Suriah atas dugaan memfasilitasi transaksi internasional guna menghindari pengawasan.

Iklan

Walaupun begitu, Assad bersumpah akan membabat habis “para penyelundup narkoba” yang beroperasi di setiap perbatasan Suriah. Ia menyampaikan janjinya ketika bertemu dengan menteri luar negeri Yordania dan Irak sekitar April lalu.

Bulan lalu, angkatan udara Yordania melancarkan serangan tak terduga ke wilayah selatan Suriah. Menurut laporan organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) yang berbasis di Inggris, pasukan Yordania mendapat arahan dari Damaskus bahwa terduga gembong narkoba Marai al-Ramthan menetap di dekat perbatasan Yordania-Suriah. Namun, pemerintah Yordania langsung melepaskan serangan tanpa mengonfirmasi kebenarannya terlebih dahulu. Al-Ramthan beserta istri dan keenam anaknya tewas di kediaman mereka.

Lina Khatib, direktur School of Oriental and African Studies Middle East Institute University of London, menyebut Suriah sudah telanjur terpecah belah, terlepas dari upaya presiden menampilkan dirinya sebagai “pejuang perang” di hadapan Liga Arab.

“Assad sudah pasti akan memanfaatkan isu-isu ini demi mencapai tujuan politiknya, serta menjadikan dana bantuan kemanusiaan sebagai kedok mendanai proyek pembangunan negaranya,” kata Khatib.

Hanya waktu yang dapat membuktikan betul tidaknya spekulasi-spekulasi tersebut. Tapi yang pasti, Assad sukses menaklukkan hati perwakilan negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab. Terlebih lagi, peredaran narkoba jenis amfetamin bukan masalah Timur Tengah saja. Obat-obatan terlarang ini telah beredar di seluruh dunia, sehingga tidak cukup jika hanya mengandalkan upaya Suriah dalam memberantasnya.

“Aliran captagon ke negara-negara seperti Arab Saudi akan berkurang dengan berlakunya kesepakatan ini. Namun, bukan tidak mungkin, rezim Assad dan orang-orang bekingannya mencari pasar lain untuk narkoba ini. Masalah penyalahgunaan obat sejenis captagon tidak hanya terjadi di Arab. Ditambah lagi, kartel narkoba Suriah beroperasi di seluruh dunia.”