FYI.

This story is over 5 years old.

Natal 2017

Deretan Cerita Anak Muda Indonesia Merayakan Natal di Keluarga Beda Agama

Ada banyak sekali keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, atau anak berbeda agama. Bagaimana mereka merayakan Natal dalam situasi semacam itu? Berikut cerita mereka kepada VICE.
Foto dari arsip keluarga Kezia Alaia.

Hari ini, seluruh dunia merayakan Natal yang selalu jatuh oleh mayoritas denominasi Kristen dirayakan pada 25 Desember. Namun, sebetulnya kebahagiaan dan perayaan tak hanya dirasakan oleh umat Kristen saja. Umat agama lain, termasuk muslim yang menjadi mayoritas di Indonesia, turut merayakan kelahiran Isa al Masih. Bahkan muslim dari keluarga lintas agama yang kakek-nenek, ayah, atau ibunya berbeda kepercayaan, hampir pasti ikut merayakan Natal.

Iklan

Di Indonesia, perkawinan beda agama masih menjadi topik sensitif dan belum diakomodasi negara. Data dari otoritas terkait mengenai jumlah keluarga yang diikat perkawinan walaupun anggotanya tak memeluk agama sama cenderung berubah-ubah. Merujuk data Badan Pembinaan Hukum Nasional, jumlah perkawinan beda agama sempat mencapai jumlah tertinggi pada kurun 1990-1999, dengan nyaris 30 ribu pasangan berbeda keyakinan menikah sesuai sensus pemerintah.

Adapun, dalam tiga tahun terakhir data yang bisa diperoleh berdasarkan keterangan Achmad Nurcholish, pegiat LSM Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP) yang kerap mendampingi pasangan beda agama menikah. Sesuai pengakuan Nurcholis, setidaknya sejak 2015, ada 638 suami-istri beda agama dia bantu menikah di berbagai wilayah Indonesia. Sebetulnya perkawinan beda agama bukanlah hal yang aneh kendati jarang dibahas secara terbuka atau disetujui sebagian masyarakat.

Atas dasar itulah, menarik untuk memahami bagaimana anggota keluarga pernikahan beda agama di Indonesia, terutama bila salah satunya menganut Kristen dan Katolik, merayakan Natal. Apalagi bila kita asumsikan salah satu anggota keluarga itu memeluk Islam. Umat Islam dalam posisi yang kerap terombang-ambing menjelang 25 Desember, karena kerap muncul perdebatan mengenai boleh tidaknya mereka memberi ucapan selamat Natal kepada umat Nasrani. Padahal di sisi lain, seluruh presiden Indonesia yang sampai sekarang selalu muslim, termasuk Joko Widodo, pasti menggelar pesta Natal nasional di Ibu Kota.

Iklan

Perdebatan teologis mengenai ucapan sudah dibahas berulang kali, termasuk oleh esai yang dimuat VICE Indonesia sebelumnya. Maka, daripada sibuk membahas argumen saling kontra, akan lebih baik kita justru melihat contoh-contoh yang sudah melewati perbedaan tersebut. Siapa lagi kalau bukan keluarga yang terdiri dari pasangan beda agama. Keluarga macam ini benar-benar menghayati yang dimaksud dengan keberagaman maupun kebhinekaan.

VICE Indonesia ngobrol bersama beberapa anak muda yang memiliki anggota keluarga beragama Kristen atau sebaliknya. Dalam momen Natal, bagaimana mereka merayakannya? Seperti apa mereka merespons perdebatan ucapan Natal yang senantiasa digoreng saban tahun? Apa harapan mereka tentang masa depan keberagaman di Tanah Air? Berikut rangkuman obrolan kami bersama mereka:

KEZIA ALAIA, KRISTEN, KELUARGA BESAR BEDA AGAMA

VICE: Halo, kalau dilihat dari instagram story kamu punya keluarga dengan background berbeda agama. Bisakah kamu jabarkan sedikit seperti apa latar keluargamu itu ?
Kezia: Bokap gue lahirnya Islam, dan memang Islam yang taat, tapi ibunya Katolik dan bapaknya Islam Kejawen. Ibunya (Oma) sebenernya Kristen Protestan, tapi memang orangnya suka nge- rebel gitu dan pada akhirnya convert ke Katolik. Bokap gue empat bersaudara, dan semuanya dibesarkan secara Islam. Dua paman gue sampai sekarang masih tetep Islam. Tante gue convert jadi Kristen, tapi sekarang dia menolak untuk mengasosiasikan dirinya sebagai penganut agama apapun, tapi dia tetep suka baca-baca, nge-share hal-hal tentang Islam Sufi dan Buddhism. Memang dari dulu, bokap gue orangnya suka penasaran, apalagi tentang spiritual stuffs. Kalau dari keluarga nyokap sih memang Kristen konvensional banget, meskipun memang ada beberapa anggota keluarga yang Islam.

