The VICE Guide to Right Now

Makin Populernya JUUL di Pasar Indonesia Mengancam Raksasa Industri Tembakau Lokal

Reputasi Indonesia sebagai negara paling "ramah bagi perokok" sedunia perlahan digerus tren rokok elektronik.
JP
Diterjemahkan oleh Jade Poa
Makin Populernya JUUL di Pasar Indonesia Mengancam Raksasa Industri Tembakau Lokal
Foto ilustrasi produk JUUL bersanding rokok tembakau konvensional via Flickr

Perusahaan rokok elektronik JUUL tak henti mengguncang dunia. Usai mencuri hati (dan paru-paru) remaja Amerika Serikat, JUUL kini mengancam industri tembakau yang sudah bercokol kuat di Indonesia.

Analis dari firma saham Maybank Kim Eng menulis dalam sebuah laporan yang memperkirakan vape akan menjadi kompetitor berat bagi industri tembakau lokal.

"Kami percaya rokok kretek bakal terus mendominasi industri tembakau Indonesia, tetapi kompetisi rokok elektronik berpotensi berimbas pada pengaruh industri tembakau di kategori produk-produk white dan mild," demikian kesimpulan penulis laporan Maybank Janni Asman dan Isnaputra Iskandar.

Iklan

Kompetitor terbaru pabrikan rokok adalah JUUL, yang bekerjasama dengan PT Erajaya Swasembada meluncurkan toko resmi JUUL di Jakarta dan Bali sejak Juli 2019.

"Meskipun vape dan rokok elektronik telah memasuki pasar Indonesia selama lima tahun terakhir, JUUL adalah merek kalangan atas pertama yang berhasil tembus pasar Indonesia," kata analis.

Tak heran perusahaan besar layaknya JUUL tertarik pada Indonesia. Menurut CNBC, Indonesia merupakan negara paling “ramah bagi perokok” di dunia, dengan jumlah perokok dewasa dan remaja tertinggi dibanding negara lain. Sekitar dua pertiga laki-laki Indonesia mengkonsumsi tembakau setiap hari.

Menurut Statista, industri rokok Indonesia diperkirakan menghasilkan Rp342,36 triliun sepanjang 2019, dengan angka pertumbuhan mencapai 4,8 persen. Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto, Indonesia mengekspor rokok senilai Rp13,3 triliun tahun lalu.

Kendati industri tembakau Indonesia masih terhitung sukses, dibanding negara lain, para ahli memprediksi 3-5 persen pasar rokok akan tergerus akibat kompetisi dengan perusahaan-perusahaan rokok elektronik.

"Kami berharap keberadaan kami di Indonesia akan memberi alternatif bagi perokok dewasa," ujar James Monsees selaku pendiri JUUL Labs dalam jumpa pers terpisah.

JUUL diluncurkan sebagai bagian dari perusahaan Pax Labs pada 2015, tetapi sekarang dikelola secara independen. JUUL telah menjadi produk ikonik yang populer di kalangan remaja yang menyukai aneka rasa yang menarik dan desain alat vapenya yang sederhana. JUUL juga menarik perhatian anak muda, karena mudah disembunyikan dan mirip stik USB.

Iklan

Popularitas JUUL di kalangan remaja meresahkan ahli kesehatan, karena anak muda yang awalnya tidak merokok, malah mengonsumsi banyak nikotin lewat rokok elektronik. Pakar menilai, konsumsi rokok elektroik tetap berisiko memicu masalah kesehatan jangka panjang.

Juli tahun ini, Pejabat Eksekutif Tertinggi JUUL Kevin Burns merilis permintaan maaf kepada orang tua remaja di Negeri Paman Sam yang kecanduan nikotin gara-gara produk mereka.

JUUL sedang menghadapi masalah di sejumlah negara bagian AS. Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat menolak penjualan vape kepada anak-anak di bawah usia 18. Di beberapa negara bagian, polisi sampai menyamar sebagai pelanggan toko demi menangkap remaja di bawah umur yang ingin membeli vape. Apabila JUUL belum juga disetujui FDA hingga tahun depan, vape populer ini akan dilarang di San Fransisco.

Ketika di negara asalnya terus menghadapi penolakan, JUUL terus bertumbuh di negara-negara lain.

Valuasi JUUL Labs pada 2018 ditaksir sebesar US$38 triliun (setara Rp540,2 triliun). Dengan amunisi dana terebut, perusahaan rokok elektronik ini berupaya memasuki pasar Asia. Selain Indonesia, JUUL telah membuka toko resmi di Filipina dan Korea Selatan, dan berencana membuka gerai penjualan di India.


Follow Meera di Twitter dan Instagram .

Artikel ini awalnya tayang di VICE ASIA.