The VICE Guide to Right Now

Naskah Final Masih Simpang Siur, Jokowi Minta Turunan UU Cipta Kerja Selesai Sebulan

Ada 40 Peraturan Pemerintah dan Perpres yang dikebut sebulan ke depan menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Baleg DPR sendiri mengaku naskah final omnibus law masih perlu direvisi.
Presiden Jokowi Targetkan 40 Aturan Turunan UU Cipta Kerja Selesai Satu Bulan
Demonstran yang menolak UU Cipta Kerja berkumpul di sekitar Monas, Jakarta Pusat, diadang aparat pada Kamis 8 Oktober 2020. Foto oleh Bay Ismoyo/AFP

Rentetan insiden sepanjang Kamis (8/10) menjadi puncak demonstrasi nasional tiga hari menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Aksi telah terjadi di semua pulau besar Indonesia. Demo melibatkan buruh, mahasiswa, pelajar, petani, dan masyarakat prodemokrasi dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, serta Papua.

Presiden Joko Widodo, yang menjadi pengusul omnibus law, hingga artikel ini diturunkan belum memberi pernyataan publik merespons penolakan masyarakat. Pada Kamis siang, sejak pukul 13.00 WIB, demonstran mulai menyemut di sekitaran di Istana Negara, sementara Presiden melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah.

Iklan

Tanggapan Presiden pasca-pengesahan UU Cipta Kerja sejauh ini datang dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Menteri Airlangga bilang, presiden sudah memberi arahan tegas, yakni aturan turunan UU Cipta Kerja wajib dikebut agar implementasi beleid baru ini bisa tancap gas.

“Arahan Pak Presiden agar seluruh perpres dan PP, ada 40, terdiri dari 35 PP dan 5 perpres, segera diselesaikan. Arahan Bapak Presiden [ke-40 aturan tersebut] diselesaikan dalam waktu satu bulan, walau perundang-undangannya membolehkan tiga bulan. Itu target Bapak Presiden,” ucap Airlangga dalam konferensi pers dilansir dari Kompas. Dengan perhitungan sederhana, rata-rata pemerintah wajib menerbitkan empat PP/perpres setiap tiga hari.

Padahal, bukan cuma protes di jalanan yang masih menyeruak menanggapi UU baru ini. Di DPR RI, cacat prosedural pengesahan UU Cipta Kerja sedang jadi sorotan sejumlah anggota dewan. Sejumlah anggota DPR RI mengaku tidak menerima draf RUU Cipta Kerja sebelum rapat paripurna pengesahannya digelar, Senin (5/10) lalu.

Anggota Fraksi Demokrat Herman Khaeron mengaku sempat minta Salinan draf ke Badan Legislasi (Baleg) DPR, namun Baleg menolak memberikan dengan alasan sedang dalam “tahap peralihan” yang entah apa maksudnya. 

“Saya minta ke Baleg untuk mendapatkan hasil pembahasan terakhir, tetapi dijawab sedang peralihan. Bagaimana kita mau ambil keputusan? Semestinya mempelajari dulu,” tutur Herman kepada CNN Indonesia

Masalah rapat paripurna tanpa pesertanya memegang draf itu satu soal. Soal lainnya adalah mengapa draf UU Cipta Kerja yang sudah disahkan, masih harus direvisi DPR. Kali ini yang mempertanyakan adalah anggota Baleg sendiri, yakni Bukhori Yusuf dari Fraksi PKS.

“Masih direvisi, katanya. Ya, begitulah ketika kekuasaan itu hanya menjadi tujuan semata, bukan pengabdian,” kata Bukhori kepada Tirto. Pernyataan Yusuf dibenarkan Sekretaris Fraksi PKS Netty Prasetiyani yang mengatakan emang belum ada naskah resmi yang didapat anggota dewan, padahal UU tersebut sudah tiga hari disahkan.

“Menurut teman-teman anggota fraksi yang ada di Baleg, mereka juga belum tahu naskah RUU omnibus law Ciptaker yang official atau resmi dari pemerintah setelah pembahasan,” aku Netty.