Iklan

Dalam kondisi tersebut, gimana cara keluargamu merayakan Natal?
Keluarga gue berusaha sebaik mungkin sih, buat ngerayain. Biasanya setengah hari di keluarga bokap, setengah hari di keluarga nyokap. Keluarga nyokap ngerayain Natal seperti pada umumnya, kayak misalnya kebaktian di pagi hari, dilanjut visit ke rumah-rumah keluarga, makan-makan, tuker kado, nyanyi-nyanyi. Sedikit mirip Lebaran sih, apalagi bagian visit ke rumah keluarga. Tapi kalau dari keluarga bokap, banyak family member yang pindah ke Islam karena ikatan pernikahan, dan jadinya mereka masih merayakan Natal, cuma ya, aneh banget.

Emang anehnya kayak gimana?
Tetep ada pohon Natal dan segala macem perintilannya, tapi makanannya opor dan rendang. Sewaktu tuker kado, mereka ngasihnya duit, bukan kado beneran—rasanya mereka masih mau ngerayain Natal tapi jadinya kecampur-campur, jadinya canggung tapi lucu at the same time. Mereka masih pengen ngerayain Natal dengan cara yang mereka tau, yaitu dengan cara-cara mereka merayakan Lebaran. Natal tahun lalu, hampir semua relatives dari keluarga bokap gue dateng pake gamis. Secara visual ya beda banget, dan cara mereka ngerayainnya itu beda banget dari Natal pada umumnya.

Adakah anggota keluargamu yang masih merasa canggung?
Beberapa memang terlihat conflicted, misalnya ada yang enggan untuk ikutan nyanyi-nyanyi bareng atau bahkan ada yang menolak sekedar mengucapkan “Merry Christmas”. Jadinya memang awkward ketika doa dimulai, karena yang memimpin doa orang Kristen sedangkan mayoritas yang dateng orang-orang Islam. Jujur emang freaky banget, aneh tapi tetep lucu, dan gue tetep seneng ngeliatnya. Intinya mereka bener-bener berusaha banget to make it happen, dan mereka tetep dateng semata-mata mewujudkan kebersamaan yang diharapkan.

Iklan

Kamu sendiri gimana merasakan suasana perayaan beda agama kayak gitu?
Yeah, it’s really fun! Paling seneng ketika gue bisa dapet angpao dari sodara-sodara yang tadi gue bilang, dan lucunya memang karena that’s not how it works. Mereka ngasihnya kayak Lebaran aja, jadi gue semacam dapet THR dua kali. Coba gue Chinese, bisa jadi gue ngerayain Chinese New Year juga dan gue dapet tiga THR dalam setahun.

Menurutmu, apa makna merayakan Natal dalam keluarga beda agama?
Christmas dalam keluarga yang cross-religion dan cross-cultural butuh usaha lebih, that’s my first point. Butuh usaha lebih karena hal ini bukan sesuatu yang normal untuk semua anggota keluarga, bukan sebuah ritual yang wajib seperti di keluarga lain yang semuanya Kristen. Butuh usaha lebih untuk merayakannya. Kedua, perayaan ini sama sekali ga berasa kayak ibadah. Gue ga pernah melihat Hari Natal sebagai suatu ibadah, meskipun di pagi hari Natal gue pergi ke gereja dan ketika gue melihat lampu-lampu Natal gue pun memikirkan Tuhan dan hal-hal rohani. Setidaknya bagi gue dan kakak-adik gue, Christmas is about getting together. That’s it. Intinya bukan ibadah, namun sebuah ritual yang memang pengen elo jaga sejak kecil.

ANALUNA MANULLANG, KRISTEN, KELUARGA KAKEK MUSLIM

Dari keluarga nenekmu ada yang muslim ya? Silsilahnya seperti apa?
Analuna: Yes! Kebetulan adiknya oma ada yang nikah sama orang Muslim, jadinya pindah agama gitu, jadi bisa dibilang aku punya opa muslim

Iklan

Pernah dong berarti merayakan Natal sama keluarga yang beragama Islam?
Iya dong, beberapa kali. Dulu tuh jaman masih SD keluarga oma sering banget ngumpul, dan opaku yang muslim ini keluarganya ikutan, bahkan adik dari istri opaku yang muslim juga ikutan, jadi keluarga besar banget gitu. Kita biasanya makan-makan, masing-masing bawa makanan ada yang bawa lauk, bawa dessert. Nah, karena natalan, jadi biasanya kita doa bareng juga, karena mayoritas Kristen jadi doa nya ya dengan cara Kristen, tapi nggak jarang kita juga minta opa yang muslim untuk doa juga, it's a very nice family time pokoknya! I have a very open minded family sih, jadi walaupun kita dari beda agama, kita enggak pernah merasa berbeda. Keluargaku yang dari oma asalnya Ambon-Rote, makan-makan pasti ada tuh lauk bahannya daging babi atau anjing, tapi kalau ada keluarga om kita sama-sama tahu diri aja, ngebuat menu makanan yang enggak kalah enaknya dengan ayam atau ikan, gitu! Bukan cuma berdoa dan makan-makan, we actually sing together, main gitar bareng, karaokean, seru-seruan lah.

Apa perasaanmu tumbuh besar di keluarga beda agama?
I FEEL FUCKIN GREAT HONESTLY! Di tengah banyaknya perpecahan antar agama, ras, dan lain-lain yang terjadi di Indonesia aku ngerasa bersyukur banget masih bisa ngerasain kebersamaan sama keluarga opaku yang beda agama, bisa kumpul-kumpul bareng, jadi ngerasa ada damai aja gitu. Yang kayak gini-gini, nih, yang lagi diperluin sama negara kita, ga usah lah beda-bedain agama, toh kalau ada perayaan semua agama juga punya perayaannya masing-masing.

Iklan

Berarti kamu juga pernah datang ke perayaan Idul Fitri di keluarga Opa?
Of course! Beberapa kali aku ke rumah opaku yang muslim untuk makan-makan bareng, kumpul keluarga juga, bahkan lucunya keluargaku kadang juga sama-sama pada pakai baju koko, pada pake selendang juga buat nutupin kepala, seru lah pokoknya.

Pernah enggak dapat stigma negatif karena merayakan hari raya bareng keluarga beda agama?
Sering banget, orang-orang bahkan sekarang mulai pada ngasih tahu kalau yang beda agama nggak boleh ngucapin selamat hari raya ke yang beda agama, katanya dosa, ya tapi nggak tau lah ya dosanya dari mana. Di Gereja actually juga beberapa ada yang sering ngomongin tentang ini, aku pribadi sih nggak pernah denger secara langsung stigma atau komen negatifnya, cuma, pasti ada sih, karena beberapa organisasi gereja yang emang belum open minded juga pasti akan tertutup banget dengan hal-hal yang kayak gini. But overall, biarlah ada komen-komen negatif apa segala macem, kitanya aja yang bersikap dan berpikiran positif, kalau kata Inayah Wahid tuh, kebencian atau hal-hal negatif apapun itu berhenti di kita aja. PEACE OUT!

RAFAEL RYANDIKA, KATOLIK, AYAH MUSLIM

Bokap muslim sementara nyokapmu katolik ya? Apa kalian pernah ngerayain
Natal bareng?
Rafael: Pernah ngerayain, tapi enggak gede-gede banget gitu sih. Biasanya seminggu sebelum natal tuh bokap yang biasa pasang pohon natal. Biasanya gue diminta bantuin bikin pohon natalnya gitu. Terus abis itu, tanggal 24 biasanya ada misa jam 10-an malem gitu lah, trus kelar misanya itu jam 12 lebih. Nyampe rumah bokap belum tidur. Biasanya ngucapin selamat natal gitu ke gue, nyokap, sama kakak gue. Terus ngobrol-ngobrol. Besok pagi atau siangnya makan bareng. Entah di luar atau mesen makanan gitu. Oh iya gue baru inget, lingkungan gue dulu kan kanan kirinya masih kenal gitu tetanggaan, jadi biasanya bokap nyokap dah bikin makanan gitu terus dibagiin ke tetangga. Entah itu tetangganya muslim, kristen, semua dibagi. Buat silahturahmi.

Iklan

Sebagai anak dari pasangan beda agama, apa perasaanmu?
Menurut gue ini yang namanya cinta sejati, dan ya emang cinta bisa nyatuin segalanya. Masalahnya bukan cuma natalan doang, pas bulan puasa gue juga ngeliat nyokap gantian gitu ke bokap. Jam 3 pagi itu pasti bangunin bokap gue, trus nyiapin makan gitu. Trus ya gantian, pas natalan gini juga bokap kadang nyetir mobil gitu ke rumah saudara-saudara dari nyokap buat ngucapin selamat natal. Suasananya nyaman banget pokoknya.

Pernah enggak sih ada orang yang mempertanyakan keluargamu soal perayaan berbeda agama tadi? Atau dapet stigma negatif semacamnya?
Pernah. Kalau gue mah diomongin kayak 'ah bokap lu beda agama. Kok bisa sih nikah beda gitu?' Gue bodo amat. Menurut gue, mereka enggak tahu aja peribahasa 'Tuhan memang satu, kita yang tak sama' itu memang nyata bray. Gue masih bisa selow. Cuma gue suka enggak selow kalau ada orang tua lain ya dateng berdua suami istri ke gereja, ngerayain natal, terus ketemu nyokap gue sembari nanya 'bapak mana bu?', padahal mereka udah tau bokap gue beda agama. Kayak nyindir gitu. Itu yang gue enggak suka.

Pernah ikut ngerayain idul fitri juga? Kalau pernah, gimana itu dibandingin dengan perayaan Natal?
Pernah. Gue seneng banget karena dapet duit. Hahaha. Kalau dibandingin sama natal, menurut gue asyik idul fitri ya. Natal itu sepi, karena deket akhir tahun. Orang-orang justru pengen liburan gitu. Tapi entah kenapa gue ngerasa, idul fitri itu walaupun liburnya panjang, tapi orang tuh pengen pake liburannya buat mengakrabkan satu sama lain gitu, jadi enak aja ngobrolnya.

NADYA HARMAIN, MUSLIM, PACAR KRISTEN

Kamu dan pasangan beda agama ya?
Nadya: Bener. Kita mau dua tahunan Januari 2018 nanti.

Ada rencana merayakan Natal bereng?
Bakalan ada open house di rumah tantenya. Kita tahun lalu Natal ke gereja bareng. Setelahnya bokap gue dan nyokap tiri gue pergi ke rumah cici. Di situ kita masak steak, minum, dan gue pasti ngajak pasangan kesitu. Makan-makan part 3 lah.

Kamu kayaknya udah biasa ya sama kondisi hubungan beda agama?
Bokap gue udah mualaf kok dari beberapa tahun lalu. Sebenernya dari nikah sama nyokap kandung juga udah belajar islam dan Al-Quran sih but he thought at that time that wasn't necessary untuk pindah agama. Kalau yang sekarang iya nyokap tiri and dia muslim, dan kita masih ngerayain. Pas kecil pasti ada ritual sehari dua kali ke gereja, ikut sekolah minggu abis itu pasti keluarga gede dari bokap makan-makan.

Seingatmu, mendiang ibu dulu gimana menyikapi perbedaan agama di keluarga?
My mom was the chillest person menurut gue dibanding dengan adik-adiknya. Gue ngeh orang tua beda agama pas udah rada gede deh, SD kali ya. Oh Kristen Islam tu beda ya. Nyokap meninggal pas gue umur 6 tahun, pas banget mau masuk SD. Kalau natal gue inget nyokap bantuin masak-masak bawa piring sana-sini.

Pernah dapat stigma karena keluargamu beda agama dan merayakan Natal bareng?
Stigma mah sampe bosen sih. Terlebih gue muslim yang belajar di sekolah Katolik. Banyak yang ngira gue bakal jadi anak yang kebingungan, padahal mah they don't know how lucky i am aja.